Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Ojol Nasional mengadukan masalah kesejahteraan dan perlindungan sosial mereka sebagai pengemudi ojek online ke Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI. Mereka merasa ojol dengan status sebagai mitra sangat berisiko untuk dieksploitasi secara fisik dan psikologis oleh perusahaan aplikator.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Status kami sebagai ojol belum diakui secara de jure oleh pemerintah. Kami ini butuh perlindungan. Jika kami tidak terlindungi (memiliki status yang jelas), maka tindakan yang mungkin bisa dilakukan oleh aplikator itu tidak ada batasannya,” kata Ketua Presidium Koalisi Ojol Nasional Andi Gustianto di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 23 April 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Menurut Andi, status kemitraan dengan aplikator penyedia jasa transportasi online membuat rekan-rekannya berada dalam ambang ketidakjelasan soal nasib mereka. Koalisi Ojol Nasional meminta DPR untuk menjembatani aspirasi soal status pekerjaan mereka kepada pemerintah dan perusahaan aplikator.
“Eksploitasi itu bukan secara fisik saja, psikologis juga. Nah kami minta kepada pemerintah agar status kami ini segara bisa direalisasikan dengan kejelasan,” ucap Andi.
Seorang pengemudi ojol, Joe Agus Safri, mengatakan bahwa kesejahteraan sudah tertuang dalam butir ideologi bangsa, yakni keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Namun dia menilai, para ojol terkesan tidak masuk dalam aspek perjuangan tersebut karena kesejahteraan mereka terancam imbas regulasi yang hanya menguntungkan perusahaan aplikator ojol.
Agus mencontohkan pada kasus pemberian bantuan hari raya oleh pihak aplikator. Menurut dia, beberapa perusahaan aplikator ojol memang memberikan bantuan tersebut. Namun semakin ke sini muncul regulasi baru yang terkesan seperti perusahaan aplikator ingin uang bantuan itu dikembalikan lagi ke mereka lewat pemotongan biaya program.
“Istilahnya tidak ada yang gratis, saya kasih BHR dan bagaimana caranya saya ambil lagi yang saya kasih. Itu terlihat dari program Grabbike Hemat,” kata Agus dalam rapat tersebut.
“Pascalebaran muncul pembicaraan baru, muncul notifikasi kalau driver yang mendapat 1-2 orderan ‘Hemat’ mendapat potongan Rp 3 ribu, itu di luar potongan yang 20 persen ya. Kalau dapat di atas 2 orderan kena potong Rp 8,5 ribu. Sampai potongan itu mencapai Rp 20 ribu," ujar Agus membeberkan keluhan program 'Hemat' yang sebelumnya tidak merugikan driver.
Ketua BAM DPR RI Netty Prasetiyani mengatakan pihaknya akan menyampaikan aspirasi Koalisi Ojol Nasional ke pimpinan komisi terkait di gedung parlemen itu. Seluruh aspirasi akan digodok dan ditelaah hingga mendapatkan kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak-antara ojol dan perusahaan aplikator.
Menurut Netty, BAM DPR tidak memiliki hak untuk bersikap dalam perkara ini. Dia berjanji akan menampung seluruh aspirasi itu dan membahasnya dalam rapat kerja dengan pemerintah atau Kementerian Ketenagakerjaan dan aplikator ojol. Namun dia menyatakan BAM DPR berada dalam kubu Koalisi Ojol Nasional untuk mendukung kesejahteraan mereka.
“Jadi ini fakta yang valid bahwa hari ini ada ketidakadilan yang dirasakan teman-teman ojol. Tentu diskriminasi ini harus dihentikan. Saya yakin pihak aplikator sudah mendapatkan keuntungan (dari kinerja pengemudi ojol) yang disebutkan tadi,” ucap Netty pada rapat tersebut.
Menurut Netty, dalam konteks hubungan kerja tidak boleh adanya ketidakadilan. Namun karena posisi pengemudi ojol saat ini masih berstatus sebagai mitra, maka banyak dilema untuk penerapan regulasi soal kesejahteraan mereka. Dia menyebut sebelum akhir Mei 2025, komisi-komisi terkait di DPR akan memanggil pihak-pihak yang bisa menggodok soal payung hukum bagi pengemudi ojol.
“Paling penting adalah perlindungan sosial. Kalau bicara pekerjaan yang berhubungan dengan transportasi, risikonya sangat besar. Bisa badan sendiri jatuh dan luka, bensin habis dia yang beli, modal kerja dia yang pikirkan. Sungguh tidak adil kalau aplikator mendapatkan keuntungan tapi pemerintah tidak memediasi agar pekerja ini, mitra kerja ini, mendapatkan haknya,” ucap Netty.
Pilihan Editor: Kemitraan Ojek Online yang Eksploitatif