NAMANYA Jailani Naro. Sering ia dipanggil Jeni, tapi kemudian
jadi Joni. Terakhir malah ada yang melt1anggilnya John saja.
Itulah dia yang telah merintis usaha pialang komoditi di
Indonesia. Namanya memang tidak dikenal selama ini di bidang
bisnis spekulasi, tapi Naro sebagai anggota terkemuka di DPR,
tentu saja, sudah banyak orang mengetahuinya.
Ketika "kejutan Radius" muncul, Naro mendadak menjadi perhatian
umum sehubungan dengan orang --orang penting dalam The
Pialag Connection Adalah Menlu Adam Malik sendiri secara
terbuka menyebut nama Naro, ketika menjelaskan kenapa anaknya,
Imron Malik, sampai ikut-ikutan. Naro begitu jengkel karenanya
hingga dituduhnya - terbuka pula, tentunya -- Pak Adam "sudah
pikun".
Naro, 48, walaupun cuma sebagai komisaris, adalah pendiri dan
tulangpunggung PT Dharma Unicus, satu dari ketujuh perusahaan
yang terkena larangan pemerintah. Sudah dua tahun berbisnis, PT
itulah yang tertua dari ketujuhnya.
Menteri Perdagangan Radius Prawiro berpendapat bahwa ketujuhnya
telah menyeleweng, melakukan bisnis seperti Hwa-hwe dan lotere
buntut. Tapi Naro membantah.
Di rumahnya di Kebayoran Baru minggu lalu, Naro menerima Yunus
Kasim dan Klarawijaya, keduanya dari TEMPO, yang
menginterpiunya. Dua tangannya repot menggendong sejumlah buku
tentarg bursa komoditi sebelum ia berbicara: "Ini jelas bukan
judi. Kalau judi, uang ditaroh pada suatu angka, main
untung-untungan. Dalam bursa komoditi dianalisa situasi pasar.
Keadaan politik, malah musim juga diperhitungkan.
Dia, katanya, mempeldjari bisnis ini dari buku maupun melihat
sendiri bursa komoditi di berbagai kota dunia. "Ini hanyalah
untuk orang yang prot. Kalau tidak mel1gerti, jangan
ikut-ikutam Banyak orang, walaupun sarjana, tidak mengerti. Dan
karena bukan untuk orang awam, PT Dhanna Unicus tidak pernah
memasang iklan dan tanpa resepsi untuk menarik nasaban".
Larangan pemerintah diumpamakannya sebagai "merusak susu
sebelanga karena nila setitik". Semustinya, katanya, pemerintah
bertindak terhadap perusahaan yang menyeleweng saja, dan
menentukan syarat-syaratnya. "Mudah-mudahan orang di dalam
maupun di luar negeri tidalh hilang kepercayaan kalau nanti
pemerintah mau mengadakan bursa komoditi sendiri".
Bukankah kegiatan pialang ini merusak perekonomian Indonesia ?
Jawab Naro :
"Sejak 2 tahun beroperasi di Indonesia, tidak ada kegoncangan
ekonomi karenanya. Tidak pula terbukti bahwa ia mengacaukan
harga. Malah, menurut saya, perusahaan pialang seharusnya diberi
bintang. Mereka menyedot uang panas yang selalu mengambang.
Kalau mata pemerintah tajam, hasil pajak bisa masuk dari bisnis
ini".
Komentar apa lagi sesudah dilarang, "Ya, jangan semua orang
ngomong apabila tak tahu persoalannya. Saya kira, perlu diadakan
seminar apakah itu judi atau bukan".
Masihkah anda tersinggung oleh keterangan Pak Adam yang
mengungkapkan nama anda dalam kegiatan ini?
"Sekarang sudah beres . . . Tapi saya adalah pelopornya. Ini
perlu dicatat".
Naro rupanya menelepon Menlu itu. Sesudah berkali-kali dicobanya
memperoleh hubungan, terjadi dialog menurut versi Naro begini:
Adam Malik: Ada apa, Bung?
Naro: Gimana cerita koran itu, Bung?
AM: Saya 'kan tidak bermaksud buruk.
N: Ya kenapa cuma saya yang disebut?
AM: Apa saya harus beri keterangan lagi kepada wartawan? . . .
Tapi kemenakanmu (maksudnya Imron) itu 'kan benar ikut kegiatan
ini setelah Bung?
N: Ya, tapi kenapa . . . Mengapa tidak disebut juga . . .
AM: Ya bagaimana Bung lah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini