Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi XI DPR Muhammad Misbakhun mengaku geram lantaran rekomendasi DPR ihwal penerapan cukai pada kemasan plastik dan minuman manis tak kunjung dilaksanakan. Apalagi, kata dia, pemerintah selalu berdalih penerimaan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai rendah lantaran obyek cukainya terbatas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Terlebih, penerimaan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tahun ini pun turun, dari Rp 317,77 pada 2022 menjadi Rp 303,19 triliun. Sehingga, menurut dia, penundaan penerapan cukai ini membuat negara mengalami kehilangan penerimaan yang sangat besar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Ini kelompok lobi siapa sih perusahaan minuman manis dan produsen kemasan plastik ini yang melakukan lobi ke pemerintah, sehingga ditunda pelaksanaannya ini," ujar Misbakhun dalam rapat dengar pendapat bersama Direktur Jenderal Bea Cukai di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Selatan pada Selasa, 14 Februari 2023.
Padahal DPR telah memberikan persetujuan atas penambahan obyek cukai ini sejak 2018. Selain dapat menambah penerimaan negara, pertimbangan DPR kala itu adalah potensi kerusakan lingkungan akibat kemasan plastik dan permasalahan kesehatan yang disebabkan oleh minuman manis.
Karena itu, ia meminta agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan Kejaksaan Agung segera menyelidiki potensi adanya lobi dari pelaku industri kepada pihak pemerintah.
"Karena ini potensi lost negara harusnya KPK, BPK, Kejagung nangkepin orang yang melakukan lobi ini. lobi apa yang ada. Kita harus marah. Kalau saya sih marah. Enggak pantes kita menunda-nunda," kata dia.
Ia mengaku yakin soal adanya lobi dari pelaku usaha di dua bidang itu. Pasalnya, dirinya pernah mengikuti fokus group discussion (FGD) dengan pihak pemerintah yang risiko bisnis yang terjadi apabila kemasan plastik dan minuman manis dikenakan cukai. Selain itu, ada wacana membelokan penerapan cukai ini, yang tadinya untuk kemasan plastik menjadi hanya pada tas plastik.
Di sisi lain, Misbakhun menyoroti soal utang negara yang semakin besar, padahal menurutnya, bisa diminimalisir dengan adanya penerimaan dari obyek cukai yang baru ini. Ibaratnya, kata dia, ada makanan di depan mata namun malah memilih nasi di warung sebelah dengan cara berutang.
Dia menilai kondisi itu mencerminkan adanya masalah serius dalam mengelola penerimaan cukai, khususnya dalam pengelolaan cukai. "Saya harus mengingatkan kembali konsisten dalam mengelola penerimaan negara. Supaya bapak menyampaikan ini ke Menteri bapa ada masalah serius dalam mengelola cukai ini," ujarnya pada Direktur Jenderal Bea dan Cukai Askolani.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini