Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KETIKA berbincang-bincang selama dua hari di ruangan sejuk Hotel Mandarin, Jakarta pada 27-28 September 1980, tak banyak yang mengira Musyawarah Nasional Pemuka Pengusaha itu akan berakhir sedikit ricuh.
Dipimpin langsung oleh Ketua Umum Kadin Indonesia Hasjim Ning, Munas itu kelihatannya berjalan lancar. Suasana menjadi lain setelah Probosutejo, ketua kompartemen pengembangan, organisasi dan pembauran Kadin Indonesia--yang selama Munas menjadi ketua panitia perumus--mengumumkan daftar anggota pengurus dari Ikatan Pemuka Pengusaha Indonesia (IPPI).
Tersebutlah Ptobosutejo sebagai ketua umum IPPI. Ada nama Dr. Ir. Ariono Abdulkadir sebagai sekjen dan Sudwikatmono yang ditampilkan sebagai wakil sekjen. Juga ada Andre Salim, salah seorang putra Liem Sioe Liong, sebagai wakil bendahara.
Tapi yang juga menarik adalah para pembina IPPI, yang terdiri dari Hasjim Ning sendiri, bekas Ketua Umum Kadin Pusat Marsekal Swoto Sukendar, Liem Sioe Lion (Sudono Salim), Surya Wonowidjoyo dari PT Bentoel dan William Soeryadjaya, dirut PT Astra International Inc yang menjadi bendahara umum Kadin Indonesia.
Para pembina dan pengurus IPPI itu masih diperkuat dengan suatu tim ahli terdiri dari 19 orang, antara lain Dr. Sri Edi-Swasono, Drs. Soerjo Sediono, Drs Lho SH Ginting, Ir. Ciputra, Aburizal Bakrie, Fahmi Idris sampai Dr. Lie Tek Tjeng. Telah lahir organisasi pengusaha baru, Banyak orang berpendapat begitu. I Nyoman Moena, wakil ketua bidang keuangan Kadin bahkan berkomentar: "IPPI adalah Kadin di dalam Kadin."
Mulut A. Baramuli SH, ketua kompartemen perdagangan dan koperasi Kadin Indonesia, termasuk yang bersuara paling keras. Tak sampai sepekan setelah usainya Munas, dalam suatu rapat Dcwan Pimpinan Kadin, Arnold Baramuli kabarnya telah menuding Hasjim Ning sebagai membiarkan lahirnya organisasi yang bisa dianggap sebagai "tandingan" Kadin Indonesia itu.
Tak begitu jelas apa yang dilontarkan para pimpinan Kadin yang lain. Tapi sebelum sedang DPH dimulai, dari mulut ke mulut banyak pengusaha yang tadinya tak keberatan--atau tak mengetahui?--namanya dimasukkan dalam IPPI, menarik diri.
William Soeryadjaya. ketika ditemui TEMPO dalam suatu kesempatan, mengelak untuk menerangkan apa sebenarnya yang terjadi. Sedang Hasjim Ning, sehari setelah rapat yang panas itu, naik haji lagi bersama Menteri Agama Alamsjah.
Probosutejo, yang selama Munas di Hotel Mandarin itu selalu nampak kalem, rapi, mengenakan stelan jas berdasi, menerangkan bahwa tujuan utama dari ikatan yang dihebohkan itu tak lain adalah membantu kaum pengusaha golongan ekonomi lemah.
Menurut Probo, yang memiliki sejumlah perusahaan, (perkebunan cengkih, peternakan ayam, pabrik gelas sampai kontraktor), semua ketentuan itu pada prinsipnya akan disalurkan melalui perusahaan yang berbentuk PT maupun koperasi. "Bila berbentuk PT maka yang diutamakan adalah PT dengan pemegang saham yang luas, sedikitnya 10 orang," kata Probo. Maksudnya agar terjadi pemerataan pemilikan.
Pengusaha besar yang dikenal sebagai pelindung Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia ini, tak keberatan ketika sidang DPH Kadin Indonesia sampai pada kesimpulan: mengubah IPPI menjadi IP3I (Ikatan Pemuka Pembauran Pengusaha Indonesia).
Dewan pembina IPPI, yang terdiri dari pucuk pimpinan Kadin Indonesia, dihapus sama sekali. Sekalipun masih memakai nama 'ikatan', tapi IP3I berada langsung di bawah kompartemen pengembangan, organisasi dan pembauran Kadin yang diketuai Probosutejo.
Dengan begitu seperti kata anggota DPH Kadin, Yan Mokoginta, ikatan tersebut lebih merupakan task-force dari Kadin. Semua anggota DPH Kadin, dalam rapat tersebut, juga diputuskan agar ramai-ramai menjadi pembina IPBI.
Merasa tenang kembali, Baramuli, bekas jaksa tinggi di zaman Soekarno yang kini memimpin kelompok perusahaan Poleko Grup, lalu bernada rendah. "Saya cuma mendudukkan proses pelaksanaan pembauran secara organisatoris, agar pembauran itu sendiri bisa diterima rakyat," katanya. Ketua Hasjim Ning tentunya bertolak ke Mekah dengan hati tenang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo