Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

"Babah" Juru Selamat

Syamsul Nursalim/Liem Tjoen Ho, tampil sebagai dir-ut BDNI untuk menyelamatkan krisis BDNI yang terbenam utang akibat tindakan dir-ut untuk BDNI yang lama Paulus Wibowo. (eb)

11 Oktober 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUATU penyelesaian ternyata sudah terjadi dalam mengatasi krisis yang menimpa Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) -- salah satu bank devisa swasta yang terkemuka di Jakarta. BDNI yang mengalami krisis akibat tidak sanggup membayar utang-utangnya kepada bank-bank luar negeri sebesar US$ 30 juta, telah menarik simpati seorang pengusaha nonpribuml. Sjamsul Nursalim, 38 tahun, dulu Liem Tjoe Ho, oleh kalangan pengusaha di Kota yang mengenalnya telah dijuluki sebagai 'juru selamat" BDNI. Lebih dikenal sebagai industrialis, Sjamsul yang pernah sekolah di Inggris itu, merupakan nasabah lama dari bank Pranis terkenal Societe Generale-, cabang Singapura. Kepada TEMPO baru-baru ini Dir-Ut BDNI yang baru ini mengoreksi berita yang mengatakan BDNI mendapat pinjaman US$ 15 juta atau Rp 9,4 milyar dari bank pemerintah Prancis Societe Generale. "Itu tidak betul," katanya. Dalam bahasa Indonesia yang tak begitu lancar, Sjamsul yang tergolong kelompok "Babah" itu kemudian menerangkan, pinjaman itu memang berasal dari liociete Generale cabang Singapura. "Tapi itu buat perusahaan saya yang lain," tukasnya. Mengobati Sebelum terjun ke BDNI, Sjamsul adalah Dir-Ut PT Gajah Tunggal, pembuat ban-ban sepeda motor merk Gajah dan IRC. Dia juga duduk dalam direksi perusahaan cat Kansai, yang bekerjasama dengan Jepang. Di Lampung dia punya pabrik Tapioka. Satu-satunya kegiatan Sjamsul di bank, adalah sebagai Komisaris Utama PT Daya Indonesia Bank, sebuah bank lokal di Jalan Kopi, Jakarta Kota. Di Singapura dia juga punya kegiatan, antara lain sebagai salah seorang pemilik perkantoran Tuan Sing Tover, Robinson Road. Di gedung jangkung itu pula Societe Generale cabang Singapura membuka kantornya. Tak heran bila Sjamsul, yang sejak kecil bercita-cita menjadi bankir, mendapat kepercayaan dari bank Prancis itu. Boleh jadi pinjaman itu ia salurkan untuk mengobati BDNI, antara lain untuk membeli 50% sahm bank tersebut. Uang itu kemudian akan digunakan oleh BDNI untuk melunasi utang-utangnya. Bank-bank di luar negri yang masih mempunyai tadihan kedapa Ja BDNI dengan sendirinya merasa senang, sekalipun mereka mengetahui tak semua kreditnya akan kembali. Setidaknya itulah perasaan tira bank pemberi pinjaman terbesar kepada BDN. Bankirs Trust of New York mengutangkan US$ 1,8 juta kepada BDNl, B?nque Nationale de Paris sekitar US$, 2,8 juta, Chiyu Banking Corporation -- sebuah bank milik pemerintah RRC punya tagihan sebesar US$ 6,2 juta. Ketiga bank itu pada prinsipnya menyetujui perjanjian yang dibikin dengan Sjamsul Nursalim dan BDNI, bahwa mereka, akan menerima sekitar 66% dari BDNI sebagai pembayaran sebagian utangnya. Sisanya yang 34% akan dicicil selama 7 tahun oleh PT Irosteel Works dan PT Baja Indonesia Utama, dua pabrik baja menyedot sebagian besar dana BDNI sebagai akibat tindakan Dir-Ut BDNI yang lama, Paulus Wibowo. Ketika masuk di BDNI Paulus telah menyetor sebanyak 50% atau Rp 1,5 milyar -- separuh dari seluruh modal BDNI setelah ditingkatkan. Saham bagian Paulus itu yang diambil oper oleh Syamsul. Sisanya 50% masih milik PT Nasantour Duta Development Corporation dan PT Duta and Djaya Development Investment Corporation, keduanya punya Sri Sultan Hamengkubuwono XI. Foto Sri Sultan, bekas Wakil Presiden RI itu, masih tetap terpampang di dinding ruang kerja Syamsul Nursalim. Dan dalam rapat luar biasa para pemegang saham 19 September lalu, diputuskan Pak Sultan akan tetap duduk sebagai Komisaris Utama Kehormatan, di samping Mayjen Pol Purn. Moh. Soebekti sebagai Ketua Dewan Komisaris. Tak lain nama Paulus Wibowo dan Sri Budoyo Mewakili Sri Sultan, tokoh pariwisata itu tadinyaadalah komisaris Utama BDNI. Menurut Suwito Reksoatmojo 66 salah satu komisaris BDNI sejak 1962, modal statuter (yang tercantum dalam akte notaris) BDNI berjumlah Rp 15 milyar. Tapi persyaratan minimal modal kerja sebuah bank devisa, seperti ditetapkan oleh BI, adalah Rp 6 milyar dua kali lipat dari persyaratan BI sebelumnya. Bagi bangkir Nursalim, nasabah bank Prancih itu, ini agaknya bukan soal. Minggu lalu persyaratan modal itu sudah disetornya,"kata Sawito.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus