PILIH koran berbahasa Inggris, Enchik? New Straits Times dan
The Star, dua korari utama yang terbit di Kualalumpur,
hari-hari ini semakin keta bersaing. Keduanya antara lain
berlomba menyajikan berita maupun karangan feature tambahan yang
dianggap menarik.
Dengan semangat bersaing itu, Noordin Sopiee, editor kelompok
New Straits Times Press (Malaysia) Berhad berupaya menampilkan
New Strait Times (NST) lebih "cemerlang dan ceria".
Disingkirkannya segala artikel yang dianggap menemukan dan
membosankan pembaca. Dan mulai disajikannya tulisan investigasi
mengenai praktek sejumlah dokter serta tempat rehabilitasi para
pecandu narkotika secara terperinci.
Di halaman koran tersebut juga bisa dijumpai feature baru
tentang orang-orang yang melawan korupsi, serta para eksekutif
penting yang pensiun. Hampir tak kelihatan tulisannya yang
bersifat sanjungan untuk kaum pengusaha maupun pejabat resmi.
Angka penjualannya menanjak sejak April. Pihak manajemen
menginginkan oplah harian koran itu bertambah lagi 48 ribu dari
kini 192 ribu. Mungkin bisa dikejarnya oplah edisi Minggunya
yang kini mencapai 240 ribu. Sukses serupa diharapkannya juga
akan terjadi pada Malay Mail, koran sore terbitan kelompok itu,
yang kini beroplah 56 ribu.
Corong Pemerintah
Tapi mengubah politik redaksi NST tanpa menggusarkan pemerintah
Malaysia tidaklah mudah. Kenapa? Kualalumpur selama ini tidak
dikenal toleran terhadap kritik. Lagipula United Malas National
Organization (UMNO), partai yang kini berkuasa di Malaysia,
mengontrol penerbitan tadi secara tak langsung.
Fleet Holding Sendirian Berhad, perusahaan swasta yang dibentuk
1972 oleh Tan Sri Kamarul Arifin, penasihat hukum UMNO,
menguasai separuh saham NST. Arifin kini memimpin Bank Bumiputra
yang dikendalikan pemerintah. Sekitar 95% dari kekayaan Fleet
tadi dipegang oleh akuntan Junus Sudin, yang kini menjabat
managing director kelompok penerbitan itu. Sedang akuntan Datuk
Azman Hashim, pimpinan Bank Kwong Yik, menguasai sisa saham
(5%).
Kedua akuntan itulah, menurut sumber keuangan, yang sesungguhnya
berperanan sebagai wakil UMNO. Karena menguasai separuh saham,
Fleet Holding, yang juga berusaha di bidang perbankan, sangat
berpengaruh di kelompok penerbitan tersebut. Pengaruh Straits
Times Group (Singapura), yang menguasai 30% saham NST, tentu
saja, dianggap hampir tidak ada. Namun "kami tidak pernah
berpikir sekali pun untuk jadi corong pemerintah belaka," ujar
Editor Sopiee seperti dikutip koran Asian Wall Street Journal
(Hongkong).
Bagaimana The Star? Koran ini menyediakan ruangan bagi berita
pemborosan dan ketidak efisienan aparat pemerintah, sambil ia
menerapkan pendekatan yang pro-konsumen. "Nada kami gaya kami,
maupun perusahaan kami sangatlah berbeda," ungkap H'ng Hung
Yong, managing director surat kabar itu. Sementara iru, Gobind
Rudra, group executive editor, berjanji koran itu "akan
menyajikan yang terbaik ketimbang yang pernah dikerjakan selama
empat tahun terakhir."
Belum lama ini, misalnya, The Star mengkritik pemerintah yang
mengubah secara kontroversial Societies Act. Ia juga mengecam
pemerintah yang memboros membangun suatu tempat upacara (menelan
M$ 4,4 juta, Rp 1,1 milyar), di perbatasan Kualalumpur dan
negara bagian Selangor. Untuk meningkatkan daya saing, ia juga
menyajikan kolom yang ditulis bekas PM Tunku Abdul Rachman dan
bekas tokoh oposisi dr. Tan Chee Koon sekali seminggu.
Perang antara NST dan The Star dimulai empat tahun lalu. Ketika
itu Huaren Holding Sendirian serhad, perusahaan milik Malaysian
Chinese Association (MCA) -- partai politik Cina terkemuka --
membeli 67,4% saham The Star. Oplah koran yang cenderung merosot
itu berhasil didongkrak menjadi 56 ribu (untuk harian) dan 71
ribu (edisi Minggu). Tahun lalu, koran tabloid yang menyebut
dirinya "koran rakyat" itu memperoleh keuntungan M$ 1 juta (Rp
270 juta). Sedang The New Straits Times Group, untung bersih M$
26 juta (Rp 7,02 milyar) -- termasuk laba yang diperoleh dari
usaha pergudangan dan distribusi. Selain di Kualalumpur,
kelompok NST juga punya percetakan di Penang dan Johor.
Keuntungan besar tadi bisa ditangguk kedua koran itu berkat
kompetisi sehat tanpa ada pembatasan halaman dan iklan.
Tampaknya NST yang sudah berusia 138 tahun, jelas akan tetap
unggul. Iklan dari berbagai instansi pemerintah, secara tetap
terpasang di media tadi. Dan dalam persaingan sengit itu,
National Ecbo, yang makin merosot oplahnya, akan semakin
tercecer.
Dalam jangka panjang, pertarungan ini justru akan dimenangkan
oleh Utusan Malaysia dan Berita Harian, dua koran utama
berbahasa Malaysia. Maklum bahasa Malaysia jadi bahasa pengantar
(utama) di lembaga pendidikan dan pemerintahan, menggantikan
bahasa Inggris.
Wartawan TEMPO Ilham Ahmad di Kualalumpur melaporkan bahwa
golongan non-bumiputra (Cina dan India) kini cenderung pula
menyukai koran berbahasa Malaysia. "Saya yakin, dalam beberapa
tahun mendatang, Utusan Malaysia akan menjadi koran terbesar di
negeri ini," kata Mazlan Noordin, pemimpin redaksinya.
Oplah edisi harian Utusan Malaysia kini mendekati 200 ribu,
sedang edisi Minggunya lebih 300 ribu. Sementara 13erita Harian,
yang diterbitkan kelompok NST, edisi hariannya beroplah 125 ribu
dan edisi Minggunya 200 ribu.
Kelompok Utusan Malaysia juga menerbitkan Utusan Melayu,
bertulisan Jawi (Arab), yang beroplah 42 ribu. Di kelompok ini,
Fleet Holding juga pemegang saham terbesar. Dibanding dengan
koran berbahasa Inggris maupun Cina (ada delapan buah), demikian
para eksekutif penerbitan, koran berbahasa Malaysia punya
potensi bertumbuh pesat. Tahun 1990, menurut ramalan Sopiee,
Berita Harian akan menjadi pembawa bendera New Straits Times
Press Berhad. Jika demikian halnya, tak akan hilang Melayu di
sana.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini