Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Kritik tanpa cabe

Pameran karikatur untuk merayakan ulang tahun harian sinar harapan yang ke-22, tema: peran serta pers dalam pembangunan nasional. (md)

7 Mei 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERS Indonesia bak pemain akrobat yang meniti seutas tambang. Atau, bak sebuah perahu yang menuju ke pulau "Kepentingan Nasional" yang perairannya penuh ranjau. Itulah antara lain gambaran pers kita menurut sejumlah karikaturis peserta sayembara karikatur untuk merayakan ulang tahun harian Sinar Harapan, Jakarta, yang ke-22. Dan 24-30 April lalu, 106 dari dua ribu karikatur peserta sayembara, terpilih untuk dipamerkan di lobi Gedung Utama PT Sinar Kasih (yang menerbitkan harian tersebut). Dari sayembara karikatur yang bertemakan "Peran Serta Pers dalam Pembangunan Nasional" ini, tergambarkan berbagai hambatan yang menjegal pers kita untuk "membangun". Budiman Latief dari Jakarta menggambarkan kritik sosial yang dilancarkan pers bisa-bisa menjadi bumerang. Pena wartawan yang sedang berlari itu terlepas, dan tiba-tiba berbalik langsung menuju dadanya. Yang lain, karikatur Lim Bun Chai, dari Jakarta pula, menggambarkan betapa kebudayaan teguran lewat telepon bisa menjatuhkan semangat wartawan. Sudah susah-susah, gentayangan mencari kebenaran sebuah isu, ketika mau naik cetak tersandung kabel telepon. Mau apa, coba. Pun yang ini: sementara pers bersusah payah menumbuhkan pohon pembangunan, tiba-tiba datang oknum yang membabat pohon itu dengan kelewang. Sejumlah surat kabar memang sudah secara rutin memasang karikatur sebagai salah satu cara beropini koran tersebut -- di samping tajuk rencana. Tapi, kebanyakan karikatur di koran-koran kita tidak terlalu digarap gambarnya, dan biasanya masih mengandalkan kata-kata untuk menyampaikan isinya. Pemenang pertama sayembara karikatur Sinar Harapan pun sesungguhnya tidak mengandalkan gambar, tapi kata-kata. Seorang tuan besar tengah memaki-maki pelayan restoran sambil menggebrak meja: "Sudah saya bilang: satu porsi kritik tanpa cabe! Tanpa cabe!!!" Si pelayan, yang lengan bajunya bertuliskan "pers" itu, cuma berdiri bengong dan tubuhnya berlumuran "satu porsi kritik" itu tadi. Inilah karya Thomas Aquino Lionar dari Bangka, yang mengingatkan karikatur Muchsin Zain yang dimuat TEMPO, 29 Januari 1972. Sang wartawan (tampangnya mengingatkan pada Jakob Utama, Pemimpin Redaksi Kompas) bertanya kepada seorang pejabat: "Kritik manis atau pedas?" Dilihat dari segi gambar karya Mochamad Imam Bahtera, pemenang ke-2, lebih tampil. Karikatur ini menggambarkan pena wartawan yang menjadi melengkung, impoten, ketika telepon berdering. Sederhana tapi cukup berbicara. Secara keseluruhan pameran karikatur ini tidak mencerminkan gerak kreativitas. Karikatur yang sebenarnya diharapkan memiliki kebebasan menajamkan suatu masalah hingga menjadi begitu khas, atau menjadi begitu kocak, tak tertampilkan di sini. Sebagian besar bila tidak hanya sekadar ilustratif (misalnya mengibaratkan pers sebagai becak di tengah lalu lintas mobil dan motor yang gegap gempita), ya, menjadi semacam poster pembangunan (pers dengan cetok penanya menyemen bata pembangunan dengan berita-berita). Apa lagi hampir semuanya mencoba membela pers, sambil memojokkan keadaan. Suatu sikap yang hambar, mengingat pameran ini diselenggarakan pihak pers. Mirip karikatur yang mengejek mereka yang tertindas -- terasa berlebihan dan tidak adil. Semestinya karikatur memencongkan mereka yang berada di atas, atau memencengkan diri sendiri. Maka sebuah karikatur yang mengejek bagaimana wartawan ketakutan dikejar polisi, dalam pameran ini, bisa sangat menarik. Karya Jaya Rahmad ini menampilkan gambar sebuah tustel besar dan seorang wartawan yang gemetar ketakutan bersembunyi di balik lampu blitz. Sementara di sudut kiri tustel ini berjalan seorang polisi memutar-mutar pentungannya. Siapa bilang wartawan tak kenal takut?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus