Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Kue Pesta Porsi Mini

Konsumsi masyarakat mendorong pertumbuhan ekonomi pada triwulan pertama 2009. Pesta demokrasi menggerakkan sektor industri.

1 Juni 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ROTI bikinan Nenti laris manis pada hari-hari kampanye legislatif sepanjang Maret hingga awal April lalu. Berbagai kegiatan kampanye dan rapat akbar membuat penjualannya bertambah 50 ribu menjadi 200 ribuan roti per hari. Dagangan perempuan 40 tahun ini memang murah meriah: roti Lucky Bakery, dikenal dengan roti seceng alias Rp 1.000-an.

Saban hari, karyawan Nenti mengangkut roti fresh dari oven pabrik kelas rumahan di Duri Kepa, Jakarta Barat. Kue dititipkan ke toko atau warung di seantero Jakarta. Petugas juga mesti menarik barang yang kedaluwarsa, yakni yang belum laku dalam tiga hari. Ini untuk menjamin agar roti tetap layak konsumsi. ”Biar aman,” kata Nenti.

Kue pemilu juga nyiprat ke bisnis sablon. Leiden Agung Bersama, toko sablon di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, kebanjiran order. Een, pemilik toko, mengatakan pendapatannya melompat hingga tiga kali lipat dari biasanya Rp 300 juta per bulan. Kebetulan, lapak Een berdekatan dengan kantor Partai Hanura dan Halida Center milik Halida Hatta—kader Partai Gerindra. Ada juga pesanan kaus dari Partai Demokrat.

Leiden Sablon menyediakan banyak pilihan produk dengan harga yang bervariasi. Kaus, misalnya, ditawarkan mulai Rp 7.000 sampai Rp 22 ribu per buah. Ini memudahkan pemesan menyesuaikannya dengan kemampuan kantong. Tapi ada batasan order, minimal 500 buah. Pada pemilu legislatif lalu, ia melayani permintaan dari sejumlah partai rata-rata 10 ribu kaus.

Sebaliknya, ada yang merasa alergi dengan pemilu. Sedayu Sablon, misalnya, ogah menerima order dari calon anggota legislatif. Toko sablon milik Sansan ini kapok lantaran lima tahun lalu banyak pengorder yang kabur. Tidak sedikit pesanan yang tak diambil. Kendati begitu, ia masih juga menerima pesanan asalkan jelas urusan fulusnya, di antaranya 20 ribu payung yang diorder Partai Hanura.

Hajatan lima tahunan itu secara tak langsung rupanya mendorong konsumsi masyarakat.

Selama tiga bulan pertama 2009, catatan Danareksa Research Institute menunjukkan konsumsi masyarakat tumbuh 5,8 persen. Angka ini tergolong tinggi karena dalam sembilan tahun terakhir, konsumsi masyarakat rata-rata hanya tumbuh 4,2 persen. Ditambah belanja pemerintah, ekonomi Indonesia akhirnya bisa tumbuh 4,4 persen.

Kepala Badan Pusat Statistik Rusman Heriawan menambahkan, pertumbuhan kali ini memang lebih banyak digerakkan oleh pengeluaran masyarakat. Bayangkan, selama tiga bulan pertama ini, porsi belanja masyarakat mencapai lebih dari 60 persen (Rp 808,4 triliun) dari total produk domestik bruto Rp 1.300,3 triliun. Sisanya baru belanja pemerintah.

Selain konsumsi, kata Rusman, sektor yang menyumbangkan pertumbuhan cukup signifikan antara lain sektor pengangkutan dan komunikasi, yang paling tinggi, yakni 16,7 persen, pertanian (4,8 persen), pertambangan (2,2 persen), dan industri pengolahan (1,6 persen).

Sinyal bahwa nadi perekonomian mulai bergerak diungkapkan Menteri Koordinator Perekonomian yang juga Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, awal April lalu. Ia menggunakan indikator konsumsi listrik tegangan tinggi—yang melayani segmen khusus industri—yang sempat tumbuh 2,5 persen. Meski relatif kecil, angka tersebut setidaknya menunjukkan adanya pergerakan.

Menurut Wakil Direktur Utama Perusahaan Listrik Negara Rudiantara, permintaan listrik memang masih tumbuh meskipun sebelumnya dibayangi penurunan akibat kegiatan industri melemah. Secara keseluruhan, kata dia, penjualan setrum naik dua persen. Rinciannya, segmen rumah tangga naik 5 persen, sosial 4 persen, bisnis 5,4 persen, dan pemerintah 5,9 persen.

Khusus permintaan pelanggan industri, kata Rudi, memang turun dibanding periode yang sama tahun lalu. Penurunannya lumayan tajam, 13 persen. Tapi, jika dilihat angka bulanannya, penurunan permintaan listrik industri itu mengecil. Sementara pada Januari lalu penurunan permintaannya masih 16 persen, pada Februari dan Maret tinggal 12,5 persen dan 10,5 persen. ”Gap dari bulan ke bulan mengecil,” ujar Rudi.

Artinya, Rudi menambahkan, ada sinyal peningkatan aktivitas pelanggan dari sektor industri. Pelanggan segmen ini memakai setrum 34 persen dari total konsumsi sekitar 1 triliun watt-jam per bulan. Pengguna terbesar adalah segmen rumah tangga, yang mencapai 42 persen.

Konsumsi listrik memang menyusut drastis. Sebelumnya, ketika harga minyak dunia menyentuh US$ 147 per barel pada Juli 2008, kalangan industri diminta berhemat setrum. Pemerintah menerbitkan surat ketetapan bersama lima menteri yang mengatur penggunaan listrik industri. Sampai-sampai pemakaian lampu iklan, lampu jalan, dan penyejuk udara pun ”ditertibkan”.

Baru dua bulan aturan itu berlaku, eh, keadaan berbalik. Dunia dilanda krisis finansial. Ekonomi terjungkal, termasuk di Indonesia. Resesi merambat dengan cepat dari negara maju ke negara-negara sedang berkembang. Pasar ekspor yang ambruk akhirnya mengakibatkan perusahaan yang berbasis ekspor pun berjatuhan. Produksi dipangkas, sejumlah karyawan pun dirumahkan.

Namun pemilihan calon anggota legislatif pada 9 April lalu benar-benar membawa angin segar. Sektor riil menunjukkan gejala kebangkitan. Industri tepung terigu, misalnya, tumbuh 6,3 persen selama triwulan pertama tahun ini. Volume penjualan, kata Ketua Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia Ratna Sari Loppies, naik dari 769 ribu ton menjadi 846 ribu ton. ”Banyak orang bikin kue atau membagikan mi instan,” katanya.

Industri air minum dalam kemasan malah tumbuh 10 persen. Kampanye dan rapat-rapat akbar selama Maret-April agaknya yang membuat permintaan air dalam kemasan naik. Bahkan, kata Willy Sidharta, ketua asosiasi industri ini, di daerah tertentu, seperti Bali, permintaan bisa tumbuh hingga 20 persen. Mungkin, kata dia, karena cuaca di sana lebih panas.

Tapi Direktur Eksekutif PT Bogasari—produsen tepung terigu terbesar di Indonesia—itu menilai pertumbuhan kali ini semu. Artinya, peningkatan penjualan bukan merupakan demand yang sebenarnya, alias bersifat sesaat. ”Karena pemilu saja, banyak uang beredar dari para calon anggota legislatif dan partai.” Itulah yang kemudian dibelanjakan oleh masyarakat.

Pemerintah memang berharap banyak dari pesta demokrasi, untuk menggenjot ekonomi. Sebab, paket stimulus yang menjadi andalan untuk mendorong pertumbuhan malah molor. Hingga triwulan pertama, belum ada program stimulus yang terealisasi. Maka perayaan pemilihan presiden Juli mendatang diharapkan mengerek konsumsi lebih tinggi lagi.

Ratna memperkirakan pada triwulan kedua masih kecipratan rezeki pemilu. Kendati yang berkampanye tak sebanyak April lalu, kata dia, uang yang mengalir ke masyarakat bisa jadi lebih besar. Konsumsi masyarakat masih bisa diharapkan mendongkrak pertumbuhan pada triwulan kedua. Apalagi jika pemerintah segera membelanjakan uangnya yang teronggok di Bank Indonesia sampai Rp 170 triliun pada Maret lalu.

Dalam bahasa Kepala Ekonom Danareksa Research Institute, Indonesia kini ada di persimpangan jalan. Ekonomi bisa tumbuh lebih tinggi jika pemerintah mempercepat belanjanya. Atau sebaliknya justru perekonomian Indonesia melambat. ”Kuncinya di tangan pemerintah,” katanya.

Retno Sulistyowati

Data Penjualan Tepung Terigu
(dalam ton)

BulanProduksi
dalam negeri
Impor  
Januari245.78315.968261.751
Februari268.42325.000293.423
Maret251.83530.000281.835
April242.21235.000277.212

SUMBER: ASOSIASI PRODUSEN TEPUNG TERIGU INDONESIA

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus