Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Bisnis perhotelan dan pariwisata berupaya memenuhi standar kebersihan dan kesehatan untuk menggaet konsumen.
Kementerian Pariwisata memproyeksikan kunjungan wisatawan mancanegara berkisar 3-9 juta orang pada 2021.
Proyeksi bisnis pariwisata masih sulit diprediksi, bergantung pada kebijakan pemerintah.
JALAN Legian, kawasan Kuta, Bali, masih terlihat lengang pada Selasa siang, 1 Desember lalu. Hanya sebagian toko dan restoran yang buka. Sebelum pandemi virus corona, untuk menyusuri jalur utama di sana, biasanya butuh waktu sekitar 30 menit karena macetnya lalu lintas. Namun, siang itu, perjalanan hanya memerlukan waktu 10 menit.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ni Putu Suartini, penjaga toko cendera mata di Jalan Legian, mengatakan kawasan Kuta sepi setelah terjadi pagebluk corona. Toko Putu yang menjual patung serta aksesori seperti anting dan gelang tak lagi disambangi wisatawan. Sementara dulu bisa meraup pendapatan Rp 500 ribu-1,5 juta dalam sehari, kini Putu hanya dapat mengantongi Rp 50 ribu. “Mudah-mudahan turis lebih ramai pada liburan akhir dan awal tahun,” ujar perempuan asal Singaraja, Bali, itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pagebluk juga membuat bisnis hotel di Bali lunglai. Ketua Bali Hotel Association I Made Ricky Darmika Putra menyebutkan baru 25 persen hotel di Bali yang beroperasi. Menurut dia, tingkat keterisian kamar hanya sekitar 30 persen. Padahal, menjelang masa libur akhir tahun, okupansi hotel bisa sampai 80 persen. “Wisatawan domestik masih mendominasi,” ucap Corporate General Manager Santrian Resorts & Villa tersebut.
Dinas Pariwisata Bali mencatat, hingga September lalu, hanya ada 1 juta wisatawan asing di Pulau Dewata. Padahal sebanyak 6 juta turis berkunjung pada periode yang sama tahun sebelumnya. Adapun jumlah wisatawan lokal yang mengunjungi Bali cuma 3,7 juta orang hingga Oktober lalu. Pada 2018, jumlahnya mencapai 10,5 juta orang.
Made Ricky mengatakan tamu-tamu hotel lebih selektif dan hati-hati dalam memilih penginapan di tengah pandemi. Sejak pariwisata Bali dibuka kembali pada Juli lalu, banyak wisatawan menanyakan soal penerapan protokol kesehatan serta sertifikasi kesehatan dan kebersihan dari Dinas Pariwisata ataupun Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Konsumen baru memesan kamar setelah yakin hotel menjalankan protokol kesehatan. “Kami memperkirakan tren perilaku konsumen itu berjalan sampai pandemi reda,” katanya.
Kementerian Pariwisata mengadakan sertifikasi kebersihan, kesehatan, keamanan, dan kelestarian lingkungan. Ini protokol yang harus dipatuhi pengelola bisnis wisata agar bisa kembali beroperasi. Hingga Sabtu, 5 Desember lalu, program yang dikenal sebagai sertifikasi CHSE itu telah menjangkau hampir 11 ribu usaha pariwisata di 333 kota dan kabupaten.
Seperti di Bali, hotel-hotel di Bogor, Jawa Barat, menerapkan protokol CHSE untuk menggaet kembali tamu. Public Relations Hotel Salak The Heritage, Mega Jayanti Sutisna, mengatakan tamu yang menginap di situ tak hanya menjalani pemeriksaan suhu tubuh, tapi juga wajib mengisi formulir riwayat kesehatan. Hal yang sama berlaku bagi karyawan hotel. “Kami menolak tamu dari luar negeri yang belum menjalani karantina selama 14 hari,” tutur Mega.
Di Hotel Aston Bogor, pengelola menyemprotkan cairan disinfektan sedikitnya dua kali sehari. Penyemprotan bisa diulang jika tamu meminta kamar dan properti di dalamnya disterilkan lagi sebelum mereka tiba. Mencegah kerumunan wisatawan, pengunjung restoran diatur dengan sistem ganjil-genap berdasarkan nomor kamar. Pengelola juga menyediakan sejumlah gel pembersih tangan di sejumlah lokasi. “Ada biaya operasional tak terduga karena adaptasi protokol kesehatan,” ujar Assistant Public Relations Manager Aston Bogor Hotel & Resort Meida Sari.
Pengunjung di area outdoor Hotel Aston Bogor, Jawa Barat, 3 Desember 2020. Tempo/M.A. Murtadho
Pejabat sementara Sekretaris Jenderal Indonesian Hotel General Manager Association, Bustamar Koto, mengatakan penerapan protokol kesehatan di hotel-hotel di Bogor membuat okupansi di wilayah itu mendekati 70 persen hingga Desember tahun ini. Padahal rata-rata tingkat hunian hotel di Jawa Barat sekitar 50 persen. Bustamar yakin bisnis pariwisata akan pulih tahun depan jika pengusaha konsisten menerapkan dan menjaga protokol kesehatan.
Meyakinkan pelanggan untuk kembali menginap, grup Accor dengan jaringan lebih dari 130 hotel di Indonesia tak hanya menerapkan standar CHSE yang dibuat pemerintah. Vice President Sales Marketing Distribution and Loyalty Accor Malaysia, Indonesia, dan Singapura Adi Satria mengungkapkan, pihaknya juga meluncurkan label ALLSAFE—berisi sekitar 100 standar kebersihan dan keamanan hotel. Menurut Adi, standar itu meliputi peningkatan pembersihan area publik dan kamar, aturan menjaga jarak di restoran, serta solusi pembayaran hotel yang nirsentuh.
Adi menyebutkan proyeksi bisnis pariwisata mendatang masih sulit diprediksi karena situasi yang dinamis. Menurut dia, arus wisatawan yang masuk ke Indonesia perlu waktu lebih lama untuk pulih. Namun, menurut catatan grup Accor, pariwisata dan bisnis perhotelan di Jakarta serta beberapa kota besar lain mulai bangkit. “Kebijakan pemerintah akan menentukan pemulihan kegiatan pariwisata,” ucapnya.
Seperti Adi, Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia Maulana Yusran mengatakan bisnis pariwisata tak akan langsung bergairah tahun depan. Dia memperkirakan sektor turisme masih lesu hingga triwulan pertama. Pariwisata diperkirakan mulai semarak ketika memasuki masa libur panjang, seperti Lebaran, liburan sekolah, serta akhir tahun.
Direktur Kajian Strategis Kementerian Pariwisata Wawan Rusiawan mengatakan setidaknya ada empat tren wisata pasca-pandemi Covid-19. Pertama, wisata domestik menjadi pilihan utama pelancong. Kedua, turis dari kalangan milenial dan kelas ekonomi menengah-atas lebih antusias bepergian. Ketiga, wisatawan menggemari lokasi yang masih bisa menerapkan social distancing. Terakhir, obyek wisata alam menjadi lebih populer dibanding sebelumnya. “Kementerian akan berfokus membenahi destinasi yang terkait dengan wisata alam,” kata Wawan.
Salah satu obyek wisata alam yang sedang berkembang adalah Belitung Mangrove Park di Bangka Belitung. Destinasi seluas 757 hektare ini dibangun di atas bekas lahan tambang timah. Pada 2018 dan 2019, jumlah pengunjung Belitung Mangrove Park hampir 80 ribu. Gara-gara pandemi Covid-19, angka kunjungan wisatawan sampai November 2020 cuma 16 ribu.
Ketua Hutan Kemasyarakatan Seberang Bersatu yang mengelola Belitung Mangrove Park, Marwandi, mengatakan destinasi wisata itu dikembangkan untuk mendukung tren wisata berbasis pelestarian lingkungan. Di Belitung Mangrove Park, turis antara lain dapat menangkap kerang bambu dan memancing ikan serta kepiting di kolam bekas lubang tambang. “Fasilitas kebersihan dan protokol kesehatan sudah kami siapkan untuk menarik minat wisatawan berkunjung pada tahun depan,” tutur Marwandi.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo