Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
RCTI terancam gagal "mencetak gol" di layar kaca Piala Dunia 2002. Bayang-bayang untung besar yang bakal diraih sebagai pemegang hak siar pergelaran akbar sepak bola dunia pun terancam pudar. Sebabnya, penjualan program siaran kejuaraan yang berlangsung di Korea dan Jepang itu tidak berjalan lancar. Ada apa? Apakah pertandingan yang akan di-tonton jutaan penduduk dunia itu sudah tidak menarik bagi orang Indonesia?
Ternyata bukan di situ soalnya. Perbedaan waktu antara Indonesia dan Korea-Jepang menjadi biang keladi buyarnya skenario mengail laba. Jadwal pertandingan terasa kurang bersahabat. Hingga perempat final, sebagian besar pertandingan berlangsung pada pukul 13.00-15.30 WIBsaat orang masih sibuk bekerja. Biasanya, jadwal itu dianggap jam mati buat siaran televisi. Menurut data ACNielsen Indonesia, rating acara televisi pada jam itu umumnya kecil. Hampir tak ada yang sampai dua digit.
Sejumlah pertandingan memang ada yang berlangsung saat prime time, yakni pukul 19.00-21.00, yang penontonnya cukup besar. Namun itu berarti siaran Piala Dunia harus bersaing dengan program hiburan seperti sinetron, di kanal lain. Dan menurut ACNielsen, "Acara olahraga biasanya kalah bila dibandingkan dengan acara hiburan," tutur Triyoga R. Ramadan, pemroses data di lembaga pemeringkat acara televisi itu.
Selain menjadi penyebab sulitnya menjaring iklan, jam pertandingan juga merepotkan RCTI dalam upaya merangkul sponsor potensial yang selama ini kencang beriklan di acara-acara olahragaprodusen rokok, misalnya. Peraturan yang berlaku tegas melarang perusahaan rokok beriklan sebelum pukul sembilan malam. Alhasil, hingga April, baru minuman suplemen Extra Joss yang teken kontrak sebagai sponsor utama dengan nilai Rp 30 miliar. "Jumlah ini cukup besar tapi masih jauh buat menutupi ongkos produksi," kata Nuraida, Kepala Perencanaan Pemasaran RCTI.
Padahal, untuk memanjakan penggila bola di Indonesia, stasiun televisi ini merogoh kocek cukup dalam. "Angkanya mencapai sekitar Rp 100 miliar," kata Irwan Hendarmin, Manajer Olahraga RCTI. Separuh dari jumlah itu dipakai untuk membeli hak siar ke KirchMedia WM Hmbh, agen pemegang lisensi pertandingan sepak bola di bawah federasi sepakbola internasional (FIFA). Sisanya buat biaya operasional seperti sewa satelit, biaya promo, atau pengiriman tim peliput ke kedua negara penyelenggara.
Di tengah seretnya aliran iklan, datang ancaman lain, yakni acara nonton bareng yang digelar kafe-kafe atau hotel. Empat tahun lalu, program yang menjual tayangan televisi untuk menarik pengunjung itu bisa menebalkan pundi-pundi sejumlah kafe dan hotel. Ini didapat dari penjualan tiket masuk, penjualan makanan dan minuman, serta sponsor.
Nonton bareng ini rupanya kian me-resahkan pengelola RCTI. Mereka merasa jualannya diboncengi. Karena itu pekan lalu mereka memasang iklan pemberitahuan. Isinya: permintaan agar pihak yang hendak menggelar nonton bareng dengan menayangkan siaran dari RCTI harus meminta izin dulu kepada mereka.
Tapi apa dasarnya? Helen Ongko, konsultan hukum hak penyiaran yang diminta RCTI untuk menjadi pengacara mereka dalam persoalan nonton bareng itu, mengatakan bahwa dalam kasus nonton bareng ada potensi ancaman terhadap hak ekonomi pemegang hak siar. Simak saja, pihak televisi dan para sponsor acara televisi itu sudah mengeluarkan uang banyak untuk memperoleh hak siar tersebut. Yang dikhawatirkan, kata Helen, penyelenggara nonton bareng mengambil sponsor yang merupakan pesaing dari sponsor di pihak tv. Karena itu, menurut Helen, adalah cukup layak jika pihak kafe atau hotel yang menayangkan liputan bola RCTI juga memberi kompensasi. "Besarnya terserah kesepakatan saja," katanya.
Irwan menambahkan, skema yang akan ditawarkan kepada penyelenggara nonton bareng adalah partisipasi biaya produksi. "Besarnya bisa Rp 20-30 juta per hari," katanya. Lalu bagaimana tanggapan pemilik kafe yang berencana bikin acara nonton bareng itu? Hardrock Cafe dan Champions Cafe mengaku tak ke-beratan jika harus meminta izin atau bekerja sama dengan pihak RCTI. "Selama ini toh kerja sama itu sudah terjalin," kata Debbie Novilia dari Bagian Humas Hardrock.
Sekalipun begitu, mereka berhati-hati jika kerja sama itu mengharuskan adanya kompensasi uang. "Jika itu yang terjadi, kami ambil siaran dari TV kabel seperti ESPN atau Star Sport TV," kata Yuki dari Champions.
Alternatif memanfaatkan ESPN itu dengan telak menutup peluang RCTI untuk memperoleh dana tambahan. Ternyata tak mudah buat RCTI untuk merangkul kafe atau hotel, baik untuk sekadar mengamankan sponsornya maupun sebagai sumber pendapatan alternatif di tengah seretnya iklan.
Prasidono L., Yura Syahrul, dan Erdian Dharmaputra (Tempo News Room)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo