Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEKTOR aneka industri ternyata bisa menjadi lahan penghasil devisa. Dari seluruh kegiatan industri periode 1990-1991, aneka industri menyumbang 71,17%. Untuk sektor nonmigas, yang pada 1990-1991 nilai ekspornya US$ 8,9 juta, aneka industri memiliki andil 58,98%, yang diperhitungkan segera bertambah. Selasa 30 Juli ini, Presiden Soeharto meresmikan 428 pabrik di bawah naungan aneka industri, dengan nilai investasi Rp 1,8 trilyun. Dari situ diharapkan ada tambahan ekspor senilai US$ 1,153 juta. Peresmiannya sendiri dipusatkan di Kawasan Industri Driyorejo, Gresik, Jawa Timur. Dirjen Aneka Industri Susanto Sahardjo mengatakan, dari yang diresmikan itu, 313 merupakan pabrik baru, selebihnya merupakan perluasan dari yang sudah ada. "Ini bisa dibanggakan, karena dalam suasana kredit yang ketat, perkembangan sektor aneka industri ternyata membaik," katanya. Tentu saja sebagian dana investasi itu diperoleh dari off shore loan. Tapi, karena orientasi mereka ekspor, Dirjen Susanto optimistis bahwa pinjaman dari luar itu tak akan memberatkan. Produk-produk mereka meliputi udang dingin (untuk sushi), T-shirt, sablon 12 warna sekaligus (ekspor ke Italia dan AS), sampai bahan untuk blazer yang kualitasnya diharapkan bisa menyaingi produk sejenis dari Korea. Barangkali, hambatannya nanti adalah kuota -- khususnya garmen -- yang masih harus ditambah. Sementara itu, GATT belum tentu bisa diandalkan untuk mendongkrak ekspor produk-produk kita.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo