Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara dalam sengketa proyek Pelabuhan Umum Marunda, Jakarta Utara, menyita pikiran Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi. Di sela-sela umrah, Budi menyempatkan diri menelepon Direktur Utama PT Kawasan Berikat Nusantara (Persero) Sattar Taba, Senin pekan lalu.
Budi menanyakan kesediaan Sattar melakukan rekonsiliasi atas sengketa pelabuh-an yang dibangun sejak 2005 dan mulai beroperasi pada 2007 itu. “Pak Budi langsung menelepon saya dari Mekah,” kata Sattar di ruang kerjanya, lantai 3 kantor Kawasan Berikat Nusantara (KBN), Jakarta Utara, Rabu pekan lalu.
Percakapan via telepon itu tak lama. Sattar mengungkapkan, ia diminta segera menghadap Direktur Jenderal Perhubungan Laut Agus Purnomo. Sattar menemui Agus sehari kemudian atau Selasa pekan lalu. Agus mengakui ada pertemuan itu, tapi enggan menjelaskan hasilnya. “Belum ada, masih cari solusi,” ucapnya.
Budi Karya menawarkan opsi: semua pihak bersengketa duduk bersama ditengahi Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara untuk mencari solusi di luar pengadilan. “Jadi tidak definitely rekonsiliasi, tapi mencari opini legal bagaimana solusinya,” tutur Budi, Kamis pekan lalu.
Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada 9 Agustus lalu membatalkan konsesi Pelabuhan Umum Marunda. Putusan itu berawal dari gugatan Sattar pada 1 Februari 2018 terhadap PT Karya Citra Nusantara (KCN)—perusahaan patungan antara PT Karya Tekhnik Utama (KTU) dan KBN—serta Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuh-an Kelas V Marunda yang telah meneken konsesi pelabuhan.
Menurut Sattar, Pelabuhan Umum Marunda hasil reklamasi yang dikonsesikan itu adalah aset KBN berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 1992. Selain membatalkan konsesi, pengadilan memerintahkan penghentian pembangunan dan pengoperasian pelabuhan. Kementerian dan KCN dipaksa membayar ganti rugi Rp 779 miliar.
Sepekan setelah putusan, Kelompok Kerja IV Satuan Tugas Percepatan Kebijakan Ekonomi di bawah komando Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly mengundang sejumlah pihak membahas putusan yang terbit pada 20 Agustus 2018. Deputi Bidang Koordinasi Keamanan dan Ketertiban Masyarakat Carlo Tewu sebagai Sekretaris Kelompok Kerja IV meneken surat undangan. Rapat membahas sengketa yang menyebabkan terhambatnya kebijakan pemerintah mengenai percepatan pembangunan pelabuhan.
MENTERI Perhubungan Budi Karya Sumadi menyebut sengketa proyek Pelabuhan Umum Marunda sebagai kasus berkepanjangan. Dibangun sejak 2005 dan dioperasikan perdana pada 2007, pelabuhan yang dirancang menjadi penopang Pelabuhan Tanjung Priok itu bahkan belum rampung separuhnya. Dari tiga dermaga yang direncanakan, baru satu yang beroperasi.
Ribut-ribut meletup ketika Sattar Taba menjadi Direktur Utama KBN pada November 2012. Sattar melihat posisi KBN dalam perusahaan patungan KCN tidak menguntungkan. KBN, yang menyerahkan akses keluar-masuk pelabuhan dan garis pantai kawasan, hanya kebagian 15 persen saham. “Ada yang ganjil,” kata Sattar. “Harta yang digunakan KBN begitu banyak, tapi kita dapat kecil.”
Sejak memegang kemudi, Sattar meminta KBN menjadi pemegang saham mayoritas. Permintaan itu ditolak. Buntutnya, pada April 2013, KBN memblokade akses pelabuhan untuk menghentikan proyek.
Menurut versi KBN, seperti tertuang dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Kinerja atas Pengelolaan Kawasan Industri pada PT Kawasan Berikat Nusantara (Persero) Tahun 2015 dan 2016 Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), blokade dilakukan karena KTU menolak menandatangani notula rapat 19 Desember 2012 yang menyepakati pengubahan komposisi saham menjadi 50,50 persen untuk KBN dan 49,50 persen buat KTU. Sedangkan KTU menyatakan perubahan saham itu keinginan sepihak KBN. “Kami tidak mau menyerahkan saham,” ucap Direktur Utama KTU Widodo Setiadi, Selasa pekan lalu.
Gagal mendapatkan saham mayoritas, Sattar meminta BPK mengaudit proyek. Hasil audit terbit pada Maret 2014. Seperti tertuang dalam salinan Laporan Hasil Pemeriksaan atas Pengelolaan Pendapatan, Pengendalian Biaya, dan Kegiatan Investasi Tahun Buku 2011, 2012, dan 2013 (Semester I) pada PT Kawasan Berikat Nusantara (Persero), BPK menemukan KBN dan KTU sama-sama tidak melaksanakan kewajiban sesuai dengan surat perjanjian kerja sama. Sattar menjadikan hasil audit tersebut dasar untuk menyatakan kesepakatan itu merugikan KBN. “Sesuai dengan peraturan Menteri BUMN, direktur berhak melakukan renegosiasi bilamana ada kesepakatan yang merugikan,” ujar Sattar.
Hasil renegosiasi itu menghasilkan rapat umum pemegang saham luar biasa KCN pada Mei 2014. Dalam rapat itu, KTU bersedia menandatangani berita acara serah-terima 50 persen dermaga II yang sudah mulai dibangun dan 100 persen dermaga III yang masih dalam bentuk laut kepada KBN. Berita acara akan dituangkan dalam adendum III perjanjian kerja sama. “Kami terpaksa serahkan karena proyek diblokade lima bulan,” Widodo menjelaskan.
Adendum III sekaligus mengubah struktur permodalan KCN. Modal berupa inbreng dari total investasi berubah menjadi setoran modal. Sampai batas waktu penyetoran modal pada 20 Desember 2015, setoran KBN masih kurang Rp 155,4 miliar. Pemegang saham KBN tak merestui penambahan modal itu.
KBN lantas meminta komposisi saham dikembalikan seperti semula, yakni 15 persen : 85 persen. KTU menganggap permintaan tersebut sebagai pembatalan adendum III serta berita acara serah-terima (BAST) dermaga II dan III. Sedangkan bagi Sattar, BAST dermaga II dan III tetap berlaku dan sah menjadi milik KBN. “BAST itu sudah didaftarkan di Kementerian Hukum dan HAM.”
BELUM selesai geger perebutan saham, kongsi KBN dan KTU kembali memanas pada 2017. Pemicunya, pada 29 November 2016, KCN serta Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan Kelas V Marunda menandatangani konsesi pelabuhan KCN Marunda selama 70 tahun. Pelabuhan hasil reklamasi akan menjadi aset Kementerian Perhubungan saat konsesi berakhir. Pada 1 Februari 2018, Sattar Taba menggugat kedua penandatangan.
Sejak itulah Widodo Setiadi aktif mendatangi sejumlah pejabat teras untuk meminta jaminan kepastian investasi. Widodo antara lain mengadu kepada Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan. Widodo terakhir kali bertamu ke kantor Luhut pada Rabu malam dua pekan lalu. “Cuma sebentar. Itu pun kebetulan. Lebih banyak diskusi dengan Pak Lambok,” kata Widodo.
Lambok yang dimaksud Widodo adalah Lambok Nathan, anggota staf ahli Menteri Koordinator Kemaritiman yang dulu ikut menyusun Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 1992, dasar aset KBN. Lambok enggan menjawab pertanyaan konfirmasi tentang pertemuan itu pada Kamis pekan lalu. “Kata siapa ketemu?” Lambok buru-bu-ru mengatakan se-dang melanjutkan kegiat-an-nya di Bali, lalu menutup panggilan telepon. Sepanjang pekan lalu, sejumlah pejabat ber-ada di Pulau Dewata untuk mengikuti Pertemuan Tahunan Dana Moneter Internasional-Bank Dunia 2018.
Widodo juga menemui Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto. Hasilnya, pada 3 November 2017, Wiranto menyurati Menteri BUMN dan Gubernur DKI Jakarta. Dalam surat yang salinannya diperoleh Tempo, Wiranto meminta proyek pelabuhan dilanjutkan karena izin pembangunan sudah keluar. Wiranto juga meminta Menteri BUMN dan Gubernur DKI Jakarta sebagai pemegang saham KBN merundingkan kesepakatan pembagian saham KCN agar pembangunan berjalan sesuai dengan jadwal.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly juga mendapat aduan Widodo dalam posisinya sebagai Ketua Kelompok Kerja IV Satgas Percepatan Kebijakan Ekonomi. Setelah aduan itu, pembahasan sengketa pelabuhan berpusat di Kelompok Kerja IV. “Saya tidak melobi pejabat untuk mencari dukungan, hanya menjelaskan perkembangan,” ujar Widodo. Saat dimintai konfirmasi tentang aduan Widodo, Kamis dan Jumat pekan lalu, Yasonna tidak memberikan jawaban.
Sementara Widodo harus melipir ke sejumlah menteri, Sattar Taba cukup menghadap dua pejabat: Wakil Presiden Jusuf Kalla dan bosnya, Menteri BUMN Rini Soemarno. Tapi Sattar, yang juga Ketua Umum Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (KKSS), mengaku lebih sering memberikan update sengketa kepada Kalla. “Tidak bisa dihitung lagi berapa kali ke Pak JK,” tuturnya.
Bagi Sattar, Kalla adalah guru dan pembimbing. Sattar terakhir kali menghadap Kalla pada Selasa pekan lalu. “Cuma satu jam,” katanya. Pertemuan berlangsung di rumah Wakil Presiden di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat.
Dalam wawancara khusus dengan Tempo, Senin pekan lalu, Kalla mengaku mengenal baik Sattar. “Dia pernah jadi direktur Semen Tonasa dan sekarang Ketua KKSS.” Sepaham dengan Sattar, Kalla merasa deal kerja sama pelabuhan KCN terlalu murah. “Itu sudah melanggar. Yang bikin itu melanggar.”
Adapun dengan Rini, Sattar melanjutkan, dia lebih banyak berkomunikasi lewat surat resmi. Gugatan konsesi pun, menurut Sattar, adalah perintah Rini. “Kalau toh nanti kalah, saya sudah lakukan upaya hukum,” ucapnya. Ia memastikan tidak pernah mencari perlindungan kepada Rini dan Kalla.
Dua bulan setelah Pengadilan Negeri Jakarta Utara membatalkan konsesi, Widodo Setiadi menyiapkan proposal perdamaian. Begitu pula Sattar. Tapi Sattar meminta satu syarat: perjanjian awal dibatalkan, biaya investasi pelabuhan dihitung secara independen, dan pembagian saham dikalkulasi ulang. “Jangan lagi ada dusta di antara kita.”
Pengembangan Pelabuhan Umum Marunda
Lokasi : Garis pantai (1.700 meter) lahan C-01 Kawasan Berikat Nusantara Marunda, Jakarta Utara
Status : Lelang Non-APBN (2004)
Durasi : Sampai 2020 (dermaga I-III)
Metode : Reklamasi
Luas Reklamasi : 110 hektare
Panjang Dermaga : 5.400 meter (I-III)
Fasilitas Penumpukan : peti kemas, kargo umum, curah padat, curah cair
Kedalaman Kolam Pelabuhan : -9,8 meter (LWS)
Investasi : Rp 4 triliun (estimasi 2018)
Operasi : 2007 (dermaga I)
Naskah: Khairul Anam, Sumber: KBN | KTU | Audit BPK | Diolah
29 Juni 2004 PT Kawasan Berikat Nusantara (Persero) melelang rencana kerja sama pengembangan kawasan menjadi Pelabuhan Umum Marunda di lahan C-1 sepanjang garis pantai 1.700 meter. PT Alfa Karsa Persada (AKP) dan PT Karya Tekhnik Utama (KTU) mengikuti lelang. AKP mundur dari lelang.
27 Juli 2004 Konsultan independen, PT Jasa Advisindo, menilai komposisi saham Kawasan Berikat Nusantara (KBN) di perusahaan patungan sebesar 12 persen, yang berasal dari penggunaan bibir pantai dan lahan KBN yang menjadi akses menuju pelabuhan. Negosiasi menghasilkan komposisi saham KBN 15 persen dan 85 persen milik mitra.
26 Oktober 2004 KTU menjadi pemenang lelang.
September-Oktober 2004 Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Menteri Badan Usaha Milik Negara sebagai pemegang saham KBN menyetujui perjanjian kerja sama KBN dengan KTU.
28 Januari 2005 KBN dan KTU menandatangani pendirian perusahaan patungan PT Karya Citra Nusantara. Klausul pokok:
-Investasi dalam pembangunan dermaga dan fasilitas pendukung dermaga I, II, dan III akan dinilai dan dialihkan sebagai setoran modal
-KBN wajib mengurus perizinan, termasuk sarana dan prasarana
-KTU menyediakan penuh modal proyek
-Saham KBN tidak akan terdilusi berapa pun besarnya investasi
2007 Dermaga I beroperasi melayani bongkar-muat barang curah: batu bara, pasir, semen, dan lain-lain.
Mulai pecah kongsi...
5 November 2012 Sattar Taba dilantik menjadi Direktur Utama PT KBN. Sattar merasa perjanjian kerja sama dengan KTU merugikan KBN.
19 Desember 2012 KBN meminta menjadi pemegang saham mayoritas di KCN dengan porsi 50,5 persen. KTU menolak.
Februari-April 2013 KBN menutup akses gerbang keluar-masuk pelabuhan PT KCN.
4 April 2013 KBN meminta Badan Pemeriksa Keuangan mengaudit pembangunan dan pengoperasian pelabuhan KCN.
16 April 2013 KBN meminta audit legal khusus kepada Kejaksaan Agung.
17 April 2013 Kejaksaan Negeri Jakarta Utara memeriksa Direktur Utama KTU terkait dengan kepemilikan saham di KCN.
14 Mei 2013 KBN melaporkan sengketa pelabuhan kepada Menteri BUMN Dahlan Iskan.
15 Juni 2013 KBN akan meningkatkan kepemilikan saham di KCN menjadi 50 persen. KCN akan mengembalikan sebagian dermaga II (50 persen) dan 100 persen dermaga III kepada KBN.
12 Maret 2014 Hasil audit BPK terbit. Kerja sama pendirian anak perusahaan PT KCN dianggap tidak sesuai dengan ketentuan dan penyelesaiannya berlarut-larut.
30 Mei 2014 KTU menandatangani berita acara serah-terima dermaga II (50 persen) dan dermaga III (100 persen) kepada KBN. Isi berita acara akan dituangkan dalam adendum III.
9 Oktober 2014 KBN dan KTU meneken adendum III. Drafnya disusun jaksa pengacara negara. Konsep inbreng saham berubah. Kedua belah pihak sepakat menyetor modal 50 : 50, masing-masing Rp 294 miliar. KBN kurang setor Rp 155,4 miliar.
20 Desember 2015 Waktu penyetoran modal KBN berakhir.
21 Desember 2015 KBN belum mendapat persetujuan pemegang saham untuk menambah setoran modal. KBN meminta:
-Komposisi kepemilikan saham kembali ke perjanjian awal
-Adendum perjanjian tidak perlu ditindaklanjuti
-Dana yang telah disetor KBN dikembalikan
Surat tersebut membuat KTU menganggap adendum III dibatalkan.
10 Maret 2016 Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membongkar kantor KCN karena menganggapnya tak berizin. Gubernur DKI Jakarta saat itu, Basuki Tjahaja Purnama, juga mengancam akan membongkar pelabuhan karena reklamasi langsung menyambung dengan daratan, tidak memberikan jarak minimal 300 meter dari pantai.
29 November 2016 KCN serta Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan Kelas V Marunda menandatangani konsesi pelabuhan KCN Marunda selama 70 tahun. Pelabuhan hasil reklamasi akan menjadi aset Kementerian Perhubungan saat konsesi berakhir.
25 Februari 2017 Presiden Joko Widodo menunda peresmian groundbreaking dermaga II dan III. Penundaan didasari permintaan Menteri BUMN pada 23 Februari 2017.
Maret 2017 KTU mulai bergerilya ke sejumlah instansi pemerintah untuk mempertahankan kelangsungan investasi.
April 2017-Januari 2018 KBN memblokade proyek.
1 Februari 2018 KBN menggugat Kementerian Perhubungan dan KCN karena keduanya meneken konsesi pelabuhan. KBN menuntut ganti rugi materiil Rp 1,820 triliun dan imateriil Rp 55,8 triliun.
9 Agustus 2018 Pengadilan Negeri Jakarta Utara mengabulkan gugatan KBN. Konsesi dianulir. Pengadilan memvonis KCN dan Kementerian Perhubungan membayar ganti rugi Rp 773 miliar.
KHAIRUL ANAM, HUSSEIN ABRI YUSUF
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo