Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Kolaborasi Mengungkap Korupsi

IndonesiaLeaks menjadi platform pelbagai media dan publik mengungkap kejahatan. Tren baru di media yang menyebar ke banyak negara.

12 Oktober 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Diskusi tentang peran informan dalam Festival IndonesiaLeaks di gedung Perpustakaan Nasional RI, Jakarta, Agustus lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pada Senin pekan lalu, Internet di Indonesia dihebohkan oleh kemunculan berita seragam di lima media tentang praktik lancung penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi yang diduga menghilangkan barang bukti. Lima situs berita online itu, yakni Jaring.id, Kbr.id, Suara.com, Tempo.co, dan Independen.id, mengatasnamakan diri sebagai jaringan IndonesiaLeaks.

Meski format penulisan berbeda-beda, lima situs itu memuat informasi seragam. Barang bukti yang diduga dihilangkan dua penyidik KPK dari kepolisian itu adalah catatan keuangan sebuah perusahaan yang pemiliknya didakwa menyuap Ketua Mahkamah Konstitusi Patrialis Akbar dalam gugatan aturan impor daging sapi pada awal 2017.

Catatan itu ditemukan penyidik KPK saat menggeledah perusahaan tersebut. Buku bersampul merah itu memuat aliran uang kepada banyak orang. Lembar yang dirobek tersebut diduga catatan pemberian uang untuk para petinggi polisi, termasuk Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian. Dalam tayangan itu, Tito menyerahkan penjelasan kepada juru bicaranya.

Semua informasi itu masuk ke platform IndonesiaLeaks dari seorang informan publik. Dugaan perobekan muncul karena dokumen dari informan itu menyertakan catatan keuangan sebelum dan sesudah dirusak. ”Setelah mendapat informasi itu, kami memverifikasinya,” kata Citra Dyahprastuti, Pemimpin Redaksi KBR.

Verifikasi awal, menurut Citra, adalah ke KPK. Empat sumber di sana mengkonfirmasi bahwa informasi ataupun dokumen itu valid. Setelah itu, kata Citra, wartawan dari sembilan media yang tergabung dalam IndonesiaLeaks merekonstruksi kasusnya, lalu berbagi tugas mengejar para narasumber yang terlibat dalam perkara ini.

Menurut Citra, IndonesiaLeaks adalah platform kolaborasi lintas media untuk mengungkap pelbagai kejahatan. ”Skandal buku merah” adalah kasus pertama yang diinvestigasi secara bersama-sama. Para wartawan yang tergabung di dalamnya berbagi informasi dan hasil liputan, untuk mengecek pelbagai keterangan, lalu mempublikasikannya secara bersama-sama. ”Di Indonesia, kolaborasi ini terobosan baru,” ujar Citra.

Di dunia, persekutuan media seperti ini sudah berjalan cukup lama. Belanda memulainya pada 2013 dengan melibatkan 19 media. Mereka menamainya Publeaks.nl. Adalah Free Press Unlimited (FPU), anggota Global Investigative Journalism Network, yang punya ide membangun jejaring media ini.

Dari Belanda, FPU merambah Meksiko. Di sana nama platformnya MexicoLeaks.mx. Publik Meksiko menyambutnya dengan antusias. Sejak dirilis pada 2015, platform yang berisi para wartawan dari delapan media itu menerima 2.000 dokumen yang dituangkan dalam 68 artikel. Salah satunya skandal kartel bisnis narkotik.

Indonesia baru mengadopsinya pada 14 Desember 2017, atau sebulan setelah platform serupa di Nigeria, Leaks.ng, diluncurkan. Untuk Indonesia, FPU menggandeng Pusat Pengembangan Media Nusantara (PPMN), Tempo Institute, dan Aliansi Jurnalis Independen yang didukung sejumlah organisasi kemasyarakatan sipil, seperti Indonesia Corruption Watch, Auriga, Green-peace, Change.org, dan Lembaga Bantuan Hukum Pers.

Direktur Eksekutif PPMN Eni Mulia mengatakan ide pembentukan IndonesiaLeaks- ada sejak Februari 2017. Sejumlah pemimpin redaksi media massa mendiskusikan pentingnya kolaborasi mengungkap kejahatan masif di Indonesia hari ini: korupsi. ”Kami banyak terbantu oleh pengalaman teman-teman dari MexicoLeaks,” kata Eni.

Infografis

Karena kejahatan di Indonesia sangat beragam, terjadi di pelbagai sektor, dan masif, IndonesiaLeaks menggandeng organisasi kemasyarakatan sipil—strategi yang tak dilakukan Meksiko ataupun Belanda. Menurut Eni, organisasi kemasyarakatan sipil itu berperan memberikan advokasi dan sebagai forum konsultasi.

IndonesiaLeaks, Eni menegaskan, bukan jenis media baru. Platform ini hanya sistem yang menjembatani para informan publik dengan wartawan. Mereka yang punya dokumen atau informasi kejahatan bisa menyetorkannya melalui situs IndonesiaLeaks.id. ”Para informan akan tetap anonim dan terjaga kerahasiaannya karena sistem komunikasi di situs itu terenkripsi,” ujar Eni.

Untuk menghindari jejak digital, setiap informan diminta membuat akun baru dan menggunakan jaringan Internet yang aman. Semua media yang terhubung dengan platform itu hanya diperbolehkan mengunduh informasi para informan menggunakan laptop khusus yang juga ter-enkripsi.

Koordinator Badan Pekerja ICW Adnan Topan Husodo menilai platform IndonesiaLeaks tak ubahnya sistem ”peniup peluit” (whistleblower system) di KPK. Dalam banyak kasus, kata dia, informasi sebuah kejahatan terungkap karena petunjuk-petunjuk awal dari mereka yang terlibat tapi khawatir keamanannya terancam jika membongkarnya secara terbuka.

Adnan meminta pemerintah tak antipati dengan platform ini. Sebab, menurut dia, skandal korupsi dan kejahatan lain bisa diberantas secara efektif jika melibatkan partisipasi publik. Gerakan ini juga sejalan dengan semangat peraturan pemerintah yang mengatur penghargaan bagi informan publik, yang diumumkan Presiden Joko Widodo pekan lalu. ”Akselerasinya akan lebih cepat,” ujarnya.

Sejak liputan pertama terbit Senin pekan lalu, reaksi di media sosial bermunculan. Pengguna Internet umumnya mendukung kolaborasi ini dan meminta pimpinan KPK menuntaskan skandal dugaan penghilangan barang bukti tersebut. Respons sebaliknya justru datang dari politikus.

Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan—partai pendukung pemerintah—Hasto Kristiyanto menuding IndonesiaLeaks bagian dari skenario serangan politik hanya karena Amien Rais mendesak Presiden mencopot Tito Karnavian. Amien adalah politikus Partai Amanat Nasional, anggota koalisi pendukung Prabowo Subianto, rival Jokowi dalam pemilihan presiden tahun depan.

Citra Dyahprastuti membantah tudingan ini. Ia mengatakan liputan ”skandal buku merah” dirancang sebulan sejak platform ini diluncurkan tahun lalu. ”Jadi tidak ada kaitannya dengan gonjang-ganjing pemilihan presiden atau skandal berita bohong Ratna Sarumpaet,” kata Citra, menyebut sutradara teater yang menyebarkan kabar bohong telah dianiaya orang tak dikenal.

Ketua Umum AJI Indonesia Abdul Manan mengajak media lain bergabung dengan platform ini. Ia berharap beberapa media yang sudah menjadi anggota konsorsium turut terlibat dalam investigasi dalam liputan berikutnya. Manan meminta redaksi media tetap independen dari campur tangan pemilik modal dalam menentukan isi berita. ”Campur tangan pihak luar akan mempengaruhi kredibilitas dan menodai citra media itu sendiri di hadapan publik,” ucapnya.

Platform kolaborasi media ini mulai merambah ke banyak negara. Malaysia, yang persnya tak lagi terkekang sejak lengsernya Perdana Menteri Najib Razak, juga berancang-ancang mengadopsi platform ini. ”Setiap orang punya kebutuhan dasar mendapatkan informasi yang benar,” ujar Manajer Program FPU Marcel Oomens saat peluncuran IndonesiaLeaks. ”Kami mendukung gerakan ini.”

RIKY FERDIANTO

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus