Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Tembakan Maut bagi Video Game

Video game dilarang dioperasikan di tempat-tempat umum. Para pengusaha permainan video di Indonesia paling merasa dirugikan.

26 Desember 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TANGAN kanan Hakim tak henti-henti memencet tombol merah bertuliskan: Fire. Tangan kirinya dengan lincah bergerak ke kanan dan kiri memegang kemudi. Peluru roket berhamburan dari kedua sayap pesawat antariksa yang dikemudikan murid SMP di Bandung ini. Dan suatu ledakan "boom" pertanda rontoknya pesawat musuh di layar televisi membuat Hakim gembira. Beberapa temannya yang mengerumuni mesin video game yang memainkan perang angkasa (space war) tepuk tangan memberi semangat. "Ini suatu tantangan buat kami, dan kalau mendapat angka tinggi, asyiik deh," kata salah seorang pelajar.

Mereka masih pakai seragam sekolah ketika bermain di UFO Game Land, Jl. Braga. Permainan video yang bisa membuat ribuan pelajar tadi berbagai taman rekreasi--dan tanpa mereka rasa menghabiskan ratusan rupiah untuk membeli koin--kini tak ada lagi. Mulai 16 Desember lalu, Pangkopkamtib Laksamana Sudamo menginstruksikan agar mesin-mesin bersuara aneh seperti dari angkasa luar itu dilarang dioperasikan di tempat-tempat umum. Maka tamatlah riwayat mesin-mesin komputer yang punya nama keren seperti Speed Race, Moon Cresta, Missile Command, Space Invaders, Karate Go, Kamikaze dan Crazy Climber.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Rasanya sulit untuk mendapatkan anak muda yang setuju dengan larangan mendadak dari Pangkopkamtib itu. "Alah, main beginian kan lebih mending daripada kita mabuk-mabukan," kata Koko, 15 tahun, yang biasa bermain video di Aldiron Plaza, Kebayoran Baru. Dan Ronny, 16 tahun, mengaku hampir setiap hari "nongkrong" di Dunia Anakanak Bobo, di Pusat Perdagangan Senen, Jakarta. Di sebuah ruangan di situ memang tersedia 15 meja video game. Ronny mengaku biasa menghabiskan uang Rp 500, untuk membeli koin yang sekeping seharga Rp 50. Kadang juga lebih dari itu. "Tapi nggak pernah lebih dari seribu. Gila uang sebesar itu cuma buat main beginian," katanya nyengir.

Tapi yang meringis kesakitan mendengar instruksi yang bagaikan tembakan di siang bolong itu adalah para pengusaha mesin elektronik itu. Arifin, 37 tahun, tampak lesu ketika ditemui Tempo di Balai Kota DKI Sabtu siang lalu. Pengusaha permainan video ini sedang menunggu hasil pertemuan antara wakil pengusaha dengan Wagub DKI Sardjono Suprapto. Dialah pemilik Texas Amusement Centre di Jalan Pancoran dengan 40 unit, Paradise di Blok M, Kebayoran Baru, juga 40 unit dan Trio TV Game di daerah Bioskop Majestic dengan 20 unit mesin elektronik.

Ia mengaku baru beroperasi pertengahan tahun ini, tak lama sesudah kembali dari Jepang, dan ia melulu memakai merk Nichibutsu, seharga Rp 2 juta sebuah. "Saya mulai dengan 40 unit April lalu, dan baru menjadi 100 satu setengah bulan lalu," katanya. Ia mempekerjakan 30 orang dengan gaji terendah Rp 35.000 sebulan dan tertinggi Rp 150.000 untuk teknisi. Yang merasa lesu seperti Arifin cukup banyak, menandakan bahwa bisnis alat-alat video itu memang baru mulai bernapas di Indonesia.

Ada tujuh pengusaha video yang datang melapor ke kantor Wagub Sardjono, dipimpin Martopo Rahardjo dari PT Pan Pasific Djaya Amusement--perusahaan yang memiliki 17 mesin elektronik, nomor dua di Jakarta. Martopo, pribumi asal Semarang itu, sudah sepuluh tahun bergerak dalam bisnis rekreasi. Dialah pengambil inisiatif mengumpulkan sejumlah pengusaha itu untuk menemui Wagub Sardjono, mulai dari pemilik mesin, pemilik tempat-tempat rekreasi sampai importirnya.

Martopo lalu memperlihatkan berkas-berkas surat yang tersimpan dalam mapnya. Rupanya mereka sedang mempersiapkan membentuk asosiasi dan telah mendapat restu dari Kepaia Biro Kesejahteraan Rakyat DKI. Tiba-tiba perintah untuk menutup usaha itu datang. "Kayak perang saja, kami sama sekali tak diberi kesempatan," katanya terperangah.

Proses pengambilan keputusan itu memang serba kilat. Alkisah, Wakil Ketua DPA-RI, G.P.H. Djatikusumo menemui Presiden di Bina Graha, didampingi Wakil Ketua DPA Sunawar Sukowati dan J. Naro, 15 Desember lalu. Selesai pertemuan akhir tahun itu, Djatikusumo menjelaskan kepada pers, bahwa DPA telah menyarankan kepada Presiden agar melarang semua bentuk permainan video di Indonesia. Dan Djatikusumo, KASAD pertama RI itu, nampak optimistis. "Kalau DPA menyarankan agar video game itu out dari Indonesia dan Presiden sependapat, maka jenis permainan itu akan dilarang," katanya.

Djatikusumo, 64 tahun, sama sekali tak melihat manfaat dari permainan adu ketangkasan itu. Dan ia makin prihatin terhadap masa depan para remaja yang ketagihan bermain video itu, dengan memberikan contoh: cucunya sering menghilang dari rumah tanpa memberitahu ke mana perginya. Setelah dicari-cari baru kemudian ketahuan sang cucu menghabiskan waktunya bermain video. "Itu Iho, yang di depan Kotapraja," katanya.

Tak begitu jelas apakah banyak pejabat yang merasa resah karena anak atau cucunya suka bermain video di tempat-tempat umum. Tapi dua hari setelah itu keluarlah larangan dari Pangkopkamtib tadi. Banyak pengusaha yang segera menghentikan permainan video itu sebelum pihak Kamtib melakukan penyegelan. Bahkan permainan video cuma-cuma sebagai usaha promosi PT Multipolar Corporation di pusat pertokoan Ratu Plaza, Jl. Jenderal Sudirman, Kebayoran Baru, ikut-ikut menutup stand mereka. Padahal yang mereka promosikan adalah mesin-mesin video yang tidak pakai koin, dan khusus ditujukan untuk perumahan.

Mudah diduga, dalam waktu singkat akan keluar SK dari para gubernur di 27 provinsi untuk secara resmi dan sah melarang permainan yang berasal dari Amerika itu. Ketika keluar dari kamar Wagub Sardjono, pengusaha dari PT Pan Pasific Djaya tadi menerangkan pada rekan-rekannya: "Kita diminta menunggu keluarnya SK Gubernur." Wagub Sardjono pun tak lama setelah pertemuan tersebut menjelaskan, "Pemda DKI memang sependapat dengan Pangkopkamtib bahwa video game itu berekses negatif. Artinya, mengganggu konsentrasi anak-anak yang memainkannya."

Wagub Sardjono atas pertanyaan pers, mengakui keputusan untuk melarang permainan video dibuat tergesa-gesa. Di Jakarta sampai saat pelarangan itu terdapat sekitar 750 pesawat video game tersebar di seratus lokasi. Sebagian milik PT Gala Niaga yang antara lain disebar di daerah Pluit, Cempaka Putih dan Proyek Senen. Gala Niaga yang berkantor di Jalan Cengkeh itu melakukan sistem bagi-hasil. Seperti di Proyek Senen, 80 persen untuk GN dan 20 persen untuk Bobo. "Rata-rata setiap hari hasil kami mencapai Rp 100 ribu," kata Manajer Bobo Hasan Rangkuti.

Memiliki 200 pesawat video game, GN kabarnya yang terbesar di Jakarta. Perusahaan itu juga sedang merakit710 mesin video di daerah Tanah Kusir, Jakarta. "Terus terang kami bingung mau mengadu ke mana," kata Hendra Judio, 29 tahun, salah seorang direktur GN pekan lalu. Perusahaan itu mendapat izin sejak Februari lalu. Untuk setiap lokasi, dengan satu sampai sembilan mesin, GN harus membayar izin operasi Rp 50.000. Dan untuk tambahan setiap mesin ada pungutan Rp 5.000. Selain itu setiap perusahaan video game dikenakan pajak Rp 3.000 untuk setiap unit mesin per bulan. Sedangkan pajak impor untuk setiap mesin berkisar sekitar Rp 400.000. 

Diperkirakan terdapat 4.000 mesin videogame di Indonesia, dari Medan sampai ke Manado. Sebagian besar yang masuk di Indonesia merk Taito buatan Jepang yang dioperasikan dengan memasukkan koin (mata uang logam). Tapi belakangan ini mulai masuk pula yang lebih atraktif bagi orang yang berduit: home video computer system. Itulah video game yang dioperasikan tanpa perlu memasukkan koin, dan yang pekan lalu masih dipromosikan oleh PT Multipolar Corporation di Ratu Plaza, Jakarta, di Bioskop Golden, Medan dan di daerah pertokoan Tunjungan, Surabaya.

Multipolar, importir dan distributor dari perusahaan Atari yang berpusat di Sunnyvale, California, adalah yang terbesar di dunia. Terkenal dengan permainan Asteroids yang lagi ngetop di Amerika, anak perusahaan dari Warner Communications itu memasang proyeksi penjualan setinggi US$ 710 juta selama 1981, jauh meninggalkan lima besar lainnya di Amerika (lihat tabel). Setelah merasuki pasaran di Eropa, Jepang, Hongkong dan Manila, Atari yang memproduksi video game dan tanpa koin mulai memasuki pasaran Indonesia sejak awal tahun ini. Sasarannya jelas rumah tangga orang-orang berada.

Di Filipina pesawat-pesawat video game Atari itu berhasil lolos dari larangan. Seperti halnya di Indonesia, yang dilarang di negerinya Imelda Marcos itu adalah pengoperasian di tempat-tempat umum. Iwan Christanto, Manajer Marketing PT Multipolar, menyatakan semua produk Atari yang masuk ke Indonesia adalah yang tanpa koin. Karena itu sasaran yang dituju perusahaannya adalah para pemilik televisi, terutama yang berwarna. Di Indonesia kini beredar 400.000 unit televisi berwarna. "Jadi sasaran kami maksimal adalah sebanyak itu, " kata Iwan kepada Tempo.

Sebuah video game Atari, yang bentuknya seperti video merk Betamax, berharga Rp 150.000. Sedang tiap cartridge atau kaset video game-nya sekitar Rp 25.000 sampai Rp 35.000. Menyediakan 30 permainan, sebuah cartridge bisa terdiri dari 12 seri sampai yang 253 seri. Multipolar, yang juga importir dari pesawat tv berwarna merk Zenith buatan AS, baru berhasil menjual 5.500 unit, melalui enam distributor, masing-masing di Jakarta, Surabaya, Semarang, Bandung, Ujung Pandang dan Medan. Paling laku tentu saja di Jakarta, sampai 60 persen, menurut Iwan.

Sering muncul dengan iklan sehalaman penuh di surat kabar New York Times, perusahaan sistem video komputer yang dibangun oleh Nolan Bushnell, laki-laki berjenggot dari Universitas Utah di Amerika, boleh jadi akan pasang iklan besar pula di media Jakarta. Diam-diam larangan dari Pangkopkamtib itu membuat para orang tua tertarik juga untuk membeli pesawat yang mengeluarkan suara seru: biip-biip-dololit-dololit....

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Tembakan Maut Bagi Video Game"

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus