LARANGAN pemerintah terhadap video-game yang dioperasikan di
tempat-tempat umum ternyata memancing rupa-rupa pendapat. H.
Chalid Mawardi nampak kaget dan agak kecewa. Ketua Komisi I
DPR-RI (bidang Hankam dan Luarnegeri) tersebut pernah
menyaksikan, malahan ikut mencoba permainan itu. "Memang bisa
membuai," katanya kepada TEMPO. "Tetapi setelah saya dengar
pemerintah melarangnya, saya kecewa sekali. Permainan saja kok
dilarang."
Menurut Ketua Gerakan Pemuda Ansor itu kalau memang takut pada
akibat permainan video itu pemerintah bisa menempuh jalan dengan
memberlakukan pembatasan-pembatasan dalam pengoperasiannya.
Misalnya kapan dan siapa saja yang boleh memakainya. "Seperti
mengatur bioskop," katanya.
Pandangan serupa juga dikemukakan V.B. da Costa SH anggota
Komisi III DPR (bidang Hukum). Dia malahan menolak anggapan
video-game berpengaruh buruk terhadap generasi muda. "Sebab
segi positifnya lebih banyak, orang bisa santai sambil melatih
otak," katanya kepada surat kabar Kompas.
Dia juga tidak sependapat dengan pikiran yang menyatakan
permainan tersebut akan membuat anak-anak tidak betah di rumah.
"Seandainya anak itu memang bisa dikekang di rumah, walau ada
seribu video-game di luar, anak itu pasti tetap bisa diatur,"
tambahnya.
Kalangan guru sekolah banyak yang setuju dengan larangan
Pangkopkamtib tanggal 15 Desember itu, terutama mereka merasa
terganggu karena muridnya suka bolos untuk main video. Namun ada
juga dari kalangan pendidikan yang berpendapat lain. "Sampai
saat ini saya belum menemukan segi yang negatif dari
video-game," ucap Dr. A.S. Munandar, Dekan 11akultas Psikologi
Universitas Indonesia.
Munandar, menurut pengakuannya, sekitar setengah bulan yang lalu
pernah mengamati permainan tersebut di pusat pertokoan Ratu
Plaza di Jalan Sudirman, Jakarta. "Dari yang saya lihat,
permainan ini merupakan paduan reaksi antara pengamatan dan
gerak. Hal ini dapat melatih daya analisa si pemain. Apalagi
jika permainan ini memungkinkan orang untuk membuat program
sendiri, maka hal ini dapat melatih daya pikir seseorang," ulas
sarjana yang mengajar untuk mata kuliah psikologi perusahaan.
Ia sependapat dengan sejumlah ahli psikologi Amerika yang
beranggapan permainan video dapat meningkatkan taraf kecerdasan.
"Soalnya permainan yang berprogram itu mengandung pelajaran.
Bahkan mungkin lebih menarik dari pelajaran biasa, karena ada
unsur permainannya. Menurut saya permainan ini mestinya bukannya
dilarang, tapi justru harus dirangsang," katanya tersenyum.
Ahli psikologi yang lain, Dr Singgih D. Gunarsa bependapat
permainan video ini tidak hanya memberikan rekreasi bagi
anak-anak yang memang membutuhkannya. Dia juga berguna untuk
pendidikan. "Permainan ini akan melatih konsentrasi dan
koordinasi sensomotorik. Dengan kata lain mengembangkan
kemampuan imajinasi."
Memang, permainan dalam ilmu pendidikan tidak dilarang. Selain
untuk mengembangkan kemampuan imajinasi, dia juga dipergunakan
untuk penyegaran kembali setelah dihimpit persoalan berat.
"Belajar memang memerlukan hiburan," ulas Dr. Jahja Qahir,
Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan--IKIP Jakarta. "Tapi hiburan
macam apa yang sekaligus bermanfaat?" tanyanya pula.
Dia menganggap gambar-gambar yang disajikan dalam permainan
video tidak mendidik, karena gambar-gambarnya fantasi belaka.
Bukan kenyataan. "Jika isinya baik dan bisa merangsang gairah
belajar, permainan itu akan saya dukung. Tetapi setelah saya
lihat gambar-gambarnya, saya kira permainan itu akan banyak
menyita waktu belajar mereka. Perhatian mereka dalam belajar
akan berkurang," katanya.
Anak-anak sekolah sendiri yang sedang kecanduan dengan permainan
elektronis ini tidak bisa menunjukkan sesuatu yang membanggakan
yang mereka peroleh dari permainan itu. Sedangkan para guru
hanya mengharapkan manfaat. "Permainan itu hanya memboroskan
uang, waktu dan anak menjadi malas. Yang berhubungan dengan
pendidikan tidak ada. Misalnya yang berhubungan dengan sejarah
atau berhitung. Pokoknya murid yang main di Aldiron Plaza dan
kepergok gurunya biasanya malu," cerita Wirwahyu, Kepala Sekolah
SMA VI yang terletak tidak begitu jauh dari pusat perdagangan
Blok M Jakarta.
Guru-guru sekolah yang mengajar di beberapa sekolah yang
berdekatan dengan pusat perbelanjaan itu piling sebal menghadapi
demam video yang menjangkiti murid-muridnya. Murid-murid banyak
yang menunggak SPP karena dijadikan\modal main. Ada juga yang
diam-diam mengambil uang receh dari dompet ibunya.
Tak heran merekalah yang paling bergembira mendengar larangan
pemerintah. Tetapi mereka menghadapi masalah baru. Game & Watch
yang juga dilarang dioperasikan sebagai kegiatan bisnis ternyata
menggantikan video-game. Murid sering kepergok sedang memainkan
alat itu di dalam kelas sementara guru sedang mengajar.
Untuk menyalurkan kegemaran yang tak terbendung itu kalangan
orang tua ada pula yang punya pikiran untuk membeli home game
dan memasangnya di rumah. Suatu hari setelah pulang menyaksikan
pameran video game di Ratu Plaza, Nyonya Rachmat Muljomiseno
(istri anggota DPR dari Fraksi FPP) punya rencana untuk membeli
alat permainan tersebut. "Saya pikir alat ini dapat menjadi
hiburan rumah yang menarik bagi cucu-cucu saya kalau mereka
mengunjungi rumah kami," kata nenek dari 15 cucu itu.
Mereka yang sudah membeli dan memasang alat permainan itu di
rumah, kelihatan sedikit-banyak agak tenteram. Tak ada alasan
lagi untuk cemas mencari-cari ke mana anaknya. "Saya merasakan
manfaat home game itu buat keluarga saya," tutur Nyonya Tetty,
29 tahun yang bertempat tinggal di daerah Tebet, Jakarta.
Jam belajar untuk anak-anaknya katanya tidak terganggu. Ia
mengatur kapan alat itu boleh dimainkan. Alat itu juga
mendatangkan suasana santai di rumahnya, karena suami sering
pula ikut main untuk memeriahkan suasana.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini