CARA orang berpakaian di Gedung Putih makin santai sejak petani
dari Plains, Georgia, terpilih menjadi Presiden Amerika Serikat.
Para penjabat baru di situ boleh saja memakai jeans. Jeans? Ya,
Jimmy Carter sendiri suka memakainya.
Bermula dipakai orang Amerika di ranch (tempat peternakan),
jeans kini menjadi kegemaran dunia, bahkan juga dicari kaum
remaja di negara-negara sosialis. Banyak orang di Jakarta
menyebutnya sebagai lepis yang sebenarnya berasal dari Levi's,
merek ciptaan Levi Straus & Co., San Francisco. Tentu saja jeans
bukan hanya bikinan Levi Straus. Men's Wear, majalah pakaian
terkemuka Amerika pernah menghimpun daftar 30 produsen besar di
Amerika. dan Levi Straus - dengan penjualan satu milyar dollar
lebih pada tahun 1975--memang tercatat paling unggul.
Karena keunggulannya yang sudah sekian lama itulah. Levi menjadi
sasaran utama pemalsuan di mana-mana. Levis palsu sejumlah
30.000 pasang buatan Taiwan, misalnya, diberitakan telah
digerebek polisi Swiss di Kota Basel tahun lalu. Gerakan
pemalsuan itu demikian hebat, hingga pusat Levi Straus di San
Francisco menunjuk direktur keamanan khusus. Direktur itu
mengatur para detektif yang tersebar di banyak negara, mencari
jejak kaum pemalsu untuk kemudian dilaporkan kepada polisi
setempat.
Di Indonesia, Levi palsu banyak pula beredar. Sesekali
Kepolisian RI juga bertindak karena ada pengaduan. Tapi, seperti
pengacara Oei Tat Hway yang mewakili agen Levi mengatakan,
"hanyalah penjahit kaki-lima" yang dicari, sedang sumber
pemalsunya tetap aman.
Merek dagang Levi atau Levi's, menurut distributor tunggalnya,
Nico J. Moran, didaftarkan di Jakarta tahun 1972. "Perlindungan
terhadap pemegang merek di sini tidak terjamin," kata Moran
kepada Slamet Djabarudi dari TEMPO. Meski begitu, sejak 1972
disebutnya pemasaran Levi di negeri ini naik 300%. Saingannya
yang terberat, menurut distributor ini, adalah
penyelundupan--selain pemalsuan lokal. Jeans yang diimpor secara
gelap, walau memakai label Levi's, adakalanya belum berarti
tidak palsu.
Orang awam tidak bisa membedakannya. Tapi pedagang di Pasar
Tanah Abang, Jakarta, biasanya membantu calon pernbelinya dengan
bertanya: "Mau lepis no. 1 atau no. 2?" Beda harganya agak jauh:
sedikitnya Rp 2000 untuk celana atau jaket. Yang no. 2 itu
biasanya labelnya saja Levi's. Kainnya mungkin produksi lokal
seperti Raphael Ada pula jeans yang berasal Tira tapi memakai
label Levi's. Pokoknya lepis, kata pedagang.
PT Tira Fashion menghasilkan jeans dari pabriknya di Sunter II,
Tanjung Priok. Bahan kainnya buatan domestik. Jika ada produknya
keluar sebagai Levi's, itu tentu bukanlah hasil kerja orang di
Sunter II. Robert B. Widjaja, anggota pengurus PT Tira Fashion,
menatakan bahwa perusahaannya justru berusaha mempopulerkan
merek sendiri. "Memalsukan barang tidak ada gunanya kalau ingin
jadi produsen besar." katanya.
Ada anjuran supaya Levi Straus & Co membuka pula pabrik di
Indonesia. Jika ada pabriknya di tempat? dengan sendirinya Levi
akan lebih kuat menghadapi produk palsu. Tapi usaha ini
terbentur oleh belum adanya pabrik di Indonesia yang membikin
bahan tekstil yang mutunya sesuai dengan keperluan Levi. Jika
bahall itu harus dlimpor pula, menurut Distributor Moran? harga
Levi's lokal akan jadi mahal malahan. Maklum bea masuk bahan
baku masih tinggi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini