Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Calon besi tua

Pelabuhan dumai yang pernah disebut sebagai pelabuhan terbaik di indonesia kini makin sepi dan terancam menjadi besi tua. kegiatannya hanya terbatas pada pengangkutan minyak bumi oleh kapal tanker. (eb)

25 Februari 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERNAH ia disebut sebagai salah satu "pelabuhan terbaik" di Indonesia. Fasilitasnya cukup. Dalam areal 6 KmÿFD terdapat 3 dermaga yang bisa menerima kapal samudera, 7 unit gudang besar dengan kapasitas 12.400 M3, lapangan beraspal seluas 33.500 M~ yang bisa menampung peti-kernas, 3 mesin etane yang berkekuatan bongkar-muat 20 ton, pembangkit tenaga listrik, pompa air bersih dengan kemampuan 15 M3 per jam, stasiun pandu dengan dermaga tersendiri, dan unit kesehatan yang mahal. Pokoknya, investasi sudah besar-besaran. Tapi pelabuhan Dumai itu kini makin sepi dan terancam menjadi besi tua. Koresponden TEMPO Rida K. Liamsi setelah meninjaunya, melaporkan: Sepanjang 1976, rata-rata masih 5 kapal yang keluar masuk Dumai sehari. Jumlah itu sudah merosot sekali dibanding dengan zaman sebelum Pertamina grogi. Tahun 1977, lebih merosot lagi ke, seperti satu pejabat berkata, "tiga kapal sehari pun sulit." Bahwa Dumai pernah dianggap penting, terbukti bahwa Administrator Pelabuhannya sekaligus menjadi koordinator 8 pelabuhan di Riau dan 2 lainnya di Sumatera Barat, yang termasuk wilayah Perla II. Adpel S.E. Makalew, jika tidak berfungsi sebagai koordinator, mungkin merasa jemu dan turut kesepian sekarang ini. Di Atas Kertas Sebagian besar pergudangannya kosong, terisi 15.000 ton saja selama 2 tahun terakhir ini. Adalah hanya karena pipa Caltex bermuara di situ, maka BPP Dumai tertolong. Tanker yang di bawah 150.000 ton mengangkut minyak Minas yang berkadar belerang rendah dari situ. Dari kedatangan tanker itu, BPP Dumai kecipratan rezeki, walaupun semua fasilitas yang digunakan kapal minyak adalah milik perusahaan minyak. "Ada semacam kesepakatan" dengan Caltex dan Pertamina, kata Makalew, untuk membagi rezeki fifty-fifty. " Tanker itu harus memakai pandu untuk keluar-masuk dermaga Caltex melalui alur sepanjang 55 mil. Untuk mengawasinya saja, BPP Dumai mendapat Rp 200 juta lebih tiap bulan. Tapi Makalew kelihatan merasa kikuk terus-terusan menyusu pada Caltex dan Pertamina. Pelabuhan induk itu seyoianya bisa hidup sendiri, terutama sekali jika lancar ekspor karet dan kayu dari Riau melalui Dumai. Ternyata di luar minyak bumi, ekspor komoditi dari Dumai tidak berarti jumlahnya. Malah aret Riau dikapalkan keluar melewati Pekanbaru dan lebih sering via Teluk Bayur, Padang. Bambang Wahyudiono, Kepala Wilav ah Perla II, mengatakan ada rencana menembus jalan dari Kota Pinang (dekat Pematang Siantar, Sumatera Utara) ke Dumai. Jika proyek jalan 300 Km itu selesai--entah kapan, katanya, sebagian produk perkebunan Sumatera Utara akan bisa dialihkan ekspornya via Dumai, yang menghemat biaya angkutan ketimbang via Belawan melulu. Tapi proyek jalan ke Dumai itu kini masih di atas kertas.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus