PERNAH ia disebut sebagai salah satu "pelabuhan terbaik"
di Indonesia. Fasilitasnya cukup. Dalam areal 6 KmÿFD
terdapat 3 dermaga yang bisa menerima kapal samudera, 7
unit gudang besar dengan kapasitas 12.400 M3, lapangan
beraspal seluas 33.500 M~ yang bisa menampung peti-kernas, 3
mesin etane yang berkekuatan bongkar-muat 20 ton, pembangkit
tenaga listrik, pompa air bersih dengan kemampuan 15 M3 per
jam, stasiun pandu dengan dermaga tersendiri, dan unit
kesehatan yang mahal.
Pokoknya, investasi sudah besar-besaran. Tapi pelabuhan Dumai
itu kini makin sepi dan terancam menjadi besi tua. Koresponden
TEMPO Rida K. Liamsi setelah meninjaunya, melaporkan:
Sepanjang 1976, rata-rata masih 5 kapal yang keluar masuk Dumai
sehari. Jumlah itu sudah merosot sekali dibanding dengan zaman
sebelum Pertamina grogi. Tahun 1977, lebih merosot lagi ke,
seperti satu pejabat berkata, "tiga kapal sehari pun sulit."
Bahwa Dumai pernah dianggap penting, terbukti bahwa
Administrator Pelabuhannya sekaligus menjadi koordinator 8
pelabuhan di Riau dan 2 lainnya di Sumatera Barat, yang termasuk
wilayah Perla II. Adpel S.E. Makalew, jika tidak berfungsi
sebagai koordinator, mungkin merasa jemu dan turut kesepian
sekarang ini.
Di Atas Kertas
Sebagian besar pergudangannya kosong, terisi 15.000 ton saja
selama 2 tahun terakhir ini. Adalah hanya karena pipa Caltex
bermuara di situ, maka BPP Dumai tertolong. Tanker yang di bawah
150.000 ton mengangkut minyak Minas yang berkadar belerang
rendah dari situ. Dari kedatangan tanker itu, BPP Dumai
kecipratan rezeki, walaupun semua fasilitas yang digunakan kapal
minyak adalah milik perusahaan minyak. "Ada semacam kesepakatan"
dengan Caltex dan Pertamina, kata Makalew, untuk membagi rezeki
fifty-fifty. " Tanker itu harus memakai pandu untuk keluar-masuk
dermaga Caltex melalui alur sepanjang 55 mil. Untuk mengawasinya
saja, BPP Dumai mendapat Rp 200 juta lebih tiap bulan.
Tapi Makalew kelihatan merasa kikuk terus-terusan menyusu pada
Caltex dan Pertamina. Pelabuhan induk itu seyoianya bisa hidup
sendiri, terutama sekali jika lancar ekspor karet dan kayu dari
Riau melalui Dumai. Ternyata di luar minyak bumi, ekspor
komoditi dari Dumai tidak berarti jumlahnya. Malah aret Riau
dikapalkan keluar melewati Pekanbaru dan lebih sering via Teluk
Bayur, Padang.
Bambang Wahyudiono, Kepala Wilav ah Perla II, mengatakan ada
rencana menembus jalan dari Kota Pinang (dekat Pematang Siantar,
Sumatera Utara) ke Dumai. Jika proyek jalan 300 Km itu
selesai--entah kapan, katanya, sebagian produk perkebunan
Sumatera Utara akan bisa dialihkan ekspornya via Dumai, yang
menghemat biaya angkutan ketimbang via Belawan melulu.
Tapi proyek jalan ke Dumai itu kini masih di atas kertas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini