Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Luhut dan Jokowi Gaungkan Bentuk Family Office, Ini Sorotan Berbagai Pihak

Sejumlah pihak menanggapi rencana pemerintah membentuk family office atau kantor keluarga yang diusulkan Luhut Binsar Pandjaitan.

6 Juli 2024 | 13.05 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Presiden Joko Widodo atau Jokowi (kanan), didampingi Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan (kiri), berjalan menuju ruangan pembukaan Our Ocean Conference di Nusa Dua, Bali, Senin, 29 Oktober 2018. ANTARA/MediaOOC2018/Prasetia Fauzani

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah pihak menanggapi rencana pemerintah membentuk family office atau kantor keluarga. Wacana ini diusulkan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah menyetujui dan memanggil sejumlah menteri dan pejabat untuk membahas skema pembentukannya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Family office merupakan salah satu upaya untuk menarik kekayaan dari negara lain untuk pertumbuhan ekonomi nasional,” kata Luhut melalui akun Instagram resmi @luhut.pandjaitan, dikutip Tempo pada Selasa, 2 Juli 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Saat ini Luhut mengaku dirinya sedang menyusun regulasi terpadu terkait family office. Salah satu regulasi yang bakal ditetapkan adalah orang yang menaruh uangnya di family office tidak dikenakan pajak, tetapi diharuskan untuk melakukan investasi, yang akan dikenakan pajak.

“Mereka tidak dikenakan pajak, tapi dia harus investasi dan investasi nanti akan kita pajaki,” kata Luhut dalam video di Instagramnya. Berikut deretan tanggapan terkait rencana pemerintah membentuk family office.

1. Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira

Ekonom sekaligus Direktur Celios Bhima Yudhistira mengatakan pemerintah perlu mengkaji lebih dalam rencana pembentukan family office. Menurut Bhima, berbagai studi menunjukkan, negara yang menjadi tempat family office adalah negara surga pajak atau mampu memberikan tarif pajak super rendah.

“Apakah Indonesia Cuma dijadikan sebagai suaka pajak dan tempat pencucian uang, misalnya?” kata Bhima kepada Tempo, Selasa, 2 Juli 2024.

Selain berpotensi menjadi suaka pajak dan tempat pencucian uang, ia khawatir investasi family office tidak masuk sektor riill, seperti untuk membangun pabrik. Namun, hanya untuk diputar di instrumen keuangan, seperti pembelian saham dan surat utang.

Menurut Bima, Indonesia belum memenuhi kriteria untuk membentuk family office. Selain mampu menerapkan tarif pajak rendah, negara yang akan membentuk family office mesti memiliki kedalaman pasar keuangan dan infrastruktur keuangan lengkap.

“Misalnya, Singapura, London, Hongkong. Kriteria ini sepertinya belum ada di Indonesia,” kata dia.

2. Pengamat kebijakan publik UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat

Pengamat kebijakan publik UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat juga mengkritisi rencana pemerintah membentuk family office. Ia menilai tidak ada urgensi pemerintah merealisasikan kebijakan tersebut. Kata dia, ada kebutuhan rakyat yang lebih mendesak dan berdampak pada kesejahteraan masyarakat luas

“Misalnya, menciptakan lebih banyak lapangan kerja dan layanan kesehatan yang lebih baik,” kata Achmad melalui aplikasi perpesanan kepada Tempo, Rabu, 3 Juli 2024.

Pemerintah berdalih family office dibentuk guna menarik kekayaan dari negara lain untuk pertumbuhan ekonomi nasional. Namun, menurut Achmad, realisasinya tidak semudah itu. Terlebih, ketidakpastian ekonomi global masih berlangsung. Menurutnya, orang kaya di dunia akan berhati-hati dalam berinvestasi di luar negeri.

“Apalagi di negara berkembang seperti Indonesia. Karena dalam pandangan mereka, risikonya lebih tinggi,” ujarnya.

3. Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa

Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengatakan family office merupakan tawaran yang bagus jika mengatur kemudahan dalam berusaha. Namun ia kurang sepakat jika orang kaya tersebut tidak dikenai pajak. Menurut Suharso, pemerintah selama ini sudah menyambut baik orang kaya yang ingin menyimpan hartanya di Indonesia, namun tidak perlu ada iming-iming insentif pajak.

“Orang kaya tinggal di tempat kita itu terbuka,” ujarnya saat ditemui di Kantor DPR, Senayan, Kamis 4 Juli 2024.

Menurutnya, pemerintah harus berhemat dalam memberikan insentif fiskal, karena negara sedang dihadapkan dengan tantangan menaikkan rasio pajak dan pendapatan. Dibanding menawarkan insentif, menurut dia, lebih baik diberikan kemudahan-kemudahan dalam berusaha. Seperti misalanya dukungan pendirian pabrik atau lingkungan bisnis.

HENDRIK KHOIRUL MUHID  | RIRI RAHAYU | ILONA ESTHERINA I  RIZKI DEWI AYU

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus