Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan merencanakan pembentukan family office di Indonesia. Teranyar, ia berkonsultasi dengan Ray Dalio, pendiri hedge fund terbesar di dunia, Bridgewater Associates, yang mengelola dana sebesar US$ 124 miliar. Saat ini, Ray juga memiliki family office di Abu Dhabi dan Singapura.
Luhut bertemu Ray Dalio di sela acara Indonesia Africa Forum (IAF) di Bali, kemarin. Ray memang diundang sebagai pembicara yang membagikan pandangannya tentang perubahan ekonomi global. Momen pertemuan dengan orang terkaya ke-124 di dunia berdasarkan Forbes 2024 dengan nilai kekayaan US$ 15,4 miliar itu ia bagikan melalui media sosial.
"Pengalaman Ray yang pernah disebut sebagai 100 orang berpengaruh di dunia versi Majalah Times, akhirnya membuat kami mengundang dirinya untuk belajar dan mendengar pandangannya mengenai kebijakan family office," ungkap Luhut, dikutip dari unggahannya di Instagram resmi @luhut.pandjaitan pada Senin, 2 September 2024.
Menurut Luhut, diskusi dengan Ray menjadi diskusi yang menambah wawasan. Ia lantas mengatakan bahwa kolaborasi global dan dedikasi terhadap pengetahuan dapat membuka peluang baru dan memajukan keberlanjutan.
"Saya berharap dari diskusi dengannya kali ini, mampu memotivasi kami untuk mengedepankan inovasi," ujar Luhut. "Demi menciptakan masa depan yang lebih baik bagi generasi mendatang."
Lebih lanjut ihwal family office, Luhut pernah mengatakan Indonesia memiliki peluang mendapat keuntungan. Ia berujar, family office menjadi upaya menarik kekayaan dari negara lain untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
Terlebih, Luhut berujar, data dari The Wealth Report menunjukkan bahwa populasi individu super kaya di Asia diperkirakan tumbuh 38,3 persen selama periode 2023-2028. Sementara di Indonesia, diprediksi tumbuh 34 persen.
"Ada dana US$ 11 triliun yang mereka mau cari tempat nangkring. Sekarang banyak di Singapura, Dubai, Hong Kong. Kita tawarkan itu, susun regulasinya," kata Luhut melalui akun Instagram resmi Luhut, dikutip Tempo, Selasa, 2 Juli 2024.
Namun rencana itu kemudian dikritisi ekonom sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira. Ia mengatakan pemerintah perlu mengkaji lebih dalam rencana pembentukan family office. Menurut Bhima, berbagai studi menunjukkan, negara yang menjadi tempat family office adalah negara surga pajak atau mampu memberikan tarif pajak super rendah.
Ia mencontohkan Giblatar, Panama, Virgin Island. "Apakah indonesia cuma dijadikan sebagai suaka pajak dan tempat pencucian uang, misalnya?" kata Bhima kepada Tempo, Selasa, 2 Juli 2024.
Selain berpotensi menjadi suaka pajak dan tempat pencucian uang, Bhima khawatir investasi family office tidak masuk sektor riill, seperti untuk membangun pabrik. Namun, hanya untuk diputar di instrumen keuangan, seperti pembelian saham dan surat utang. "Kalau seperti itu, dampak ke perputaran ekonomi juga relatif terbatas," kata dia.
Lagi pula, menurut Bhima, Indonesia belum memenuhi kriteria untuk membentuk family office. Selain mampu menerapkan tarif pajak rendah, menurut Bhima, negara yang akan membentuk family office mesti memiliki kedalaman pasar keuangan dan infrastruktur keuangan lengkap. "Misalnya, Singapura, London, Hong Kong. Kriteria ini sepertinya belum ada di Indonesia," kata dia.
Pilihan Editor: Jokowi Titip-titip ke Prabowo Soal Pembangunan IKN hingga Hilirisasi Industri
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini