Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Maaf, Jaksa

Koresponden majalah detik, johansyah balham diseret ke pengadilan & dituntut untuk mempertanggungjawabkan tulisannya yang dimuat di majalah tersebut.(md)

1 November 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

UNDANG-undang Pokok Pers 1966 pasal 15 memaparkan kedudukan, tanggung jawab dan hak pemimpin redaksi sehubungan dengan suatu tulisan dalam penerbitannya. Dialah penanggung jawab tunggal (keluar) terhadap seluruh tulisan yang telah disiarkan. Ternyata belum semua aparat kepolisian dan kejaksaan memahaminya. Di Samarinda, Kalimantan Timur, misalnya, peranan pemimpin redaksi, seperti diatur dalam UU yang bersifat khusus itu, memang benar tidak dihiraukan kepolisian dan kejaksaan setempat. Buktinya, mereka tetap menuntut pertanggung jawaban Johansyah Balham, koresponden majalah Detik (Jakarta) di Samarinda. Karena suatu tulisannya di majalah itu (12 Februari), ia diseret ke pengadilan dengan tuduhan menista nama baik dr. Bambang Rudiyanto, dr. H. Soepangat dan dr. Thamrinsyah. Ketiganya, tulis Johansyah, telah menjalankan praktek rentenir gelap yang menyebabkan Tan Tjin Tong terjerat hutang menumpuk. Masih Keliru Berpegang pada UU Pokok Pers tadi, tentu saja pemimpin redaksi yang harus dipanggil bila ada pengaduan karena suatu tulisan--bukan penulisnya. "Semua manusia Indonesia mestinya sudah harus tahu dan dianggap tahu isi undang-undang itu," kata M.A. Tomaseuw SH, Kepala Humas Kejaksaan Agung. Tapi kenapa Johansyah diadili (mulai 15 Oktober)? Abdul Aziz's, Pemimpin Redaksi Detik, ternyata belum memindahkan tanggung jawabnya pada Johansyah. "Seharusnya kejaksaan Samarinda menanyakan dulu kepada saya tentang siapa yang akan bertanggung jawab terhadap tulisan tersebut," katanya. Ia menyebut tindakan kepolisian dan kejaksaan tadi jelas melanggar UU Pokok Pers 1966. Dalam hal ini ternyata juga telah diabaikan konsensus PWI dengan Kejaksaan Agung (8 Februari 1977). Menurut konsensus itu, hanya instansi kejaksaan (bukan kepolisian) yang melakukan pemanggilan (pada tingkat pertama) terhadap wartawan yang disangka melakukan delik pers. Tidak jelas mengapa kejaksaan Samarinda masih keliru.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus