Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Kejutan Dari Radio Gurdus

Wartawan Israel, Michael Gurdus berpengalaman menyadap pembicaraan rahasia dengan pesawat radio, dan berkali-kali menghasilkan berita kejutan. (md)

1 November 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUPLAI amunisi secara diam-diam diangkut lewat jembatan udara (airlift) dari Libya ke Iran. Ternyata Mihael Gurdus mengetahuinya. Ketika pesawat Iran tengah menerobos sebagian wilayah udara Uni Soviet, Gurdus dengan perlengkapan radionya ( I0 Oktober) berhasil menyadap pembicaraan antara pilot pesawat tadi dengan menara kontrol suatu pangkalan udara milier di lran. Libya membantah tapi Iran bungkam. Pemerintah Teheran agaknya sudah maklum akan prestasi Gurdus. Beberapa kali wartawan radio Israel itu pernah membuat scoop dari kamar kerja di rumahnya. Siapa Gurdus? Ia tinggal di sebuah rumah tembok, dikelilingi pohon rindang, di suatu jalan Tel Aviv, Israel. Di atas wuwungan rumahnya tampak menjulang antene radio bersilangan. Michael Gurdus, 35 tahun, berambut kelabu, bekerja dengan perlengkapan enam pesawat radio (gelombang pendek, menengah dan panjang). Dari kamarnya itu, yang dihiasi dengan pesawat terbang mainan dan bola dunia, Gurdus menjelajah dunia. Dan pada dini hari 25 April Gurdus berhasil menguping pembi- icaraan antara komandan Angkatan Darat AS di Turki dengan pilot pesawat Angkatan Udara AS yang tengah melintasi Bahrain. Percakapan itu adalah sebagian dari suatu usaha AS membebaskan para sandera di Teheran. Blue Light Operation yang , dilancarkan Presiden Jimmy Carter ternyata kandas di danau garam Dashte-Kavir dan menewaskan delapan anggota pasukan. Bertolak dari percakapan itu, Gurdus menyiarkan di radio bahwa misi yang gagal tadi bertolak dari Cairo, Mesir. mengisi bahan bakar di Bahrain dan dikomando dari Turki. Banyak kantor berita lalu mengutipnya, hingga cerita itu tersiar luas dan berkembang. "Biasanya transmisi Angkatan Udara AS bekerja dengan kode-kode. Tapi suatu saat anda tak bisa melanjutkannya. Anda harus bekerja secara terbuka," katanya. "Itulah kesempatan saya buat menguping." Akibat pemberitaan Gurdus, Washington tentu saja gusar dan malu. Operasi militer (dengan komandan veteran Perang Vietnam, Kolonel Charles Beckwith) itu, walaupun dirahasiakan, ternyata bocor juga. Presiden Carter konon pernah meminta Israel agar men-bungkam kegiatan Gurdus. Tapi wartawan itu ternyata sampai kini masih bekerja memperoleh berita dari memonitor radio. Radio memang suatu sarana ampuh untuk menembus isolasi informasi di Timur Tengah. Gurdus menghabiskan waktu sekitar delapan jam sehari untuk menjejak setiap gelombang radio yang mendatangkan bahan berita. Selama 12 tahun memonitor radio, ia menghasilkan sejumlah kejutan. Di antaranya berita misi pasukan Grenzschutzgruppe (C.SG 9) Jerman Barat menyelamatkan para sandera- di Mogadishu (1977), penyelamatan penumpang pesawat Air France yang dibajak ke Entebbe (1976) dan berita lolosnya Uskup Agung Makarios (1976) dari suatu usaha kudeta berdarah. Menjadi seorang wartawan memang suatu cita-cita Gurdus sedari kecil. Ayahnya adalah seorang wartawan Jerman, diusir ke Warsawa ketika Nazi memerintah. Ia meliput Eropa menjelang Perang Dunia ll dari wilayah miskin di Warsawa dengan radio. Tahun 1939 keluarga Gurdus pindah ke Palestina dau sang ayah menjadi wartawan Agence France Presse dengan tugas memonitor radio. Setelah menjalani wajib militer dan lulus dari universitas, pemuda Gurdus hekerja sebagai wartawan Freelance. Dengan radio warisan ayahnya, ia kemudian mulai melacak setiap gelombang radio dan stasiun pemakainya. Ribuan nama stasiun radio kini ada dalam catatannya. Dalam upaya mengumpulkan data itulah tahun 1964, misalnya, ia menjumpai siaran Radio Brazil yang memberitakan suatu kudeta. Kepada Duta Besar Brazil di Tel Aviv, Gurdus menceritakan peristiwa tersebut. "la berterima kasih dan menjawab bahwa karirnya berakhir sudah. Benar juga, heberapa hari kemudian ia dipanggil pulang," tuturnya. Makarios Gurdus menjadi wartawan penuh pada tahun 1968. Menguasai enam bahasa asing, ia enam tahun kemudian menangkap siaran radio Siprus yang memberitakan bahwa Uskup Agung Makarios sudah mati. Sementara itu, ia juga berhasil menangkap suatu siaran radio dari Siprus Selatan yang mengudarakan suara Makatios. Ketika Gurdus kemudian mengudarakan hasil sadapannya, kebetulan Departemen Luar Negeri AS memonitornya -- dan meneruskan berita itu ke Inggris. Pihak Inggris lalu menerbangkan Makarios ke Malta. Pengalaman menegangkan bagi Gurdus ialah ketika ia (1977) menyadap pembicaraan percakapan pesawat militer Jerman Barat yang sedang melintasi Turki dengan markasnya. Pesawat itu sedang menuju Somalia untuk membebaskan penumpang Lufthansa yang disandera para teroris. Ia menguntit penerbangan tadi sejak melintasi Turki, Aden sampai Afrika. Seluruh hasil sadapan tersebut langsung dikirimkannya ke redaksi. Ketika mendekati jam siaran, Gurdus menghimbau atasannya agar jangan mengudarakan dulu bahan berita itu sebelum operasi selesai. Tapi sang redaktur tetap juga mengudarakan sekalipun operasi belum diawali. Untung siaran tadi tak terdengar oleh para pembajak. Belajar dari pengalaman menegangkan itu, Gurdus kini mencoba menahan diri. Jika memperoleh lagi berita peka, ia berniat akan mengudarakannya bila saatnya dianggap sudah tepat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus