Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Manghadapi inflasi

Pemerintah mengakui tingkat inflasi sudah cukup serius. para pedagang & investor memberikan komentarnya. sementara itu masyarakat umum belum menganggapnya serius bahkan jumlah penabung bertambah. (eb)

22 September 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LEBARAN sudah berakhir sebulan lalu, tapi sampai sekarang inflasi di Indonesia belum juga jinak. Tingkatnya, seperti disebutkan Menpen Ali Moertopo selepas sidang Kabinet dua pekan lalu, sudah cukup "serius". Inilah untuk pertama kalinya pemerintah mengakui secara terbuka inflasi mulai menggawat. Sampai akhir minggu ini belum dihetahui tindakan apa yang akan diambil pemerintah. Yang jelas, dengan digunakannya sistim perhitungan indeks inflasi yang baru, di mana indeks harga dari 17 kota besar untuk kurang lebih 150 bahan pokok menjadi ukuran, kenaikan harga yang tinggi untuk satu kota besar akan lebih tercermin dalam indeks nasional. Sebelumnya, apapun yang terjadi di bidang harga-harga di kota-kota besar tak mempengaruhi indeks inflasi, karena indeks didasarkan atas 62 bahan pokok di Jakarta saja. Untuk mengatasi kelangan beberapa jenis barang di suatu kota, bisa dipastikan pemerintah akan lebih banyak mencurahkan perhatian pada sektor perhubungan, terutama perhubungan laut, yang merupakan alat penangkutan utama untuk negeri kepulauan ini. Penilaian pemerintah tentang seriusnya inflasi datang ketika inflasi di bulan Agustus mencapai 2,3%, yang berarti belum mereda sejak April, ketika harga bahan bakar dalam negeri dinaikkan. Tiga bulan sesudah April lalu, inflasi yang mulai dihitung dengan indeks baru menunjukkan tingkat yang cukup mencemaskan: Mei 3,1%, Juni 2,3% dan Juli 2,5% INI berarti hanya dalam lima bulan antara April-Agustus, inflasi sudah mencapai 13,9%. Atau tingkat tahunan yang bisa mencapai 30%, satu tingkat yang paling tinggi sejak 1974. Kenaikan yang tinggi di bulan Agustus masih bisa dimengerti karena adanya kenaikan tradisional menjelang lebaran. Di bulan itu, indeks kelompok makanan naik 3,6%, yang disebabkan melonjaknya harga daging ikan, buah-buahan dan bumbu makanan. Harga beras hampir tak berobah. Disebabkan lebaran pula, harga sandang naik keras, dan ini terlihat dengan naiknya indeks harga sandang rata-rata 4%. Gejala inflasi yag makin panas ini juga dapat dilihat dari makin cepatnya uang yang beredar. Berdasarkan Laporan Mingguan Bank Indonesia 30 Agustus 1979, pada minggu pertama Agustus uang beredar telah mencapai Rp 3106 milyar. Berarti selama 7 bulan pertama tahun ini, uang beredar naik 24,8%, sedikit lebih tinggi dari kenaikan yang terjadi untuk seluruh tahun 1978. Dalam kwartal pertama uang beredar naik 12,5%, dan, angka sementara kenaikan selama kwartal kedua adalah 6,9%, dan di bulan Juli saja naik 2,8%. Pertambahan uang beredar sebagian besar berasal dari sektor perdagangan luar negeri dan pertambahan kredit bank. Kredit perbankan berdasarkan catatan yang sama berjumlah Rp 6015 milyar, atau naik 11,5% selama 1979. Makin cepatnya tingkat kenaikan kredit ini mulai nampak. Kwartal pertama naik 1%, kwartal kedua naik 4,3% dan dalam lima minggu terakhir saja sudah naik 2,7%. Apabila pemerintah tidak mengadakan perobahan dalam kebijaksanaan kredit, maka dalam inflasi yang cukup tinggi, permintaan kredit perbankan akan membaik, karena mencari kredit bank akan lebih menguntungkan bagi si penerima kredit atas kerugian bank. Tapi hal yang sebaliknya bisa terjadi pada para pemilik deposito berjangka. Sampai sekarang belum ada kecenderungan para pemilik deposito rupiah itu pindah ke dollar atau mata-uang asing lainnya. Menurut Nico Lolong, 27 tahun, dari The Hongkong and Shanghai Banking Corporation, Jl. Hayam Wuruk, Jakarta, statistik permintaan valuta asing meningkat sampai 200% di banknya. Tapi itu terjadi sekitar Nopember tahun lalu sampai Pebruari 1979, jadi akibat Kenop-15. Menurut Nico, kini Kepala Departemen Valuta Asing dan Money Chalger di bank asing itu, keadaan kembali normal sesudah itu. "Malahan pada Agustus lalu tak terasa ada kegiatan sama sekali," tuturnya. Dia mengakui ada peningkatan pembelian valuta asing sebanyak kurang lebih 20% dalam bulan September ini. "Itu mungkin disebabkan pengumuman berita inflasi," katanya. Tapi berapa persisnya kenaikan itu baru akan diketahuinya setelah turup bulan September ini. Ada kemungkinan kekagetan itu akan cepat reda lagi. Sekalipun tidak tertutup kemungkinan yang sebaliknya tingkat bunga yang diterima para penyimpan deposito tak akan menarik lagi, karena makin ketinggalan dengan inflasi. Dengan bunga hanya 9% setahun atau 6% untuk setengah tahun, maka nilai riil uang si penabung pada saat depositonya dicairkan malahan berkurang dibandingkan ketika uangnya didepositokan. Dengan demikian uangnya benar-benar telah digerogoti oleh inflasi. Bisa dimengerti kalau para pemilik uang mulai suka membeli emas yang terus naik gengsinya di pasaran dunia. Pertengahan September lalu, di pasaran London 'si kuning' itu, sudah mencuat US$ 345,75 per troy oune 1 ounce = 31,1035 gram). Di Jakarta ketika itu logam mulia memasang harga Rp 7.100 per gram. Belum bisa disebutkan terjadi semacam gerakan membeli emas batangan di Indonesia. Bahkan ada penabung tetap enggan membeli emas, dan sejauh ini setia pada Tabanas (lihat Antara Tabanas dan Emas). Itu mungkin karena tak tahu bagaimana jual-beli emas. Juga ada yang masih diliputi ketakutan jangan-jangan harga emas itu akan anjlok lagi. Tapi Danil Nasir, 46 tahun, pejabat PT Aneka Tambang Unit Logam Mulia di Jakarta merasa yakin harganya tak mungkin berkurang dari Rp 7.000 per gram. Ada lagi satu kegemaran lain di kalangan orang berduit di sini yang sering ke luar negeri "Mereka banyak membeli golden paper di Singapura atau Hongkong," tutur Santoso Sumali, Direktur PT Overseas Express Bank kepada TEMPO pekan lalu. Kertas emas itu dibeli di bursa, lalu disimpan di dalam safe deposit boxes di sana. Dan kertas emas itu setiap waktu bisa dijualbelikan. Seberapa besar arus orang membeli kertas emas itu tak mudah diketahui. Beberapa pengamat beranggapan akan lebih banyak lagi orang yang membeli setelah mendengar inflasi bisa mencapai 30% di akhir tahun ini. Maksudnya, tidak lain, untuk spekulasi. Permintaan Pemerintah tenang seriusnya inflasi rupanya berhasil membikin suasana "siap" walaupun di pasar sebenarnya suasana lagi adem.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus