Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DULU Muhammadiyah dikenal dengan filosofinya bermain di tataran high politic. Tak menyampaikan dukungan kepada seseorang secara telanjang, tapi selalu dikemas dalam bentuk kriteria. Kini hal itu rupanya tak berlaku lagi. Organisasi massa Islam terbesar kedua di Tanah Air itu secara gamblang menyampaikan dukungan terhadap Amien Rais sebagai calon presiden, Selasa pekan lalu.
Alasannya, Amien adalah kader terbaik Muhammadiyah, juga tokoh yang dianggap mampu memperjuangkan kelanjutan reformasi dan penyelamatan bangsa dalam pemilihan presiden pada Pemilu 2004. "Kita tidak mau melarikan diri dari kenyataan politik," kata Sekretaris Pengurus Pusat Muhammadiyah, Haedar Nasir, kepada TEMPO.
Ternyata butuh waktu sekitar dua tahun untuk sampai pada keputusan tersebut. Niat menyebut nama Amien, kata Haedar, muncul sejak Tanwir Muhammadiyah di Denpasar, Desember 2002. Adalah Pengurus Wilayah Muhammadiyah Sumatera Barat yang pertama menggulirkannya. Pengurus lain sami'na wa athona. Bagi mereka, jika sudah menyangkut sosok Amien, tak perlu berpanjang kata lagi.
Hanya, ketika itu jadwal pemilu masih terlalu jauh. Sungguh tak elok jika sebagai ormas mereka sudah mengusung nama calon presiden unggulan. Akhirnya disepakati, dukungan dikemas dalam bentuk kriteria: "Mendukung kader terbaik Muhammadiyah". Dalam tanwir di Makassar, Juni tahun berikutnya, dukungan kian mengkristal. Tapi, karena Undang-Undang Pemilu dan Pemilihan Presiden tak kunjung tuntas dibahas DPR, peserta tanwir kembali harus menahan diri. Kali ini kriteria dipertegas: Mampu memperjuangkan kelanjutan reformasi dan penyelamatan bangsa.
Pihak PP Muhammadiyah juga sempat berkonsultasi dengan Amien secara pribadi soal rencana dukung-mendukung itu. Meski menyambut dengan happy, Ketua Umum Partai Amanat Nasional itu mengajukan syarat yang tidak gampang. "Kalaupun hendak mendukung saya, sampaikanlah secara cerdas dan bijak," kata Haedar, menirukan Amien.
Untuk menerjemahkan dukungan "cerdas dan bijak" itu, segenap peserta pleno pada Senin dan Selasa pekan lalu menunjuk Haedar, Dien Syamsudin, Abdul Munir Mulkhan, dan Rosyad Saleh merumuskannya. Dari sekian rumusan yang sempat muncul dalam diskusi, "Yang dibacakan di hadapan wartawan itulah yang terbaik," ujar Haedar.
Nyatanya, tak semua pihak merasa srek dengan model dukungan semacam itu. Berbagai elemen Muhammadiyah, seperti Ikatan Remaja Muhammadiyah, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, LPP PP Aisyiyah, Nasiatul Aisyiyah, Majelis Dikti Litbang, PSAP, LPBTN, dan LP3 Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, tegas menolak keputusan tersebut. "Pilih-memilih adalah urusan masing-masing individu," kata Ketua IRM, Sanusi Ramadhan.
Mereka yang berada di luar Partai Amanat Nasional (PAN) pimpinan Amien pun merasa tak lagi dipayungi Muhammadiyah. Wakil Sekjen Partai Bintang Reformasi, Zaenal Maarif, menduga keputusan itu tak lepas dari masih besarnya pengaruh Amien di lingkungan PP Muhammadiyah. Juga gerilya para pengurus PAN di daerah yang juga menjadi pengurus Muhammadiyah.
Tanpa menyebut nama, Wakil Ketua PP Muhammadiyah Dien Syamsudin mengakui adanya pengurus teras PAN yang getol menarik-narik agar Muhammadiyah mendukung Amien. Hal itu tak bisa dihindari. Sebab, di partai berlambang matahari terbit itu banyak aktivis Muhammadiyah. "Semua itu tak harus diingkari. Tapi yang didukung adalah Pak Amien, bukan partai," katanya.
Sudrajat, Syaiful Amin, Sunariah
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo