Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Marak PHK, Menperin Klaim Serapan Tenaga Kerja di Industri Manufaktur Tumbuh Lebih Tinggi

Per tahun 2024, rasio penambahan tenaga kerja baru di sektor manufaktur terhadap jumlah tenaga kerja yang terkena PHK mencapai 1 banding 20.

5 Maret 2025 | 11.31 WIB

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dan Menteri Ketenagakerjaan Yassierli saat ditemui di Kantor Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Jakarta, Senin, 6 Januari 2024. Tempo/Han Revanda Putra.
Perbesar
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dan Menteri Ketenagakerjaan Yassierli saat ditemui di Kantor Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Jakarta, Senin, 6 Januari 2024. Tempo/Han Revanda Putra.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Perindustrian atau Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita angkat bicara soal maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK) di Tanah Air. Ia bahkan mengklaim industri manufaktur tetap tumbuh dan menyerap tenaga kerja baru yang lebih banyak ketimbang angka PHK tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Bahwa memang benar ada penutupan beberapa pabrik dan pemutusan hubungan kerja (PHK), kami menyampaikan empati kepada perusahaan industri dan pekerja yang mengalami hal tersebut," kata Agus di Jakarta, Selasa, 4 Maret 2025, seperti dikutip dari Antara

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Agus menilai maraknya PHK belakangan ini terjadi di antaranya karena penurunan permintaan (demand) pasar ekspor, kelalaian manajemen pabrik, hingga perubahan strategi bisnis yang ingin mendekatkan basis produksi dengan pasar di luar negeri. Selain itu ada alasan pelaku industri terlambat mengantisipasi perkembangan teknologi sehingga produknya kalah bersaing.

Dari berbagai alasan tersebut, menurut dia, sebagian besar penutupan pabrik disebabkan turunnya permintaan domestik karena pasar dalam negeri dibanjiri produk impor. Selain itu, faktor penyebab PHK juga didorong oleh pelemahan belanja dalam negeri, dan kelangkaan bahan baku.

Meski begitu, menurut Agus, Kemenperin memastikan terus berupaya meningkatkan investasi baru di sektor manufaktur, serta mendorong munculnya industri baru untuk mulai berproduksi sehingga menyerap tenaga kerja lebih banyak.

Agus lalu membeberkan data dari Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas) pada tahun 2024 yang menunjukkan jumlah tenaga kerja baru yang diserap industri manufaktur yang mulai berproduksi tahun 2024 mencapai 1.082.998 tenaga kerja baru.

Angka tersebut lebih tinggi dari jumlah PHK yang dilaporkan ke Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) pada tahun 2024 sebesar 48.345 orang. Adapun jumlah pekerja yang ter-PHK pada periode tersebut bukan hanya merupakan pekerja di sektor manufaktur, tetapi angka total untuk semua sektor ekonomi.

Artinya, kata Agus, banyak perusahaan industri manufaktur bermunculan dan mulai berproduksi dengan menyerap tenaga kerja baru yang lebih banyak pula. Bahkan jumlah tenaga kerja yang diserap itu lebih banyak dari jumlah tenaga kerja yang terdampak PHK di berbagai sektor ekonomi.

Tak hanya itu, menurut Agus, jumlah tenaga kerja pada industri pengolahan nonmigas terus meningkat, dari 17,43 juta di tahun 2020 menjadi 19,96 juta di tahun 2024. Per tahun 2024, rasio penambahan tenaga kerja baru di sektor manufaktur terhadap jumlah tenaga kerja yang terkena PHK mencapai 1 banding 20.

Rasio ini terus naik sejak tahun 2022 sebesar 1:5, menjadi 1:7 pada 2023, dan 1:20 di tahun 2024. Kenaikan ini, menurut Menperin, menunjukkan kinerja serapan tenaga kerja manufaktur Indonesia semakin baik.

Lebih jauh, Agus memastikan Kemenperin terus berfokus memonitor penutupan industri yang terutama disebabkan karena kelangkaan dan hambatan bahan baku produksi. "Serta upgrade teknologi produksi, untuk bisa mencari penyelesaiannya,” ujar Menperin.

Yang juga tak kalah penting, menurut Agus, bagaimana memahami penyebab terjadinya PHK dan mencari solusinya, serta sinergi antara pemangku kebijakan terkait yang memiliki kewenangan untuk membahas solusi bersama. Di antaranya adalah instansi yang bisa mengeluarkan kebijakan terkait hambatan perdagangan, seperti safeguard, larangan dan pembatasan (lartas), serta nontariff barrier.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus