Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
DTKS disebut tidak akurat karena pemutakhiran data yang lambat dan tidak dilakukan berkala.
Warga miskin masih kesulitan mendaftarkan diri ke DTKS secara daring.
BPS sudah menyerahkan data Regsosek ke Kementerian PPN.
JAKARTA - Salah satu tantangan dalam penyaluran bantuan sosial atau bansos adalah ketidaksesuaian antara data dan kondisi di lapangan. Persoalan ini menjadi topik bahasan dalam debat calon presiden pada Ahad lalu. Calon presiden Ganjar Pranowo mengatakan data yang digunakan pemerintah masih memiliki banyak kekurangan dan belum mutakhir.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kita masih punya masalah dalam penyaluran. Ada data yang tidak valid sehingga ada yang memprotes tidak terverifikasi atau tidak terespons dengan baik,” kata Ganjar. Menurut dia, data yang digunakan harus diperbaiki sehingga bansos yang diberikan dapat tepat sasaran serta menurunkan angka kemiskinan dan kesenjangan.
Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesejahteraan Sosial Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Nunung Nuryartono mengatakan, untuk penyaluran bansos, saat ini pemerintah menggunakan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) serta Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE).
“Yang dipakai saat ini adalah DTKS dan P3KE untuk program penanggulangan kemiskinan ekstrem dan program lain, seperti penyediaan rumah layak huni,” ujar Nunung kepada Tempo, Kamis, 8 Februari 2024. DTKS merupakan data yang dikelola Kementerian Sosial, sedangkan data P3KE dikelola Kemenko PMK.
Selain dipersoalkan Ganjar, kesesuaian data yang digunakan untuk program perlindungan sosial dipertanyakan beberapa pihak. Senior Research Associate Centre for Innovation Policy and Governance (CIPG) Klara Esti menuding DTKS tidak akurat. Penyebabnya, pemutakhiran data kurang cukup cepat dan berkala. Di sisi lain, warga miskin masih kesulitan mendaftarkan diri ke DTKS secara daring.
Masih Adanya Exclusion Error
Adanya potensi kesalahan memasukkan data dibenarkan oleh Sekretaris Eksekutif Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) Suprayoga Hadi. Ia mengatakan kemungkinan kesalahan masih ada. “Tapi sekarang sudah membaik. Tingkat error-nya sudah sekitar 20 persen,” katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Suprayoga menambahkan, exclusion error atau kesalahan karena adanya rumah tangga miskin yang tidak terdata masih ditemukan. Dia memperkirakan masih ada 7,4 juta orang yang perlu dimasukkan dalam data sebagai target penerima. “Itu yang harus kita selesaikan karena masih banyak juga orang miskin, tapi belum mendapat bansos,” ujarnya.
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) juga mengakui masih adanya kesalahan pada data yang menjadi acuan pemberian bansos. Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengatakan dalam proses pendataan DTKS masih terdapat inclusion and exclusion error. “Akhirnya masih ada orang yang tidak memenuhi syarat namun menerima, begitu pun sebaliknya,” ujarnya.
Penggunaan Data Regsosek
Petugas melakukan pendataan Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek) di Rangkasbitung, Lebak, Banten, 2022. ANTARA/Muhammad Bagus Khoirunas
Menurut Suharso, kesalahan tersebut dapat diperbaiki lewat sistem satu data Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek). Program pendataan Regsosek yang berlangsung sejak 2022 merupakan upaya yang dilakukan pemerintah dalam menyusun data kependudukan tunggal. Suharso mengatakan, dalam berbagai program, Bappenas saat ini condong menggunakan data tersebut. “Ini sangat efektif untuk memetakan seluruh masyarakat Indonesia yang miskin ekstrem, tidak mampu, hingga yang mampu.”
Data Regsosek rencananya diluncurkan secara nasional dalam waktu dekat. Menurut Suharso, data ini bisa lebih mengefisienkan dan mengefektifkan program perlindungan sosial. Dia menganjurkan penggunaan Regsosek atau sistem satu data untuk berbagai program pemerintah, termasuk program perlindungan sosial.
Saat ini data Regsosek yang telah dikumpulkan Badan Pusat Statistik sudah diserahkan kepada Kementerian PPN. Data ini mencakup data 251,3 juta jiwa penduduk, yang terdiri atas 78,3 juta keluarga. Deputi Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan Kementerian PPN Maliki mengatakan Regsosek menawarkan cakupan data yang komprehensif. “Datanya mencakup aspek demografi, kondisi perumahan, keadaan disabilitas, kepemilikan aset, hingga informasi geospasial.”
Maliki mengklaim sekitar 30 persen pemerintah daerah telah mengajukan permohonan hak akses untuk menggunakan data Regsosek. Data tersebut diharapkan dapat mendukung proses penyusunan dokumen pembangunan jangka panjang dan menengah, seperti Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Penggunaan data Regsosek diharapkan dapat mendorong keterbukaan dan transparansi data.
ILONA ESTERINA | VINDRY FLORENTIN | ANTARA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo