Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Masih Fancy

Tembakau Deli & Besuki dari Indonesia sudah mendapat tempat yang tetap di Bremen, Jer-Bar. Kini akan di coba perluasan pasarannya ke luar Bremen, sementara itu eksportir tembakau Indonesia belum bertambah.

7 Oktober 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERDAGANGAN di Bremen, Jerman Barat, pusat pelelangan tembakau Indonesia, sedang menggembirakan. Ini bukan hanya berlaku untuk yang palin populer seperti tembakau Deli, melainkan juga Besuki, Banyumas dan dari tanah raja-raja (Vorstenlanden) -- Jogya, Solo dengan pusatnya di Klaten. Baik terhadap tembakau yang ditanam dalam musim penghujan (Na-Oogst) maupun hasil tanaman musim kemarau (Voor Oogst). Pada pelelangan 13 Juli, tembakau Besuki rata-rata berharga DM 4,55 per 0,5 kg. Sedang tembakau lembaran Deli yang jenis cerutu, 7 September, DM 8,7 per 0,5 kg. Dan jenis tembakau Vorsten landen pada pelelangan Jawa ke-1 tahur ini tercatat DM 5,56 per 0,5 kg. "Harg itu tak akan turun" pada pelelangan ber ikutnya (28 September), direktur H.A Ismail dari NV A. Ismail & Co yang juga menjabat ketua Indonesian Tobacc Association meramalkan. Namun Indonesia belakangan ini tampak mencoba untuk tidak bergantung pada pelelangan Bremen saja. Terutama untuk tembakau yang di bawah kwalitas Deli. Bremen telah menjadi tujuan ekspor tembakau Indonesia sejak akhir 1950-an, sesudah pelelangannya hijrah dari Amsterdam sebagai akibat sengketa Irian Barat. Kini pasarannya mulai terbuka di luar Bremen, bahkan juga di luar Eropa Barat. Pelelangan Bremen itu, kata ir. Ng. Sutedja dari direktorat ekspor, Deperdagkop, "masih cocok untuk produk yang fancy, yang biasanya jadi rebutan seperti tembakau Deli." Maka ia rupanya akan tetap dikirim ke Bremen seperti sediakala. Sesungguhnya tembakau Deli itu pun sudah mulai disaingi di Eropa Barat oleh yang dari Kamerun, Afrika. Pelelangan tembakau Kamerun di selenggarakan di Paris. Khusus tembakau Deli, walaupun sejak Januari 1977 telah dimasukkan dalam Sistim Preferensi Umum (GSP) Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE), masih dikenakan tarif bea masuk 7%, turun dari 15%. Itupun dengan kwota hanya 2500 ton. "Sedangkan tembakau Kamerun bebas bea masuk," kata Sutedja. Sekawan Pribumi Bagi tembakau Besuki, sekitar separoh dari hasil panen tahun 1975-77 sudah dipasarkan di luar Bremen. Panen Besuki tahun 1977 sekitar 140.000 bal. Ekspor tembakau Indonesia 1977 untuk segala jenis dan mutu berjumlah 271.000 bal (25.610 ton) dengan nilai devisa sebesar US$ 57,1 juta, naik dari US$ 45,6 juta pada tahun sebelumnya. Dari keseluruhan ekspor tembakau 1977 itu, Besuki meraih devisa US$ 24,5 juta. Tapi tembakau Deli yang volume ekspornya cuma 36.000 bal dapat merenggut devisa US$ 22,7 juta. Sisanya sebanyak 95.000 bal yang bermutu rendah dan sedang, terdiri dari tembakau Vorstenlanden, Banyumas, Lampung, Kediri, Kedu, Boyolali, Bojonegoro, Jatim, Madura, Jombang, dan Lumajang hanya bernilai ekspor US$ 9,7 juta. Departemen Perdagangan mulai April 1976 melancarkan perluasan (diversifikasi) pasar. Dengan begitu, di luar pelelangan Bremen, tembakau Indonesia mendapat pembeli langsung di Spanyol, Amerika dan Aljazair. Kini juga Belanda, Perancis, Belgia, Jepang, Selandia Baru, Maroko, Tunisia, Pantai Gading. Senegal dan Konggo membeli langsun dari Indonesia. Maka dalam tahun 1977 Bremen cuma menyedot sekitar ss% saja. Sisanya AS (12,66%), Spanyol (6,60%), Belanda (6,5%), Perancis (6,20%), Afrika Utara (4,08%), Belgia (3,7%) dan Jepang (1,68%). Selebihnya Jerman Timur, Bangladesh, Afrika Barat, Pilipina, Kanada, Irlandia dan Norwegia. Usaha perluasan pasar ini ternyata berhasil menaikkan ekspornya. Walaupun pasarannya makin luas, eksportir tembakau Indonesia belum bertambah jumlahnya. "Bahkan kami amat prihatin," kata ketua ITA, H. Ismail, yang menjadi eksportir tembakau sejak tahun 1951. "Lima tahun lalu, aktivitas eksportir swasta pribumi dengan non-pribumi masih seimbang." Saham pribumi tadinya sebanyak 33% dari seluruh ekspor, non-pri 38%. Sisanya dikuasai oleh PTP, PNP dan perusahaan patungan. Kini ada 19 eks portir saja yang aktif dibanding 47 sepuluh sampai lima tahun lalu. Dari yang masih aktif itu hanya 4 swasta pribumi dengan sahamnya dalam ekspor cuma 2%. Mereka ini, termasuk NV A. Ismail & Co, kecil sekali bila diukur dari segi modal. "Setiap kali minta modal dari bank," kata Ismail, eksportir pribumi itu "tidak dilayani."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus