Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Organisasi sipil Sawit Watch turut memperingati Hari Buruh Internasional atau May Day 2023. Direktur Eksekutif Sawit Watch, Achmad Surambo tahun ini menuntut pencabutan Undang-undang (UU) Cipta Kerja dan perlindungan pagi butuh kebun sawit di Tanah Air.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kami menuntut agar UU Cipta Kerja agar dicabut karena akan sangat merugikan bagi kelompok buruh di perkebunan sawit," tutur Achmad dalam keterangannya kepada Tempo, Senin, 1 Mei 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Achmad berujar UU Cipta Kerja tidak melindungi buruh perkebunan sawit. Kehadiran UU Cipta Kerja justru melegalkan praktek hubungan kerja rentan di perkebunan sawit. Menurutnya UU Cipta Kerja telah menghilangkan kepastian kerja, kepastian upah, hingga kepastian perlindungan sosial dan kesehatan.
Hal tersebut mengakibatkan semakin banyak buruh prekarius di perkebunan sawit, yang mayoritas adalah perempuan. Kehadiran UU Cipta Kerja, kata dia, akan melegitimasi praktik hubungan kerja rentan sebagaimana selama ini telah dipraktikkan di perkebunan sawit.
Salah satu yang dinilai mengancam kehidupan buruh adalah praktek kerja outsourcing yang diakomodir dalam regulasi ini. Regulasi tersebut dinilai sangat merugikan buruh kebun sawit karena menyebabkan ketidakpastian hubungan kerja.
Selanjutnya: Dengan UU Cipta Kerja, perusahaan bisa pecat setiap saat dengan alasan ...
Ia menjelaskan, dengan UU Cipta Kerja perusahaan bisa kapan saja melakukan pemutusan hubungan kerja atau PHK kepada buruh dengan alasan rugi. Ditambah pembayaran pesangon yang kecil.
Achmad menambahkan, peringatan Hari Buruh Internasional diharapkan dapat menjadi momen refleksi dan koreksi untuk mewujudkan langkah-langkah konkret untuk perbaikan kondisi buruh ke depan. Dia menilai sudah selayaknya buruh sawit sebagai pejuang devisa negara mendapatkan perlindungan.
"Buruh sawit harus mendapatkan jaminan serta posisi yang layak dalam sebagai salah satu parapihak yang mendorong pegembangan industri sawit saat ini,” ucapnya.
Untuk itu, Sawit Watch menegaskan bahwa UU Cipta Kerja tidak memenuhi kebutuhan buruh perkebunan sawit. Spesialis Perburuhan Sawit Watch, Zidan menuturkan sawit adalah salah sektor unggulan dengan permintaan dari luar negeri yang cukup besar. Sehingga, ia menilai seharusnya buruh perkebunan sawit bekerja dengan upah layak, status permanen, dan dilindungi oleh jaminan sosial.
"Tapi faktanya masih banyak perkebunan sawit mempekerjakan buruh dengan status buruh harian lepas,” kata Zidan.
Dengan kondisi yang dialami buruh sawit saat ini, menurutnya, penting dibuat regulasi yang memberikan perlindungan bagi buruh sawit. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam Prolegnasnya telah merencanakan sebuah RUU tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Buruh Pertanian/Perkebunan.
Selanjutnya: sawit memberikan kontribusi besar perekonomian nasional
Sawit Watch melihat rencana itu sebagai suatu hal yang baik, sebab perlindungan terhadap buruh perkebunan sawit dapat diakomodir melalui regulasi ini. Karena itu, harapannya regulasi ini dapat agar segera direalisasikan.
Zidan pun berharap regulasi ini dapat menjamin kepastian kerja, sistem pengupahan layak, jaminan sosial kesehatan, dan ketenagakerjaan, mekanisme perlindungan K3 dan perlindungan terhadap kebebasan berserikat.
Terlebih, berdasarkan catatan Sawit Watch industri sawit telah memberikan kontribusi besar terhadap perekonomian nasional. Namun sayangnya, tutur Zidan, keuntungan tersebut tidak sejalan dengan kondisi yang dirasakan oleh buruh di perkebunan sawit.
Menurut pemantauan Sawit Watch dengan luasan perkebunan sawit mencapai 25,07 juta hektare, industri ini mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 16,2 juta pekerja. Dengan 4,2 juta merupakan tenaga kerja langsung dan 12 juta merupakan tenaga kerja tidak langsung.
Ia berujar sebagian besar buruh sawit saat ini masih berada dalam posisi hubungan kerja yang rentan, bahkan diperparah dengan disahkannya kembali UU Cipta Kerja pada Maret 2023 lalu.
Pilihan editor: Turun Rp 1.215, Harga CPO di Jambi Kini Rp 10.595 Per Kilogram
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini