SETELAH sempat bernapas sejenak, mulai September nanti usaha angkutan ferry agaknya harus memperlambat laju kapalnya. Maklum, tarif jasa angkutan laut, seperti diungkapkan Menteri Perhubungan Roesmin Nurjadin, Rabu pekan lalu, akan disesuaikan dengan turunnya harga BBM. Menurut ketentuan baru itu tarif jasa angkutan ferry, yang dikelola Departemen Perhubungan maupun swasta, ditetapkan turun 5 persen hingga 40 persen. Setiap lintasan, memang, persentase penurunannya berbeda-beda. Untuk lintas komersial, misalnya Merak-Bakauhuni, tarif penumpang turun dari Rp 675 menjadi Rp 630. Kendaraan bis dan truk, yang biasanya ditarik Rp 27 ribu sekali seberang, dipangkas jadi Rp 22 ribu atau turun lebih dari 18 1/2 persen. Sedang tarif barang, yang semula Rp 850, anjlok ke Rp 630. Turunnya tarif itu, tampaknya, akan merangsang usaha angkutan darat, terutama yang melayani rute lintas Sumatera-Jawa yang belakangan ini semakin ramai. Kebijaksanaan tersebut akan berakibat lain bagi pengelola ferry, karena praktis pemasukan ikut terpotong, kendati pengeluaran untuk BBM bisa lebih dihemat. Seperti diakui Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Giri Suseno Hadi Hardjono, penurunan itu memang akan mengurangi pendapatan usaha bidang angkutan penyeberangan. "Namun, dengan turunnya tarif, diharapkan jumlah penumpang maupun barang akan meningkat," katanya. "Dengan bertambahnya volume yang diangkut, diharapkan pengusaha ferry tidak rugi," tambah Giri. Selama ini jasa angkutan ferry selain diusahakan oleh swasta, melalui Perum Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (ASDP) pemerintah juga menyediakan sekitar 36 kapal yang tersebar di berbagai daerah, termasuk untuk rute perintis. Dilihat dari segi ekonomis, lintasan perintis seperti di Sumbawa, Flores, Irian Jaya, NTT, NTB, Sulawesi Tengah, dan Aceh memang kurang menguntungkan. "Tapi, tetap dibutuhkan untuk merangsang pertumbuhan pembangunan di daerah," kata Giri lagi. Bagi PT Lintas Sarana Nusantara, penurunan tarif yang diberlakukan mulai September itu dirasa bakal mengganjal gerak roda perusahaan. "Bagi kami jelas kurang menguntungkan," kata Herman Trisno, pemilik perusahaan yang mengoperasikan dua kapalnya di Ujung-Kamal, Surabaya, itu. Dengan kapal model satu pintu, PT Lintas Sarana Nusantara memang agak ketinggalan bila dibandingkan dengan perusahaan yang melayani trayek serupa. "Kapal kami sedang sepi penumpang," tambahnya. Tapi, dengan harga BBM sekarang ini, Herman mengaku mengantungi keuntungan sekitar 30% dari pendapatan kotor sebesar Rp 1 juta saban harinya. Lintas Ujung-Kamal saat ini memasang tarif untuk penumpang sebesar Rp 180, truk Rp 5.200, dan barang Rp 420. Dengan adanya ketentuan baru, tarif berturut-turut akan berubah menjadi Rp 170, Rp 5.000, dan Rp 250. Sekurang-kurangnya setiap hari ada 9 ferry milik lima perusahaan angkutan penyeberangan mondar-mandir di lintasan itu, mengangkut rata-rata 23 ribu penumpang, 1.700 sepeda motor, dan 2.000 mobil. "Kalau tarif angkutan penyeberangan diturunkan, ya monggo saja," kata Muradji, Kepala Bagian Operasi PT Darma Lautan Utama, yang juga beroperasi di trayek itu. Perusahaan ini boleh dikata paling menonjol di antara lima perusahaan jasa angkutan di kawasan Ujng-Kamal. Bahkan, menurut dia, penurunan itu wajar saja. "Sesuai dengan turunnya harga minyak bakar," tambahnya. Muradji juga optimistis bahwa tarif tinggi belum menjamin perusahaan pasti untung. Sebaliknya, dengan ongkos rendah belum tentu merugi. "Ibarat bioskop, kalau karcisnya mahal, akan sepi penonton. Nah, kalau harganya cukupan, 'kan ramai pengunjung?" Perusahaan angkutan boleh bergembira menyambut paket kebijaksanaan penurunan tarif itu. "Paling tidak, kesempatan ini akan kami manfaatkan untuk meningkatkan kualitas pelayanan," ujar Ikram Yahya, Wakil Direksi PT Bintang Kedjora Putra Utama yang memiliki 65 armada bis -- delapan di antaranya beroperasi dari Jakarta ke Padang. Kendati harga solar turun, Yahya menyatakan, tak hendak menurunkan tarif penumpang. "Kami akan tetap bertahan dengan tarif lama. Soalnya, biaya pemeliharaan kendaraan tidak mengalami perubahan."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini