Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Membidik Lonjakan Penjualan Hunian Komersial

Insentif properti sangat dibutuhkan masyarakat berpenghasilan rendah yang tertekan oleh tren kenaikan suku bunga kredit. 

27 Oktober 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Suasana pameran Indonesia Properti Expo 2023 di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, 14 Februari 2023. Tempo/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Pengembang mempercepat pembangunan stok rumah baru, khususnya untuk segmen MBR.

  • Stok rumah siap jual hanya sebesar 3 persen.

  • Pangsa pasar rumah dengan harga di bawah Rp 2 miliar mencapai 85,02 persen.

JAKARTA - Paket kebijakan sektor konstruksi dan perumahan yang diluncurkan pemerintah membawa secercah harapan untuk mendorong kinerja industri properti yang belakangan tengah lesu. Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Indonesia (Apersi) menyambut baik dukungan kebijakan tersebut sembari menanti penerbitan payung hukum serta tata laksana ketentuan teknis turunannya agar dapat segera diimplementasikan.

Paket kebijakan sektor konstruksi dan perumahan yang pertama adalah pajak pertambahan nilai (PPN) ditanggung pemerintah (DTP) untuk penjualan rumah baru komersial dengan harga di bawah Rp 2 miliar. Rinciannya, PPN DTP 100 persen untuk periode November 2023 hingga Juni 2024 dan PPN DTP 50 persen untuk periode Juli-Desember 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kedua, pemberian bantuan biaya administrasi selama 14 bulan sebesar Rp 4 juta per rumah untuk kategori masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Ketiga, penambahan target bantuan rumah sejahtera terpadu untuk masyarakat miskin sebanyak 1.800 ribu unit rumah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wakil Ketua Umum Apersi Mohammad Solikin mengungkapkan kebijakan ini terbukti cukup ampuh, becermin pada kebijakan insentif PPN DTP yang diberikan pemerintah pada periode 2020-2022 ketika pandemi Covid-19 melanda dan menghantam daya beli masyarakat. “Insentif PPN saat itu adalah stimulus yang baik supaya para pengembang tidak bangkrut dan cukup mengurangi beban sekitar 10 persen,” ujarnya kepada Tempo, kemarin.

Baca juga:
Alarm Penurunan Penjualan Hunian
Taktik Akuisisi Properti Astra

Stok Rumah Baru Tipis

Perumahan di kawasan Kanal Banjir Timur, Jakarta, 20 Maret 2023. TEMPO/Tony Hartawan

Namun, menurut Solikin, penerapan kebijakan insentif kali ini cukup menantang karena dilakukan dalam rentang waktu yang cenderung sempit, yaitu 14 bulan. Stok rumah baru yang dimiliki pengembang juga masih sedikit, yaitu tak lebih dari 3 persen. “Kami hanya membangun berdasarkan surat pemesanan dari konsumen sehingga insentif yang diberikan untuk rumah ready stock ini cukup mepet waktunya karena proses pembangunan perlu waktu minimal tujuh bulan,” kata Solikin.

Ketua Umum DPP Realestat Indonesia Joko Suranto mengimbuhkan, pengembang, khususnya yang menggarap segmen MBR, diimbau mempercepat pembangunan agar momentum insentif ini tidak terlewatkan. “Segera bangun rumah untuk MBR maupun komersial non-MBR karena kalau insentifnya ada tapi bangunannya belum siap, kan, sulit juga,” ucapnya.

Joko berharap kebijakan ini sekaligus dapat mengurangi angka backlog hunian di Indonesia dan menambah minat masyarakat untuk membeli properti. Apalagi diskon pajak selama ini kerap menjadi bagian dari strategi pemasaran dari pengembang. Jadi, ketika pemerintah menanggungnya dengan pemberian sensitif, harga properti menjadi semakin murah.

“Kami berharap alokasi anggaran insentif yang diberikan untuk sektor properti ini tidak hilang, melainkan memberikan nilai dan output lebih dan berlipat pada perekonomian,” kata Joko.

Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch Ali Tranghanda menuturkan, melihat riwayat implementasi kebijakan serupa sebelumnya, dampak insentif itu terhadap peningkatan penjualan properti cukup drastis. “Kala itu, penjualan properti naik hampir dua kali lipat. Ini menjadi momen baik di tengah ketidakpastian global dan penurunan daya beli masyarakat,” ucapnya.

Ihwal segmentasi pasar, Ali mengungkapkan, komposisi unit rumah dengan harga di bawah Rp 2 miliar mendominasi penjualan, yaitu mencapai 85,02 persen. Adapun komposisi unit terbanyak ada di harga Rp 500 juta hingga Rp 1 miliar, yaitu sebanyak 40,06 persen. Pangsa pasar segmen rumah tersebut juga meningkat tajam, yaitu hingga 51,8 persen secara tahunan.

“Sebaliknya, penurunan terjadi di segmen harga kurang dari Rp 500 juta. Tapi ini diperkirakan tidak sepenuhnya akibat penurunan permintaan, melainkan karena keterbatasan pasokan rumah di segmen ini,” kata Ali.

Sementara itu, preferensi masyarakat dalam memilih hunian dan momen pengambilan keputusan untuk membeli properti terus berkembang. Ali mencontohkan pergerakan pasar perumahan, khususnya di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi serta Banten, sangat dipengaruhi oleh peluncuran proyek baru, khususnya yang dilakukan oleh pengembang besar. “Kondisi ini menggambarkan pasar perumahan masih bersifat supply driven,” ujarnya.

Ambisi Pertumbuhan KPR Dua Digit

Pekerja menyelesaikan pembangunan kompleks perumahan di Babelan, Bekasi, Jawa Barat, 9 Januari 2023. TEMPO/Tony Hartawan

Perbankan nasional bersiap menangguk untung dari insentif PPN DTP yang digulirkan pemerintah. Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk Nixon L.P. Napitupulu mengatakan stimulus ini diharapkan dapat memberikan efek positif pada bisnis kredit pemilikan rumah (KPR) bank secara keseluruhan. 

Merujuk pada survei harga properti residensial (SHPR) yang dirilis Bank Indonesia, sebanyak 76 persen calon pembeli rumah masih menjadikan KPR sebagai pilihan utama untuk pembiayaan kepemilikan properti. “Kami menargetkan pertumbuhan KPR di atas dua digit hingga akhir 2023 dan 2024,” ujar Nixon kepada Tempo

Optimisme itu bersumber dari riwayat portofolio KPR BTN, yaitu lebih dari 90 persen portofolio didominasi oleh rumah dengan harga di bawah Rp 2 miliar, termasuk KPR subsidi. Hingga Agustus 2023, BTN mencatat portofolio KPR tumbuh di atas 10 persen secara tahunan, yang diharapkan dapat terus bertahan hingga akhir tahun. “Saat ini kami juga menyasar KPR non-subsidi yang menyasar segmen emerging affluent (menengah ke atas).”

Adapun saat ini BTN telah memiliki lebih dari 7.000 mitra pengembang di seluruh Indonesia dan hampir 90 persen dari total nasabah KPR BTN merupakan pembeli rumah pertama dengan pembelian langsung melalui mitra developer perseroan.

Optimisme serupa diungkapkan PT Bank CIMB Niaga Tbk. Direktur Consumer Banking CIMB Niaga Noviady Wahyudi berujar, perseroan tengah menunggu detail aturan teknis turunan dari kebijakan insentif PPN DTP tersebut untuk menyesuaikan strategi bisnis ke depan. 

“Dengan insentif ini, kami akan berusaha mencapai pertumbuhan dua digit pada 2024. Apalagi 60 persen pemesanan baru kami didominasi oleh segmen rumah di bawah Rp 2 miliar,” ucapnya.

Sampai akhir tahun ini, kata Noviady, segmen KPR akan tetap menawarkan suku bunga promo berupa suku bunga tetap bertahap bagi nasabah dengan tenor hingga 15 tahun. Dimulai dari bunga 4,3 persen fix selama 1-3 tahun; kemudian 7,6 persen untuk tahun ke-4 hingga ke-6; menjadi 9,6 persen pada tahun ke-7 hingga ke-9; dan 10,6 persen hingga tahun ke-15. “Kami berkomitmen memberikan suku bunga yang terjangkau untuk nasabah KPR.”

Mengurangi Penerimaan Pajak

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies Bhima Yudhistira Adhinegara menuturkan insentif properti, khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah, sangat mendesak, terutama di tengah tren kenaikan suku bunga acuan yang berdampak pada kenaikan bunga KPR. “Selama ini beban biaya administrasi dalam transaksi pembelian rumah juga masih dipandang cukup memberatkan debitor KPR, terlebih segmen MBR,” katanya.

Walhasil, insentif pembebasan biaya administrasi akan mempengaruhi keseluruhan biaya pemilikan rumah baru. Di sisi lain, menurut Bhima, insentif yang ada perlu dilengkapi dengan mekanisme pemberian suku bunga kredit konstruksi yang lebih rendah bagi pengembang perumahan MBR. Bauran kebijakan itu diharapkan bisa membantu menjaga pertumbuhan kinerja KPR, dengan segmen properti residensial diproyeksikan masih solid hingga 2024.

Satu catatan yang perlu diperhatikan pemerintah, kata Bhima, adalah dampak pemberian insentif terhadap potensi pelebaran defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Sebab, insentif pajak properti sama artinya dengan penambahan realisasi belanja pajak. “Rasio pajak bisa terkena dampak juga menjadi lebih rendah, kecuali ada penerimaan baru yang menggantikan kehilangan potensi pajak dari sektor perumahan,” ucap Bhima.

Sebelumnya, Kementerian Keuangan merinci kebutuhan anggaran untuk pelaksanaan kebijakan PPN DTP pembelian rumah baru di bawah Rp 2 miliar selama 14 bulan atau periode November 2023 hingga Desember 2024 adalah Rp 2 triliun. Berikutnya, kebutuhan anggaran untuk bantuan biaya administrasi adalah Rp 1,2 triliun dan bantuan pembangunan rumah sejahtera terpadu untuk masyarakat miskin sebesar Rp 360 miliar.

GHOIDA RAHMAH

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Ghoida Rahmah

Ghoida Rahmah

Bergabung dengan Tempo sejak Agustus 2015, lulusan Geografi Universitas Indonesia ini merupakan penerima fellowship Banking Journalist Academy batch IV tahun 2016 dan Banking Editor Masterclass batch I tahun 2019. Pernah menjadi juara Harapan 1 Lomba Karya Jurnalistik BPJS Kesehatan di 2016 dan juara 1 Lomba Karya Jurnalistik Kategori Media Cetak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2021. Menjadi Staf Redaksi di Koran Tempo sejak 2020.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus