MENTERI Perekonomian Jerman Barat Dr Otto Graf Lambsdorff setuju
insvestasi dari negerinya "bisa dan harus ditingkatkan di
Indonesia." Itu dia ucapkan sesaat sebelum meninggalkan Jakarta
akhir pekan lalu, setelah berbincang-bincang dengan tak kurang
dari 9 menteri selama dua hari di sini.
Dia menilai pameran Indogerma, yang kabarnya menelan lebih $ 25
juta, sebagai informasi yang ampuh. Ketua Penyelenggara Pameran
Dr. Peter von iemens melihat kemungkinan modal Jerman akan
lebih banyak mengalir ke mari. Tapi ada satu soal yang menurut
Ketua grup Siemens AG itu merupakan "kekurangan besar" di
Indonesia.
Apa itu? Kepada TEMPO, sesaat setelah usainya seminar investasi
di Hotel Hilton pekan lalu, orang No. 1 Siemens itu merasakan
kurang adanya proteksi terhadap barang-barang Jerman yang dibuat
di sini. "Di Brazil dan Argentina misalnya, mereka tak lagi
mengimpor barang yang sudah kami buat," katanya.
ltu barangkali sebabnya para pengusaha Jerman menilai peraturan
penanaman modal di Indonesia masih ketinggalan dibanding negara
Asia lainnya. Tapi tentang masih banyaknya red-tape (birokrasi
berlebihan) seperti diungkapkan Prof. Dr. Rolf Rodenstock, Ketua
Federasi Industri Jerman, Wakil Dir-Ut Siemens AG, Dr. Reinhold
F. Braun beranggapan, "itu sudah banyak berkurang, sudah lebih
lancar." Industri apa saja yang kira-kira akan membuat swasta
Jerman tertarik? Peter von Siemens menunjuk pada PT Nurtanio,
perakit dan produsen pesawat terbang dan helikopter, sebagai
contoh. Dengan kata lain, industri-industri yang membutuhkan
teknologi tinggi. Yang "plisticated," katanya. Mereka bahkan
sudah memperkirakan Indonesia akan menggunakan tenaga nuklir.
Kraftwerk Union, perusahaan pembangkit tenaga terkenal di
Jerman, memamerkan miniatur reaktor nuklir. Itu, katanya,
ditawarkan untuk proyek Serpong.
Sampai sekarang Jerman Barat memang unggul di bidang
elektronika, listrik, kabel, farmasi dan obat-obatan. Tapi
mereka juga senang menjual mesin-mesin berat seperti dalam
Krakatau Steel. Pelita III, yang fokusnya adalah
industrialisasi, oleh J. Willecke, Direktur EKONID, dipandang
sebagai saat yang lebih tepat buat calon investor Jerman.
Tapi sebelum si calon itu melahirkan rencana matang, mereka yang
ikut pameran itu umumnya punya satu tujuan memperluas pasaran di
Indonesia dan negeri ASEAN lainnya. Salah satu adalah
Salzgitter, perusahaan yang ikut merencanakan dan mengerjakan PT
Krakatau Steel. Dalam stand-nya dipertontonkan miniatur Krakatau
Steel, lapangan terbang Moskow, alat pemboran minyak lepas
pantai, robot yang bisa omong Inggeris dan Indonesia dan banyak
lagi.
Rheinhard Vogt, Direktur Salzgitter AG rupanya sedang mengincer
proyek lapangarr terbang Cengkareng. Juga ia menawarkan
perencanaan dan pembuatan gerbong kereta-api dan dermaga
mminyak.
Kamar Gelap
Ada juga seperti grup Babcock, perusahaan yang antara lain
memproduksi mesin-mesin uap. Mereka telah menandatangani suatu
perjanjian umum dengan PT Boma Bisma Indera, Pesero Negara,
untuk suatu usaha patungan. Tapi itu baru bisa terlaksana kalau
pemerintah menyetujui Babcock yang membangun proyek PLTU
Suralaya di Jawa Barat.
Juga PT Hoescht Indonesia, salah satu perusahaan farmasi dan
obat-obatan terkemuka, merencanakan akan memperluas pabriknya.
Tapi yang menarik adalah hadirnya sejumlah perusahaan kelas
menengah di pameran yang dibuka oleh Presiden Soeharto itu.
Presiden, seperti kata Menteri Graf Lambsdorff menganjurkan agar
perusahaan Jerman kelas menengah dan kecil masuk ke Indonesia.
Sekalipun perusahaan-perusahaan itu menjual teknologi yang bukan
padat karya, mereka mungkin dianggap lebih cocok untuk
berpatungan dengan pengusaha Indonesia.
Tapi mampukah mereka menanam modalnya jauh dari negerinya?
Kinderman & Co. GmbH yang bergerak di bidang proyektor dan kamar
gelap, mengharapkan agar instansi-instansi pemerintah mau
menggunakan dagangannya. "Tapi untuk menanam modal kami merasa
masih terlalu kecil," kata Achim Kindermann, direktur
penjualannya.
Banyak yang lebih suka menjual barangnya di sini daripada harus
menanam modal. Tapi bagaimana pun, seperti kata Dr. Rodenstock,
semakin direvaluasikannya mata uang DM -- yang mengakibatkan
semakin tingginya upah buruh -- mau tak mau perusahaan Jerman
itu dipaksa untuk meningkatkan investasinya ke luar negeri. Dia
melihat Asean sebagai salah satu sasaran yang tepat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini