Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pasar tradisional tak tergantikan. Slogan itulah yang selalu diusung Rully Hariwinata saat membangun diPasar, usaha rintisan atau start-up pesan-antar produk-produk yang dijual di pasar segar, pada Desember tahun lalu. Menurut dia, meski barang yang dijual di gerai retail modern, seperti supermarket atau mal, lengkap, masyarakat tak pernah bosan masuk pasar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rully menyebutkan beberapa keunggulan produk pasar tradisional, yaitu harga murah dan barang dagangan yang lebih segar, utamanya sayuran dan buah-buahan. “Tapi, meski masih dikunjungi, transaksi di pasar tradisional Indonesia sudah berkurang dibandingkan dengan supermarket,” kata dia kepada Tempo, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Melihat kondisi tersebut, Rully tergerak untuk menjaga eksistensi pasar tradisional di tengah tren industri 4.0 atau penggunaan teknologi dalam semua aspek bisnis. Sepanjang kuartal pertama tahun ini, Rully membentuk tim dan menyewa jasa entitas in-house programmer untuk mengembangkan sistem dan fitur diPasar selaku layanan digital penghubung pedagang dan pembeli pasar tradisional.
“Konsepnya supply chain,” kata dia. “Calon customer memilih pasar, memilih barang yang dicari, kemudian kami antar dengan kurir pada H+1 atau sehari setelah transaksi,” ujar dia.
Aplikasi diPasar terdaftar dalam Google Play Store pada Mei lalu setelah diresmikan oleh Menteri Perdagangan Agus Suparmanto dan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, di Bandung, Jawa Barat. Layanan ini didukung pemerintah yang berupaya mengurangi kerumunan pembeli di berbagai pasar tradisional karena pandemi Covid-19.
Meski sudah memiliki desain produk awal atau minimum viable product (MVP), tim diPasar berupaya mensosialisasi layanan mereka. Sebab, kata Rully, mayoritas pedagang dan pembeli belum terbiasa memproses pesanan dan bertransaksi secara digital. Manajemen diPasar pun menggandeng Induk Koperasi Pedagang Pasar (Inkoppas) dan Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI).
Pendapatan diPasar berasal dari margin harga tambahan dalam setiap pemesanan barang. Rully mengatakan selisih harga ditanggung oleh pembeli. Saat ini, tim diPasar berjumlah 12 orang. Start-up ini pun berupaya menggalang modal. Pendanaan awal diPasar masih berasal dari satu investor yang dirahasiakan namanya. Aplikasi sudah dipakai di beberapa pasar tradisional di Bandung, seperti Pasar Sederhana, Pasar Cijerah, Pasar Kosambi, Pasar Ciwastra, Pasar Ujung Berung, dan Pasar Andir. Di Jakarta, diPasar sudah terhubung dengan 30 gerai pedagang di enam pasar tradisional.
Rully tak menampik diPasar harus bersaing dengan start-up dengan konsep yang sama, seperti Sayurbox atau Pasar Pintar di Bandung. “Tapi kami menawarkan produk makanan ready to cook berdasarkan menu. Jadi, ada paket bumbu olahan dan bahan pokok yang siap untuk dimasak,” katanya.
Pada jangka pendek, Rully melanjutkan, diPasar akan memperluas jangkauan pengguna serta memenuhi kebutuhan harian masyarakat. “Kami ingin mengangkat gengsi pasar tradisional agar setara dengan swalayan modern.”
Ketua Umum Inkoppas sekaligus Ketua APPSI, Ferry Juliantono, mengatakan para pedagang pasar dapat menerima pembayaran digital dari pelanggan, melakukan pembayaran retribusi, hingga menyediakan payment point online bank (PPOB). “Di tahap berikutnya, aplikasi ini akan dilengkapi fitur pemesanan ke pemasok barang,” kata dia. APPSI dan Inkoppas akan mendukung peluncuran diPasar di Cirebon dan wilayah lain di Jawa Barat hingga Desember mendatang.
YOHANES PASKALIS
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo