SUASANA suram di Kompleks Olah Raga Soemantri Brodjonegoro, Kuningan, Jakarta, tak lama lagi akan semarak. Pusat perfilman Usmar Ismail dan kegiatanbudaya di lingkungan yang sama juga diharapkan lebih marak. Mungkin saja orang-orang film yang biasa berkumpul di sana kini dihantui rasa cemas,khawatir kalaukalau pusat kegiatan mereka akan berganti atmosfer karena harus berubah wajah. Yang pasti, lanskap kosong yang semula luas berkeliling kompleks Usmar Ismail, kelak tidak akan mereka temukan lagi. Suasana orang film yang khasmungkin nanti berbaur dengan macammacam suasana komersial. Corak kesenimanan seperti yang kini masih bisa terlihat di Taman Ismail Marzuki, tak dapattidak, akan tercerabut. Mungkin napas segar keremajaan juga akan raib dari sana. Apa boleh buat. Itulah yang harus dibayar, untuk progam renovasi kompleks Soemantri, yang dilakukan pertama kali sejak kompleks ini berdiri 25 tahunsilam. Untuk renovasi, disediakan dana Rp 80 milyar, yang dikucurkan oleh konsorsium Grup Bakri dan Grup Gesit. Penandatanganan kerja sama antarakonsorsium itu dan Pemda DKI Jakarta dilakukan Sabtu dua pekan silam. Dalam kontrak kerja sama itu, Pemda DKI menyetujui rencana pihak swasta untuk merombak kompleks yang pernah dibanggakan tapi tidak komersial itu, menjadibangunan superblok. Serentak dengan itu, desainnya akan berciri komersial,ditandai oleh adanya pusat perbelanjaan, apartemen, dan gedung perkantoran. Luas lahan yang dimanfaatkan untuk kegiatan komersial adalah 3,7 hektare."Kami berharap proyek ini akan menjadi landmark Jakarta," kata bos Grup Gesit, Jacob Soetoyo. Dana untuk membangun superblok itu total Rp 500 milyar. Kerja sama seperti tersebut di atas memang dimungkinkan oleh Perda Nomor 10/1988. Kalau Pemda DKI harus memugarnya sendiri, tentu berat. GubernurWiyogo Atmodarminto menegaskan, gelanggang Kuningan itu harus mandiri, tanpa membebani pemda. Sumber dananya diperoleh dari swasta yang membangun superblok, dan sebagai kompensasi, mereka berhak mengelola kawasan komersial itu selama 48 tahun. Sesudah itu, menyerahkannya kembali ke Pemda DKI --berdasarkan sistem BOT (build, operate, and transfer). Langkah seperti itu juga ditempuh oleh swasta yang memakai lahan kompleks Gelora Senayan, Jakarta. Kini di bekas Hotel Asri, berdiri Hotel Century yang jauh lebih mewah. Swasta yang membangunnya adalah PT Aditya Wira Bhakti dan Kajima Corp. Lalu, Grup Bimantara dan Lippoland bekerja sama memugar Lapangan Tembak Senayan menjadi Jakarta Country Club, dan berhak mengelolanya selama 40 tahun. Badan Pengelola Gelora Senayan (BPGS) memang tidak punya dana untuk merawat kawasan Senayan yang luasnya 274 hektare itu. Dari pertengahan 1980an, BPGS bahkan rugi Rp 516 juta per tahun. Untuk menutup kebobolan itu, dan juga untuk menambah dana pemeliharaan berbagai pusat kegiatan sosial di Jakarta, ditempuhlah kerja sama dengan swasta -- ratarata dengan formula BOT 40 tahun. Sebagai imbalan, swasta pemegang BOT wajib memulihkan kondisi pusatpusat kegiatan tersebut. Menteri Moerdiono selaku ketua BPGS membantah dugaan bahwa pusat kegiatan bisnis di Senayan akan menggusur fungsi utamanya. Mohamad Cholid, Biro Jakarta
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini