Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Bank Indonesia akan menguji coba terbatas rupiah digital pada Maret mendatang.
Implementasi rupiah digital dapat menghemat biaya pencetakan dan pendistribusian uang.
Titik rawan rupiah digital terletak pada keamanan transaksi dan data pengguna.
JAKARTA – Bank Indonesia tengah mengembangkan central bank digital currency (CBDC) atau rupiah digital untuk mengikuti transformasi keuangan dunia. Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute Heru Sutadi berujar, uji coba dan implementasi rupiah digital perlu dilakukan dengan cermat, mengingat tingginya risiko kejahatan siber.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kuncinya adalah Bank Indonesia harus bertransformasi dulu ke arah digital agar kompeten dalam mengembangkan dan mengawasi CBDC," ujarnya kepada Tempo, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Indonesia, Heru mengimbuhkan, merupakan negara ketiga di dunia yang menjadi sasaran empuk penjahat siber, setelah Prancis dan Rusia, dengan target utama sektor keuangan dan layanan perbankan. Hal ini terjadi karena pengamanan siber yang tidak cukup baik. Indonesia, kata dia, menduduki posisi kelima di Asia Tenggara untuk pertahanan siber dan masuk posisi tiga terbawah di antara negara-negara G20.
Karena itu, menurut Heru, pengembangan rupiah digital membutuhkan kehati-hatian ekstra, khususnya dalam memastikan keamanan sumber dan keamanan data ketika layanannya telah dapat diakses masyarakat secara luas.
Heru mengakui penerbitan rupiah digital memang perlu dilakukan untuk menciptakan efisiensi waktu dan biaya dalam penerbitan dan pengelolaan mata uang. Sebab, penggunaan uang kartal membutuhkan biaya besar untuk mencetak dan mendistribusikannya. Sedangkan penerapan rupiah digital, meskipun membutuhkan investasi besar di awal, akan lebih efisien.
"Kalau sudah berubah ke digital, akan ada efisiensi yang bisa dimanfaatkan untuk hal-hal lain," katanya.
Pembayaran digital menggunakan QRIS dalam Festival Kuliner JPM Dukuh Atas, Setiabudi, Jakarta, 18 Oktober 2023. TEMPO/Febri Angga Palguna
Praktisi sistem pembayaran dan pengamat perbankan, Arianto Muditomo, mengatakan, selain menciptakan efisiensi waktu dan biaya, rupiah digital punya sederet manfaat lain bagi otoritas moneter dan sistem pembayaran nasional. Di antaranya dapat meningkatkan keamanan serta mencegah kejahatan keuangan karena didukung oleh sistem pelacakan transaksi yang lebih baik.
"Rupiah digital diharapkan juga dapat meningkatkan akses ke sistem keuangan, terutama bagi mereka yang tidak memiliki rekening bank," ujarnya. Manfaat berikutnya adalah mengurangi penggunaan mata uang asing dengan mengedepankan inovasi keuangan serta menghadirkan respons cepat terhadap perkembangan teknologi digital.
Arianto menjelaskan, dibutuhkan teknologi informasi dan jaringan yang andal serta sistem keamanan yang canggih untuk melindungi rupiah digital dari ancaman serangan siber, seperti phishing dan pencurian data. Selain itu, skalabilitas dan ketersediaan tinggi dalam infrastruktur teknologi turut menjadi kunci untuk menangani volume transaksi yang besar serta memastikan layanan tidak terputus.
"Jaringan telekomunikasi yang stabil dan cepat juga diperlukan agar transaksi rupiah digital dapat dilakukan dengan efisien," ujarnya.
Dalam implementasi CBDC, menurut Arianto, aspek hukum, regulasi, dan kepatuhan punya peran sentral. Kerangka regulasi yang jelas dan konsisten harus diterapkan untuk mengatur implementasi rupiah digital, yaitu mencakup kebijakan privasi, tata kelola, dan pelindungan konsumen. Sistem pelaporan dan pemantauan juga perlu dibangun untuk memastikan infrastrukturnya mematuhi peraturan keuangan yang berlaku.
"Adopsi regulasi yang tepat dapat memberikan kepastian hukum bagi pengguna rupiah digital, melindungi hak dan tanggung jawab mereka," ucapnya. Bank Indonesia, Arianto mengimbuhkan, bertanggung jawab mengatur penggunaan rupiah digital, memastikan kepatuhan terhadap peraturan keuangan, dan mencegah aktivitas ilegal, seperti pencucian uang atau pendanaan terorisme.
Titik Lemah Rupiah Digital
Petugas bank menunjukkan lembaran uang rupiah di salah satu bank di Jakarta, 12 Desember 2023. ANTARA/Putu Indah Savitri
Adapun titik lemah dalam implementasi rupiah digital mencakup tantangan keamanan siber yang serius, dengan ancaman terhadap transaksi dan data pengguna. Pelindungan privasi dan manajemen data menjadi bagian penting karena pelanggarannya dapat membahayakan kepercayaan masyarakat terhadap rupiah digital.
"Keberhasilan adopsi rupiah digital bergantung pula pada inklusi keuangan dan keterlibatan masyarakat luas, terutama untuk lapisan masyarakat yang belum siap atau terbiasa dengan teknologi digital," kata Arianto.
Sebagaimana diketahui, sejumlah negara juga tengah mengimplementasikan atau menguji penggunaan CBDC, antara lain Cina, Swedia, Bahama, Ekuador, Singapura, dan Kanada. Tren global menuju eksplorasi dan pemanfaatan mata uang digital yang dikeluarkan bank sentral pun semakin meningkat.
Di sisi lain, negara-negara yang mengadopsi CBDC telah mengantisipasi titik-titik lemah uang digital dengan implementasi regulasi yang ketat, uji coba keamanan menyeluruh, serta kampanye edukasi kepada masyarakat untuk meningkatkan pemahaman tentang CBDC.
Uji Coba pada Maret 2024
Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia Dicky Kartikoyono sebelumnya mengungkapkan, rupiah digital masuk fokus pengembangan sistem pembayaran nasional dalam jangka pendek. Saat ini pengembangannya tengah masuk tahap eksperimen atau pematangan teknologi menuju uji coba yang ditargetkan dilaksanakan pada Maret 2024.
"Bank Indonesia masih akan merealisasi metode dan uji coba sistem rupiah digital secara internal. Karena itu, belum dapat dirasakan oleh masyarakat," ujarnya.
Pada tahap ini, regulator bakal melibatkan lembaga jasa keuangan besar. Awalnya, rekening giro yang ditempatkan bank di Bank Indonesia akan dikonversi ke dalam bentuk digital, dengan tujuan mengisi sistem rupiah digital yang menggunakan teknologi blockchain atau distributed ledger technology. "Nantinya dilakukan industrial wide test yang melibatkan para pelaku industri jasa keuangan," kata Dicky. Bank Indonesia pun memastikan akan terus mengkaji dan mengasesmen risiko-risiko yang muncul dari pengembangan rupiah digital.
Deputi Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia Agung Bayu Purwoko menambahkan, pengembangan rupiah digital tak terhindarkan seiring dengan tren transformasi ekosistem keuangan digital dunia. "Tokenisasi dengan teknologi kripto menjadi isu yang terus dibahas. Dulu uang berdiri sendiri, tapi sekarang dengan virtualisasi," ucapnya. Walhasil, pengembangan CBDC pun semakin masif dijalankan oleh bank-bank sentral di berbagai negara. Saat ini terdapat lebih dari 86 persen bank sentral yang sedang mengeksplorasi uang digital, baik untuk wholesale maupun retail.
GHOIDA RAHMAH
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo