Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KESIBUKAN PT Sokonindo Automobile kian menjadi-jadi menjelang tutup tahun. Dibuka pada pertengahan 2017, pabrik yang dibangun dengan investasi Rp 4 triliun itu terus memperbanyak kapasitas produksi. Per akhir November, kendaraan penumpang jenis sport utility vehicle (SUV) mulai diproduksi di sana.
Dalam tiga bulan ke depan, perusahaan itu akan mulai memasarkan mobil penumpang jenis SUV berkapasitas tujuh penumpang. "Februari sudah bisa dipesan," ujar Co-Chief Executive Officer Sokonindo Alexander Barus, akhir November lalu. Dia menargetkan mobil yang diberi nama Glory 580 itu bakal laris 10 ribu unit per tahun.
Kehadiran mobil jenis SUV ini menambah varian kendaraan yang dihasilkan Sokonindo. Selama Agustus-November, pabrik yang terletak di kompleks industri Cikande, Serang, Banten, itu baru memproduksi mobil niaga jenis pikap yang diberi nama Super Cab. Kehadiran Sokon di Tanah Air ditandai dengan peluncuran Super Cab di Jakarta Fair, Juli lalu.
Tahun ini menjadi debut Sokonindo mengusung merek DFSK Sokon di Indonesia. Merek ini merupakan hasil kolaborasi antara Sokon Group Company Limited (Hong Kong) dan PT Kaisar Motorindo Industri (Indonesia).Nama DFSK berasal dari Dongfeng Motor Corporation, produsen mobil Cina yang bermitra dengan Sokon Group.
Setelah menjual mobil jenis SUV, Sokon akan memproduksi dan menjual kendaraan multi-purpose vehicle (MPV). Langkah yang dipilih Sokon terbilang tak lazim di kalangan pabrikan otomotif Tanah Air. Biasanya para produsen otomotif akan lebih dulu memproduksi dan menjual mobil jenis MPV (minibus) untuk meraup konsumen. Data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menunjukkan jenis mobil inilah yang paling laris dari tahun ke tahun. Tingkat penjualannya stabil, di atas 200 ribu unit.
Sokon punya pertimbangan lain. Alexander menjelaskan, ini merupakan strategi Sokon bersaing di pasar mobil lokal. Apalagi produk Sokon Glory 580, yang di negara asalnya dipasarkan dengan nama Dongfeng Fengguang 580, menjadi tulang punggung penjualan merek ini di Cina. "Ini model terlaris kami di Cina."
Berdasarkan data yang dirilis China Association of Automobile Manufacturers, sepanjang semester I 2017, produk itu terjual 85.012 unit dan menempati posisi ke-25 dalam daftar mobil terlaris di pasar domestik Cina. Dongfeng Fengguang 580 menyumbang penjualan terbanyak (27,9 persen) dari total penjualan merek Dongfeng, yang mencapai 304.364 unit.
Strategi ini hampir mirip seperti yang dijalankan Wuling Motors, pabrikan mobil asal Cina yang lebih dulu masuk Indonesia. Setelah pabrik mereka di Cikarang, Jawa Barat, beroperasi pada akhir 2016, Wuling memasarkan produk Confero S pada pertengahan 2017. Confero S dibangun berdasarkan produk terlaris Wuling di tanah kelahirannya, Hongguang. Mobil berjenis MPV dengan kapasitas tujuh penumpang ini tercatat menjadi mobil paling laku di Cina sepanjang semester I 2017 dengan volume penjualan 260.992 unit.
Siasat Wuling membuahkan hasil. Baru berjualan dalam lima bulan terakhir, produk Confero S lumayan disukai konsumen. Hingga bulan lalu, mobil ini telah terjual 3.918 unit. Volume penjualan itu membuat Wuling menduduki urutan ke-10 daftar pabrikan dengan penjualan terbanyak di Indonesia sepanjang Januari-November 2017. Wuling mengungguli merek lain yang sudah lama merambah pasar Indonesia, seperti Mazda, Chevrolet, dan Hyundai.
Ihwal strategi pemasaran, kedua merek Cina ini punya siasat yang hampir mirip. Keduanya sama-sama mematok harga lebih murah dan menjanjikan fitur berlimpah. Wuling, misalnya, menjual Confero S di segmen low MPV seharga Rp 128-165 juta. Angka ini jauh di bawah mobil lain di segmen yang sama, seperti Toyota Avanza (Rp 190-220 juta), Daihatsu Xenia (Rp 170-215 juta), dan Honda Mobilio (Rp 189-243 juta).
Alexander Barus menyebutkan harga jual Glory 580 diperkirakan dipatok pada kisaran Rp 300-350 juta. Produk Sokon ini akan jauh lebih murah ketimbang produk sejenis buatan pabrikan Jepang yang kebanyakan diproduksi di kawasan industri Cikarang. Di segmen SUV menengah, Sokon Glory 580 akan bersaing dengan Honda CR-V (Rp 432-506 juta), Nissan X-Trail (Rp 416-661 juta), Toyota Fortuner (Rp 442-557 juta), dan Mitsubishi Pajero (Rp 452-660 juta).
Menghadapi para pendatang baru, pabrikan asal Jepang menyiapkan strategi lain. Honda, misalnya, pada April lalu memasarkan model terbaru CR-V berkapasitas tujuh penumpang yang dilengkapi mesin turbo. Kehadiran model baru ini, ditambah dua model SUV lain, menjadi penopang penjualan Honda sepanjang 2017. Di segmen low SUV, HR-V 1.5 L menjadi pemimpin dengan pangsa pasar 36 persen, diikuti Honda BR-V yang meraup pangsa pasar 22 persen. Adapun CR-V menempati posisi ketiga di segmen medium SUV dengan pangsa pasar 21 persen. "Kontribusi kedua segmen ini masih sangat signifikan bagi penjualan kami," ujar Marketing & After Sales Service Director PT Honda ProspectMotorJonfis Fandy, Rabu pekan lalu.
Meski begitu, Jonfis mengakui popularitas SUV belum bisa menyamai model MPV di Indonesia. Karakter konsumen di Tanah Air, kata dia, masih menyukai minibus karena kapasitasnya yang besar. "Biasanya SUV jadi mobil kedua para konsumen yang beralih dari MPV."
Dua pabrikan penguasa pasar otomotif nasional, Toyota dan Daihatsu, berusaha mempertahankan posisi mereka di segmen low SUV. November lalu, keduanya meluncurkan produk kembar Rush dan Terios, yang sempat tergerus pasarnya oleh Honda BR-V dan HR-V 1.5 L. Posisi Rush dan Terios pun terancam kehadiran sejumlah model MPV bernuansa SUV, seperti Mitsubishi Xpander, yang diluncurkan pada pertengahan tahun ini.
Saat memperkenalkan produk barunya, Vice President Director Astra Daihatsu Motor Sudirman Maman Rusdi menilai prospek pasar SUV akan terus meningkat tahun-tahun mendatang. Dia berkaca pada data penjualan kendaraan segmen ini yang semula hanya berkontribusi 2 persen terhadap total penjualan mobil nasional pada 2006 dan meningkat menjadi 11 persen pada 2016.
Bagi kalangan industri, kehadiran merek dan produk baru diharapkan mendorong pertumbuhan pasar otomotif. Ketua I Gaikindo Jongkie D. Sugiarto mengatakan munculnya merek baru asal Cina, seperti Sokon dan Wuling, akan membuat pasar lebih semarak. "Kehadiran mereka dengan produk yang berharga murah bakal mendorong masyarakat membeli mobil. Jadi lebih banyak pilihan," ujarnya akhir pekan lalu.
Terlebih, kata Jongkie, rasio kepemilikan mobil di Indonesia masih sangat rendah, yakni 83 mobil per 1.000 orang pada 2016. Padahal rasio kepemilikan mobil di Thailand sudah di atas 200 mobil per 1.000 orang. "Artinya, potensi pasar kita masih sangat besar. Persaingan produsen otomotif masih sangat terbuka."
Jongkie menilai pendatang baru asal Cina punya peluang sama besar dengan merek lain untuk menguasai pasar otomotif Tanah Air. "Asalkan mereka bisa memenuhi ekspektasi konsumen, seperti layanan purnajual dan suku cadang yang baik serta jaringan bengkel memadai."
Alexander Barus mengatakan Sokon telah menyiapkan jaringan penjualan dan pascajual di Indonesia. Saat ini mereka sudah memiliki 35 dealer di wilayah Jabodetabek dan akan terus bertambah hingga 150 lokasi di seluruh Indonesia. Pembangunan jaringan dealer ini, menurut dia, membuktikan keseriusan Sokon di Indonesia. "Pabrik di Cikande dirancang menjadi basis produksi wilayah Asia Tenggara," ujarnya.
Praga Utama, Wawan Priyanto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo