Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Menanti Jurus Maut Glenn

8 Agustus 1999 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Glenn Yusuf bukanlah ilusionis macam David Copperfield. Tapi ketua BPPN itu kini harus berjuang keras mendapatkan duit Rp 17 triliun. Deadline-nya sudah dipatok: 31 Maret 2000. Uang sebesar itu dipakai untuk membayar biaya rekapitalisasi perbankan. Mampukah Glenn? Dengan kondisi perekonomian yang compang-camping, agaknya tak mudah bagi Glenn untuk mengejar setoran. Namun, ia tak punya pilihan lain. Jika gagal, beban itu akan berpindah ke pundak rakyat. Karena itu, Glenn dan BPPN tak punya cara lain kecuali harus memperbaiki kinerja agar mampu mencapai target tersebut. Sejauh ini, menurut salah satu pejabat di Departemen Keuangan, BPPN sudah menjala dana Rp 5 triliun. Sebagian, Rp 4 triliun, berasal dari penjualan aset milik para bankir, sedangkan yang selebihnya dari penjualan aset yang macet di sejumlah bank. "Masih ada sekitar Rp 4 triliun yang mendekati final dan Rp 4 triliun lagi sedang dalam negosiasi," katanya. Melihat hasil-hasil itu, Glenn yakin target yang dipatok bakal terlampaui. Saking yakinnya, Glenn sampai menaikkan target penjualan aset menjadi Rp 21,7 triliun sampai Maret nanti. Salah satu yang jadi andalan Glenn adalah aset milik Liem Sioe Liong, yang terpaksa dilego ke BPPN gara-gara utangnya ke BCA harus segera dibayar. Bulan lalu, Salim melepas sahamnya di Indofood sebesar 12,65 persen dengan harga Rp 1,9 triliun. Dari jumlah itu, BPPN kebagian 2,5 persennya, atau sekitar Rp 400 miliar. Aset lain yang juga sudah dilego adalah pesawat milik Bob Hasan dan saham keluarga Ongko di Keramika Indonesia Asosiasi (KIA) senilai US$ 21 juta. Keyakinan Glenn bukan tanpa perhitungan. BPPN kini menangani dua kelompok aset yang bernilai. Kelompok pertama, aset yang berasal dari kredit macet bank BUMN dan bank swasta yang ditangani BPPN. Jumlahnya ada Rp 230 triliun. Yang kedua, aset milik bankir yang banknya ditutup atau diambil oper pemerintah. Nilainya hampir Rp 96,5 triliun. Peluang pencairan aset macet mungkin tipis. Glenn sendiri menaksir, BPPN cuma bisa menguangkan sekitar 30 persen saja. Tapi, untuk mencairkan aset para bankir, Glenn optimistis. Dalam perjanjian yang diteken November tahun lalu, para bankir itu harus mengembalikan kewajibannya dalam empat tahun. Pada tahun pertama, mereka membayar 27 persen plus bunga 30 persen. Kewajiban itu akan dicicil pertama kali 10 November mendatang. Saat itu, Salim Group, misalnya, harus membayar cicilan pertama Rp 13 triliun plus bunga Rp 14,5 triliun kepada BCA (lihat tabel). Hanya saja, sampai tiga bulan menjelang masa jatuh tempo, baru Salim yang berhasil menjual sebagian asetnya. Yang lain? Belum satu pun. Bagaimana jika pada saat jatuh tempo nanti mereka belum juga berhasil melego asetnya? Agaknya, pertanyaan seperti itu ikut menghantui para pemilik bank yang memiliki tagihan antarbank di bank-bank itu. Soalnya, dari pencairan aset itulah BPPN bisa membayar kewajiban bank-bank yang dibredel itu. M. Taufiqurohman dan Agus HidayatÌÿ}

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus