Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Menebar hadiah, menuai tabungan

Masyarakat mulai berduyun-duyun jadi nasabah tahapan. mereka tertarik hadiah yang ditawarkan grup lippo, bank-bank papan bawah goyah. pelan-pelan dana tabanas dan deposito tersedot tahapan.

10 Juni 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MELEDAK! Empat bank yang bergerak bersama -- Bank Central Asia, Lippobank, Bank Umum Asia, dan Bank Bhumy Bahari -- kini bagaikan menuai padi di musim panen raya. Nasabah yang datang menabung seakan hendak menonton pertunjukan yang spektakuler dan jarang-jarang terjadi. Untuk itu, mereka tak segan antre berjam-jam lamanya. Mari, meninjau ke kantor cabang Lippobank, di kawasan permukiman mewah Pondok Indah, Jakarta Selatan. Di sana, pada suatu hari pekan lalu, calon nasabah yang kebanyakan ibu-ibu, datang berdesak. Tujuannya satu: menjadi nasabah Tabungan Hari Depan alias Tahapan. Nah, kalau mereka orangnya, maka menabung itu bukanlah urusan menyimpan uang semata. Merekalah orang kelas menengah atas yang terbiasa dengan deposito, jauh sebelum bunganya dikenai pajak. Jadi? Sasarannya tak pelak lagi, hadiah Rp 500 juta, dengan hadiah pertama Rp 150 juta. Siapa yang tak tergiur? Grup Lippo memang bergeliga otaknya, alias lihai. Menggoda kelas menengah itu tidak gampang, apalagi membuat hati mereka tergerak dalam waktu singkat. Lihatlah ibu yang tampak mulai tidak sabar itu. Ia datang menabung untuk lebih dari satu orang: dirinya sendiri, suaminya, dan dua anaknya. Jumlah uang yang dibawanya tidak kurang dari Rp 2 juta. Sebagian besar nasabah lainnya rata-rata juga siap menyetorkan minimal Rp 500 ribu. Tapi tabungannya semua dipisah-pisah atas nama sendiri, suami, dan anak-anak. Mengapa? "Supaya dapat nomor acak. Siapa tahu, menang," kata seorang nyonya muda sambil tersenyum. Grup Lippo dan tiga rekannya memang menawarkan Tahapan dengan iming-iming nomor undian yang ditarik tiga bulan sekali, berhadiah total Rp 500 juta. Setiap tabungan yang bernilai Rp 10 ribu mendapat satu nomor. Kalau menabung Rp 500 ribu, ya 50 nomor. Hadiahnya sangat bervariasi, jumlahnya lumayan. Pemenang (tunggal) pertama diguyur Rp 150 juta. Disusul 10 pemenang II masing-masing Rp 5 juta, 40 pemenang III masing-masing Rp 2,5 juta, dan 100 pemenang IV yang menggondol tak kurang dari Rp 1 juta. Di luar itu ada 200 pemenang IV, dengan hadiah masing-masing Rp 500 ribu. Semuanya 351 pemenang, tidak sedikit bukan? Tak heran bila orang merasa bahwa berkhayal untuk menang tidaklah terlalu mengada-ada. Kerumunan orang pun menggebu ke kantor-kantor BCA, Lippobank, Bank Bhumy Bahari, dan Bank Umum Asia. Tjuk Susantono, Kepala Bagian Otorisasi BCA Semarang, memastikan bahwa tiap hari tak kurang dari 200 penabung yang terjaring. "Sampai ada yang menabung puluhan juta," katanya. Sementara itu, Lippobank cabang Bandung hingga pekan lalu telah berhasil menyedot Tahapan Rp 3 milyar. Dan sesuai dengan aspirasi perancangnya, yang bermaksud merangkul penabung ekonomi lemah, Tahapan juga berhasil menjaring masyarakat kelas bawah. Wargiono, tukang becak asal Tegal yang biasa mangkal di daerah Jakarta Selatan, telah pula tergiur. Ia bertekad untuk mengumpulkan uangnya, Rp 10 ribu demi Rp 10 ribu. "Daripada beli SDSB. Kalau nabung kan duitnya tidak hilang," kata pecandu buntut SDSB itu. Rekannya "seperguruan" yang juga pecandu SDSB, bernama Toeng Kay Ming, berbuat serupa. Buruh pabrik kaca warga Surabaya ini pekan silam muncul di kantor Lippobank, di Jalan Raya Darmo. Dengan kikuk, dalam pakaian yang lusuh dan rambut acak-acakan, Toeng menyerahkan Tahapan-nya sebesar Rp 50.000. "Sebelumnya uang honor saya habis untuk beli SDSB yang Rp 30.000 sebulannya," begitu pengakuan pria yang waktu itu didampingi istri dan dua anaknya. Arus menyerbu Tahapan, sampai laporan ini dibuat, masih terus menjubeli kantor-kantor Grup Lippo, yang jumlahnya 140 cabang itu. Minimal ada 500 ribu penabung, dan dana yang sudah terhimpun ada Rp 80 milyar. Jumlah ini tentu akan berlipat ganda di saat pembukaan undian akhir Juli nanti. Target keempat bank itu, konon, Rp 200 milyar. Dari situ bisa direka-reka berapa besar peluang seorang Wargiono untuk menang. Katakanlah, akhir Juli nanti hanya terkumpul Rp 150 milyar. Ini berarti akan ada 15 juta nomor yang diundi. Maka, kalau dibagi dengan 351 hadiah yang dijanjikan, peluang untuk menang 15.000.000 (dari tabungan Rp 150 milyar) berbanding 351. Atau 1 di antara 427.350 orang. Itu prospek buat penabung. Lain lagi keuntungan yang diperoleh kelompok Lippobank. Menurut seorang bankir, hadiah yang ditawarkan sebenarnya tidaklah terlalu besar. "Dengan tabungan Rp 50 milyar saja, hadiah itu sudah bisa tertutup." ujarnya yakin. Entah bagaimana kalkulasinya. Tapi, secara kasar, perkiraan itu bukanlah hal yang mustahil. Misalkan, tabungan yang Rp 50 milyar itu dipinjamkan dengan bunga 23%. Maka, akan diperoleh (bunganya saja) Rp 11,5 milyar. Itu cukup untuk membayar bunga Tahapan (15%) beserta hadiahnya yang Rp 500 juta setiap tiga bulan . Namun, antre penabung tiap hari tetap saja panjang. Makanya, "Kami optimistis target Rp 200 milyar pada akhir Juli nanti bisa tercapai," kata Laksamana Sukardi, Manajer Pelaksana Lippobank. Dan itu bukan omong kosong. Untuk menjaring para nasabah, dia tidak cuma mengandalkan 140 kantor yang bisa dikunjungi hingga pukul 18.00. Masih ada instrumen lain. Bank Umum Asia, misalnya, setiap hari menebar para pegawainya untuk mengunjungi kantor-kantor pemerintah serta swasta. Mereka tak ubahnya salesman, beroperasi door to door. Mereka diperkuat promosi melalui media cetak dan radio. Di koran-koran, iklan yang dipasang sangat mencolok, karena cukup besar dan berwarna. Sedangkan di beberapa radio swasta, diperdengarkan dialog seorang anak yang mengajak bapaknya menabung di Tahapan. Ditambah penyebaran buklet yang dititipkan pada para pengecer koran, seperti dilakukan kantor cabangnya di Medan. Promosi itu, menurut seorang direksi Lippobank, menguras Rp 1,5 milyar. Lalu ada sumbangan wajib untuk Depsos Rp 1,5 milyar (karena ada undiannya), dan Rp 1 milyar untuk hadiah dua kali penarikan tahun ini. Sementara kelompok BCA menggebu, bank-bank lain mengkerut, terutama bank papan menengah ke bawah. "Mungkin kami pun akan ikut arus, kendati memberikan hadiah dalam batas-batas yang wajar," kata Anwary Suryaudaja, Direktur Bank NISP. Reaksi bank papan bawah lebih spontan. "Bank-bank besar itu sepertinya tidak memberikan kesempatan kepada kami," kata Soebakir, Dirut Bank Pasar Kosanda Surabaya. Jelas, ia tidak bisa ikut-ikutan membagi hadiah. "Lha wong, bank pasar itu kebanyakan modalnya cuma Rp 500 juta," ujarnya. Di samping mobilisasi dana yang begitu gencar, Tahapan ternyata pelan-pelan menyedot dana Tabanas dan deposito. "Belum besar, tapi ada gejala nasabah menarik Tabanas dan depositonya untuk dipindahkan ke Tahapan," kata seorang bankir di Medan. Perpindahan serupa terjadi pula di Bandung. Jadi, wajar kalau rasa waswas di kalangan bankir menjadi bersifat nasional. Omong-omong soal hadiah, bank lain juga ikut menawarkan. Bank Djasa Arta, misalnya, menyelenggarakan hadiah dengan nilai Rp 5 juta, ditambah TV warna, lemari es, dan 100 hadiah lainnya. Penarikan undian dilakukan empat bulan sekali. Bank Umum Majapahit Jaya menyelenggarakan tabungan "pundi emas" dengan 54 hadiah uang senilai Rp 2,25 juta. Sementara itu, ada bank yang lebih mengandalkan pelayanan, plus bunga yang menawan. Ambil contoh Bank Niaga. Bank yang terkenal konservatif ini mulai bulan lalu menyelenggarakan Tabungan Bunga Harian (TBH). Dengan TBH, nasabah bisa mengambil uangnya setiap hari, bunga tabungannya pun dihitung setiap hari pula. Peminatnya ternyata tidak sedikit. Di Surabaya, dalam waktu 12 hari, terkumpul 3.000 nasabah dengan total tabungan Rp 3 milyar. Sedangkan untuk seluruh Indonesia, TBH sementara ini berhasil meraih Rp 10 milyar. Kuncinya? Ya, itu tadi, kebolehan untuk mengambil uang setiap hari. Tak heran kalau sebagian besar nasabahnya adalah mahasiswa dan ibu-ibu tumah tangga. "Daripada dipegang sendiri, kan lebih baik ditaruh di bank, yang bisa diambil setiap saat," kata Agus Setiawan, seorang mahasiswa di Surabaya yang menjadi nasabah TBH. Buat dia, hadiah bukanlah yang utama, tapi pelayanan beserta kemudahan lainnya. Yang pasti, gairah menabung sudah terbangkitkan, tinggal bagaimana bankir meramu formula dan menebar jaringnya. Spekulasi sedikit, servis lebih banyak, dan senyum diumbar sepanjang hari. Ha, sekaranglah waktunya nasabah menjadi raja, ha, ha, ha..Budi Kusumah, Sidartha P., Budiono D., Henry M., Irwan E.S., Heddy L., Gatot T.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum