Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Menelisik Yogyakarta, Provinsi dengan Tingkat Ketimpangan Tertinggi di Indonesia

Data BPS menunjukkan Yogyakarta yang menjadi provinsi dengan ketimpangan sosial paling tinggi se-Indonesia. Apa artinya?

25 Januari 2023 | 16.32 WIB

Warga menjemur pakaian di bantaran rel kereta api, Lempuyangan, Yogyakarta, Rabu, 18 Januari 2023. Selain menjadi provinsi termiskin di Pulau Jawa, Yogyakarta juga merupakan daerah dengan besaran upah minimum provinsi (UMP) terkecil kedua setelah Provinsi Jawa Tengah. ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah
Perbesar
Warga menjemur pakaian di bantaran rel kereta api, Lempuyangan, Yogyakarta, Rabu, 18 Januari 2023. Selain menjadi provinsi termiskin di Pulau Jawa, Yogyakarta juga merupakan daerah dengan besaran upah minimum provinsi (UMP) terkecil kedua setelah Provinsi Jawa Tengah. ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tercatat sebagai provinsi yang memiliki ketimpangan sosial tertinggi di Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) per September 2022 menunjukkan kesenjangan antara si kaya dan miskin makin melebar pada tahun tersebut. Berdasarkan data BPS, rasio gini (gini ratio) di Yogyakarta mencapai 0,459.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Rasio gini adalah alat ukur tingkat kesenjangan sosial di suatu daerah atau negara. Semakin besar rasionya, tingkat ketimpangan sosial semakin tinggi. 

Angka rasio gini naik

Masih mengacu pada data BPS, rasio gini Yogyakarta itu meningkat 0,02 poin jika dibandingkan dengan rasio gini Maret 2022 yang besarnya 0,439. Sedangkan per September 2021, rasio gini Yogyakarta sebesar 0,436.

Sedangkan, pada September 2022, tercatat rasio gini di perkotaan mencapai 0,468, meningkat dibandingkan dengan posisi Maret 2022 sebesar 0,446. Lompatan pun terjadi bila dibandingkan dengan rasio gini September 2021 sebesar 0,443. Adapun rasio gini di daerah perdesaan Yogyakarta pada September 2022 tercatat 0,342. 

Angka ini menunjukkan kenaikan jika dibandingkan dengan rasio gini Maret 2022  sebesar 0,332 dan September 2021 yang sebesar 0,325. Padahal, persentase penduduk miskin di Yogyakarta mengalami penurunan 0,42 persen pada September 2022 sebesar 11,49 persen dibandingkan dengan September 2021. Akan tetapi, jumlah tersebut naik 0,15 persen dari Maret 2022. 

Menurut BPS, jumlah penduduk miskin pada September 2022 sebanyak 463.630 orang, naik sekitar 8.900 terhadap Maret 2022.

Apabila dibandingkan September 2021, jumlah penduduk miskin September 2022 turun 10,900 orang. 
Meskipun secara persentase lebih kecil, kantong kemiskinan terbesar berada di perkotaan yang mencapai 321.070 orang (10,64 persen). 

Adapun kemiskinan di pedesaan mencapai 142.570 orang dengan persentase 14 persen. Garis Kemiskinan di Yogyakarta pada September 2022 tercatat dengan pendapatan per kapita sebesar Rp 551.342 per bulan. 

Komposisi garis kemiskinan makanan sebesar Rp398.363 (72,25 persen) dan garis kemiskinan bukan makanan Rp 152.979 (27,75 persen). 

Selanjutnya: Kepala Kantor Perwakilan BI DIY menyebutkan...

Soal ini, Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Daerah Istimewa Yogyakarta Budiharto Setyawan menyebutkan, angka kemiskinan DIY tertinggi di Indonesia karena pola konsumsi masyarakatnya cenderung sederhana.

"Pola konsumsi masyarakat DIY cenderung unik, yang relatif berbeda dibandingkan daerah lain. Mayoritas masyarakat DIY memiliki budaya yang kuat dalam menabung dibandingkan dengan konsumsi," kata Budiharto melalui keterangan tertulis, Jumat, 20 Januari 2023.

Bila dilihat dari struktur lapangan pekerjaan, menurut dia, mayoritas pekerjaan masyarakat DIY adalah UMKM dan didominasi tenaga kerja sektor informal yang mencapai 53,38 persen.

Meski mayoritas masyarakat telah memiliki pekerjaan, secara statistik kemiskinan DIY dianggap masih tinggi yang mencapai 11,49 persen atau menduduki peringkat ke-12 provinsi dengan kemiskinan tertinggi di Indonesia.

Pola konsumsi masyarakat sederhana

Namund demikian, menurut Budiharto, tak hanya karena pola konsumsi masyarakat DIY cenderung sederhana. Apalagi metode pengukuran statistik belum sepenuhnya dapat menggambarkan keseimbangan kemampuan berbelanja masyarakat DIY yang sebenarnya. Sebab, tingkat simpanan masyarakat DIY di bank selalu lebih tinggi dibandingkan tingkat kredit.

Bank Indonesia mencatat rasio kredit dibandingkan dengan simpanan rumah tangga di DIY dalam 10 tahun terakhir berkisar 66,78 persen. Artinya masih rendah apabila dibandingkan dengan rasio ideal 80-90 persen.Kondisi tersebut terus menjadi problem secara statistik karena penduduk dikategorikan miskin apabila rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan.

"Dengan demikian, semakin rendah pengeluaran penduduk, maka akan semakin dekat dengan kemiskinan," kata dia.

Sementara itu, kesenjangan pendapatan yang dilihat dengan pengeluaran penduduk lokal dengan penduduk pendatang sangat tinggi yang didominasi pola konsumsi produk tersier. Mayoritas penduduk pendatang melakukan pengeluaran yang signifikan lebih besar, terutama untuk produk makanan jadi, sewa rumah, maupun produk gaya hidup, seperti perawatan kecantikan dan kesehatan.

Kesenjangan pengeluaran inilah, menurut Budiharto, menjadi salah satu faktor yang menyebabkan ketimpangan di DIY menjadi tinggi. "Hal tersebut tercermin dari tingkat gini ratio DIY yang mencapai 0,459, tertinggi se-Indonesia," ucapnya.

ANTARA | AMELIA RAHIMA SARI

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus