Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Mengapa deposito dolar (?)

Bunga deposito dolar di bank-bank Indonesia naik. lebih tinggi dari bunga asian currency unit, singapura. deposito rupiah masih merupakan pilihan terbaik. deposito valuta asing tidak lebih dari spekulasi.

25 Maret 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KEBIJAKSANAAN anti-inflasi yang diluncurkan Ketua Federal Reserve Systems, Alan Greenspan di AS, ternyata menimbulkan riak pula di Indonesia. Beberapa bank devisa milik pemerintah, swasta nasional, maupun asing telah menaikkan suku bunga deposito dolar 1%-2%. Kenaikan itu tidak digembor-gemborkan, tidak seperti kampanye perlombaan menarik deposito rupiah atau tabungan seperti Primadana. Bank Dagang Negara, misalnya, awal pekan ini menerima titipan deposito dolar -- minimal US$ 1.000 -- dengan bunga 9% per tahun untuk 12 bulan. "Tadinya bunga cuma sekitar 7%," kata seorang petugas di bagian pelayanan valuta asing BDN. Bank Duta juga menawarkan 9% setahun, untuk deposito 1-12 bulan. Memang, tak semua bank devisa bermurah hati dengan bunga deposito dolar setinggi itu. Bank asing Singapura Standard Chartered Bank (SCB), misalnya, Senin lalu hanya memberikan bunga paling tinggi 6% per tahun, untuk deposito dolar (minimal US$ 5.000). "Kalau di ACU (Asian Currency Unit) Singapura, bisa dapat bunga 8,625% setahun," kata seorang petugas SCB. ACU adalah wadah perbankan internasional yang menerima titipan uang para pemilik modal dari luar Singapura. Dari bunga SCB, jelaslah, suku bunga deposito dolar yang ditawarkan bank-bank di Indonesia masih agak lebih tinggi. Juga kalau dibandingkan dengan suku bunga yang ditawarkan Singapura. Deposito di ACU yang menawarkan bunga paling tinggi hanyalah deposito Kiwi dan Kanguru. Deposito dalam dolar New Zealand di Singapura (minimum NZ$ 25.000) memberikan bunga 11,625% setahun deposito dolar Australia (minimum A$ 25.000) memberikan bunga 15,375%. Harian Bisnis Indonesia Sabtu lalu mengutip kalangan perbankan yang menyuarakan kekhawatirannya. Mereka cemas, jangan-jangan naiknya suku bunga deposito dolar itu akan mendorong pemilik deposito rupiah mengalihkannya ke dolar. "Nonsens," kata seorang petugas di Bank Duta. "Deposito rupiah masih lebih banyak, kok," ucapnya. Kenaikan suku bunga deposito dolar di Indonesia, yang lebih tinggi dari ACU, dinilai Mari Pangestu cukup bagus. Itu bisa merangsang pemilik uang, agar menarik uangnya di luar negeri, lalu memindahkannya ke Indonesia. "Masalahnya, orang masih takut jangan-jangan sulit dicairkan. Misalnya, karena desas-desus deposito akan diobligasikan," kata pakar ekonomi itu. Bank Internasional Indonesia dan Bank Danamon, yang baru saja menjadi bank devisa sejak November lalu, termasuk aktif mencari deposito dolar. Wakil Dirut BII Indra Wijaya mengungkapkan bahwa BII kini baru berhasil menarik deposito dolar sekitar US$ 10 juta. "Penyimpan rupiah masih paling banyak, di atas Rp 500 milyar," kata Indra. Hal serupa diungkapkan Yusuf Arbianto Tjondrolukito, Direktur Pengelola Bank Danamon. "Orang menyimpan dalam deposito dolar biasanya hanya kalau memiliki uang nganggur. Biasanya mereka mendepositokannya secara roll-over. Jika uangnya masih diperlukan untuk belanja, lebih baik menyimpan dalam deposito rupiah. Bunganya jauh lebih tinggi," kata petugas di BDN itu. Artinya, sejauh ini belum terjadi rush pengalihan deposito rupiah ke dolar. Para pengelola dana yang bijaksana tentu akan lebih suka menaruh deposito rupiah ketimbang deposito valuta asing. J.A. Sereh, Bendahara Palang Merah Indonesia dan Ketua Yayasan Dana Pensiun Persatuan Gereja-Gereja di Indonesia, misalnya. "Kalau deposito rupiah bisa dapat bunga di atas 20%, mengapa harus deposito dalam dolar," kata Sereh, mantan Presiden Direktur PT Danareksa itu. Orang yang menaruh uangnya dalam deposito valuta asing sebenarnya hanyalah untuk spekulasi, atau khawatir akan terjadi devaluasi. Lagi pula, harus diingat bahwa deposito dalam valula asing itu, selain akan terkena pemotongan biaya remunerasi 1%, juga tidak bebas pajak penghasilan. Yang pasti, bank-bank diuntungkan, karena mendapatkan kredit murah. Pakar ekonomi Anwar Nasution mensinyalir, dana yang masuk ke deposito dolar di bank-bank di Indonesia tidak dimanfaatkan bank-bank untuk kegiatan produktif, tapi langsung ditransfer ke luar negeri. "Kalau tidak mereka lempar ke luar negeri, sama saja dengan menaruhnya di bawah bantal. Buktinya bisa terlihat pada neraca bank-bank Indonesia. Mereka mempunyai long position atau kekayaan di luar negeri yang cukup besar," kata Anwar.Max Wangkar, Yopie Hidayat, Ajie Setyadi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum