Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Industri paylater terus bertumbuh seiring dengan tren belanja online.
Skema paylater banyak digunakan kaum milenial.
OJK dan perusahaan penyedia kredit mewanti-wanti ihwal risiko skema paylater.
JUNI nanti menjadi bulan terakhir bagi Theresia Yogi Wirastri untuk membayar cicilan. Saat membuka Korean Grill, restoran daging panggang Korea, di Wonosari, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, pada akhir Desember tahun lalu, perempuan 30 tahun itu memborong peralatan dapur dan bahan baku masakan di pasar online. Theresia berbelanja senilai Rp 4 juta dengan paylater atau skema kredit “beli sekarang bayar nanti” di e-commerce Shopee.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepada Tempo, Kamis, 19 Mei lalu, Theresia mengatakan sudah dua tahun menjadi pengguna aktif ShopeePay, aplikasi pembayaran di platform Shopee. Dia lalu mendapat tawaran menggunakan fitur SPayLater dengan batas maksimum kredit Rp 4 juta. “Bagi yang butuh barang segera tapi uangnya belum ada, (skema) ini membantu sekali,” katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di telepon seluler pintar Theresia tak hanya ada aplikasi Shopee dengan SPayLater. Dia juga memiliki akun GoPayLater. Sebelumnya Theresia menjadi pengguna aktif berbagai fitur pembayaran yang ditawarkan Blibli dan Bukalapak. “Tapi belakangan ‘keracunan’ Shopee setelah mereka merilis paylater,” ujarnya. Saat mencoba SPayLater, Theresia memiliki batas pinjaman atau limit Rp 750 ribu. Karena sering memakai skema ini, “Sekarang limit saya sudah Rp 6 juta.”
Skema paylater menjadi tren di kalangan milenial penggemar belanja online dalam beberapa waktu terakhir. Layanan ini terus bertumbuh seiring dengan berkembangnya e-commerce dan kian maraknya gaya hidup digital, terutama di masa pandemi Covid-19.
Tren ini dimanfaatkan PT Telekomunikasi Selular atau Telkomsel dan PT FinAccel Finance Indonesia (Kredivo). Dua perusahaan itu mengembangkan Telkomsel Paylater untuk pelanggan Telkomsel. Kolaborasi ini diresmikan dengan penandatanganan perjanjian kerja sama di Jakarta pada Kamis, 19 Mei lalu.
Telkomsel Paylater sebenarnya telah meluncur pada April lalu dalam ekosistem aplikasi MyTelkomsel. Setelah bekerja sama dengan Kredivo, Telkomsel Paylater akan memberikan limit hingga Rp 30 juta. Pengguna aplikasi ini bisa memakai dana itu untuk membeli beragam produk Telkomsel, dari pulsa, paket data, hingga produk digital, serta mengakses layanan lain, seperti device bundling, permainan, MAXstream, dan Telkomsel Orbit. Telkomsel Paylater akan dikembangkan secara bertahap di luar platform MyTelkomsel.
Direktur Planning and Transformation Telkomsel Wong Soon Nam optimistis bisnis baru ini akan terus bertumbuh. Menurut hasil riset IDC InfoBrief, “How Southeast Asia Buys and Pays, Driving New Business Value for Merchants”, yang dirilis pada November 2021, nilai transaksi paylater di Asia Tenggara akan mencapai US$ 8,8 miliar pada 2025. Indonesia berpotensi menjadi pasar terbesar industri paylater di Asia Tenggara dengan angka pertumbuhan belanja 8,7 persen dibanding pada 2020. “Peluang ini yang hendak kami raih melalui kolaborasi dengan Kredivo,” ucap Wong.
Acara penandatanganan perjanjian kerjasama layanan BNPL ‘Telkomsel PayLater’ yang diwakili oleh Direktur Planning & Transformation Telkomsel Wong Soon Nam (kiri) dan CEO Kredivo Indonesia Umang Rustagi, di Jakarta, 19 Mei 2022. Foto: Dokumentasi Kredivo
Chief Executive Officer Kredivo Indonesia Umang Rustagi optimistis kerja sama ini akan membawa perusahaannya mencapai target 10 juta pengguna dalam beberapa tahun ke depan. "Ini menjadi salah satu capaian terbaru kami dalam memberikan layanan paylater kepada mitra yang berfokus di bidang telekomunikasi."
Kredivo, yang beroperasi sejak 2016, menyasar masyarakat yang sulit mengakses bank konvensional. Kelompok ini susah mendapatkan kredit dari bank karena sulit memverifikasi identitas hingga tak bisa memenuhi prosedur yang rumit. Kredivo juga membidik generasi milenial berpendapatan minimal Rp 3 juta serta melek digital.
Menurut Indina Andamari, Vice President Marketing and Communications Kredivo, antusiasme masyarakat terhadap layanan paylater terus meningkat. Saat ini jumlah pengguna Kredivo mencapai 5 juta dengan rata-rata transaksi 25 kali setahun. “Nilai engagement rate ini jauh lebih tinggi dibanding pemain pembayaran digital global lain,” tuturnya pada Rabu, 18 Mei lalu.
Optimisme terhadap pasar paylater juga diungkapkan Alina Darmadi, Head of Corporate Communications GoTo Financial. Dia mengacu pada sejumlah hasil riset, antara lain dari Research and Markets yang dirangkum PR Newswire. Laporan survei kuartal IV 2021 PR Newswire memperkirakan nilai industri paylater di Asia-Pasifik akan naik 61,5 persen secara tahunan menjadi US$ 133,69 miliar pada 2022.
Di Indonesia, nilai paylater diperkirakan tumbuh 94,7 persen secara tahunan hingga mencapai US$ 2,66 miliar atau Rp 39 triliun di akhir tahun ini. Tingkat pertumbuhan tahunan paylater pada 2022-2028 bisa mencapai 33,3 persen. Total transaksi atau gross merchandise value layanan paylater juga diperkirakan meningkat dari US$ 82,81 miliar (sekitar Rp 1.215 triliun) pada 2021 menjadi US$ 749,22 miliar (Rp 10 ribu triliun) pada 2028. “Kami melihat potensi GoPayLater akan mengikuti tren pertumbuhan ini,” ujar Alina kepada Tempo, Rabu, 18 Mei lalu.
GoPayLater, yang diperkenalkan pada 2018, merupakan layanan pembayaran akhir bulan. GoPay bekerja sama dengan Findaya—perusahaan penyelenggara pinjaman peer-to-peer—yang diselenggarakan PT Mapan Global Tech. Alina menjelaskan, GoPayLater tidak menggunakan sistem bunga, melainkan biaya layanan tetap setiap bulan. Pengguna dikenai biaya layanan hanya jika bertransaksi dengan GoPayLater. “Jika bulan ini tidak memakai GoPayLater, pengguna tidak perlu membayar apa pun.”
GoPayLater dapat digunakan dalam ekosistem Gojek, seperti GoRide, GoCar, GoFood, dan GoTagihan, serta beragam mitra usaha online GoPay. Setelah penggabungan Gojek dengan Tokopedia menjadi GoTo, GoPayLater menjadi salah satu metode pembayaran di Tokopedia. GoPay juga memperluas cara pembayaran tagihan GoPayLater melalui akun virtual Bank Central Asia. Agar pengguna terhindar dari keterlambatan pembayaran tagihan, GoPayLater akan mengirimkan pengingat sebelum tanggal pembayaran.
Pesaing GoPay, OVO, meluncurkan U Card pada akhir tahun lalu. OVO bekerja sama dengan Bank Rakyat Indonesia untuk menyediakan kartu kredit digital ini. “Sesuai dengan kebutuhan kaum milenial yang akrab dengan gaya hidup digital,” kata Head of Corporate Communication PT Visionet Internasional (OVO) Harumi Supit.
•••
PAYLATER mendadak menjadi topik yang ramai diobrolkan alias trending topic di Twitter pada 6-7 Mei lalu. Saat itu ada 27 ribu cuitan perdebatan seputar paylater, bermula dari celotehan akun @lilaaccountz yang mengajak warganet tidak memakai layanan ini. "Jangan pernah nyoba pakai paylater, apapun itu bentuknya. Repeat. Jangan pernahh nyoba pake paylater. Suatu saat tar nyesel," cuit @lilaaccountz.
Warganet pun terlibat obrolan pro dan kontra. "Gue bangga sama diri sendiri karena nggak pernah nyoba paylater atau pinjol apapun, gue nggak bakal beli apapun kalo nggak punya duit. soalnya menurut gue pasti berat bgt nurutin sesuatu yang masih bisa kita tahan, belum lagi konsekuensinya dikejar-kejar," tulis akun @oohr**a. Komentar kontra lain datang dari @mu**mu**a04. "Baru terjadi hari ini telat bayar spaylater sehari ada denda 5%, nyesel."
Sebaliknya, akun @Good_d**_e**k mengatakan, "Duh apa deh, ini yg komen pada nyalah2in paylaternya. Yg salah kan kaliaaannn. Kalian yg telat bayar, udh sewajarnya kalian ditagih. Kenapa kalian yg merasa terdzolimi. Kalo gak telat bayar juga gak bakal di tagih kayak gitu. 'Kan cuma telat satu hari' tuh kaan!"
Otoritas Jasa Keuangan sebenarnya telah memberi peringatan. Melalui akun Twitter @ojkindonesia, pada 15 Juni 2021 lembaga ini menjelaskan paylater adalah istilah yang merujuk pada transaksi pembiayaan barang atau jasa. Di Indonesia, pay ater dapat difasilitasi melalui lembaga jasa keuangan seperti bank, lembaga pembiayaan, dan perusahaan teknologi finansial (fintech) peer-to-peer lending. Pada dasarnya, OJK menambahkan, paylater adalah layanan untuk menunda pembayaran atau berutang yang wajib dilunasi di kemudian hari.
OJK juga menekankan bahwa paylater adalah bentuk utang. “Kamu dapat membeli produk dengan menunda pembayaran yang wajib dilunasi di kemudian hari, biasanya dalam bentuk cicilan selama beberapa minggu atau bulan, tergantung jenis dan nominal pembelian,” ucap juru bicara OJK, Sekar Putih Djarot.
Sekar mengatakan layanan paylater kini banyak ditawarkan oleh e-commerce yang bekerja sama dengan lembaga jasa keuangan. Menurut dia, OJK mengawasi lembaga jasa keuangan yang memberikan layanan paylater, bukan perusahaan e-commerce atau aplikasi penyedia sistem pembayaran. Karena itu, Sekar mengingatkan masyarakat agar memastikan fitur paylater yang digunakan berasal dari lembaga jasa keuangan yang berizin dan diawasi OJK.
Peringatan serupa disampaikan manajemen Kredivo. Vice President Marketing and Communications Kredivo Indina Andamari mengatakan nasabah harus memperhatikan arus kas atau cash flow masing-masing yang menentukan kemampuan melunasi utang di kemudian hari. Dia juga meminta masyarakat memahami utang konsumtif dan utang produktif. “Sehingga dapat memahami alokasi utang, apakah untuk hal yang membawa keuntungan atau hanya memenuhi keinginan,” ujarnya.
Adapun GoTo Financial sejak tahun lalu memperkenalkan Finansiap. Menurut Head of Corporate Communications GoTo Financial Alina Darmadi, Finansiap merupakan inisiatif untuk meningkatkan literasi keuangan. “Agar lebih cerdas dalam mengelola pengeluaran,” katanya. Finansiap membahas topik dan konten finansial yang dikemas secara informatif dan interaktif di berbagai kanal media, seperti webinar, video, dan siniar atau podcast.
Mengendalikan diri. Itulah komitmen Francisca Christy Rosana, 29 tahun, pengguna layanan paylater. Karyawan swasta di Jakarta ini berencana menutup akun paylater yang ia miliki setelah cicilannya lunas pada September nanti. Dia kelak hanya memakai dompet digital agar pengeluarannya lebih terkontrol. Selama ini Francisca menggunakan paylater untuk membeli barang-barang yang tidak perlu. “Saya beli headset baru saat barang lama masih bisa digunakan. Juga beli kain batik tulis mahal ketika beberapa produk serupa masih menumpuk di lemari.”
Komitmen serupa diungkapkan Theresia Yogi Wirastri, pemilik restoran Korean Grill di Wonosari, Gunungkidul. Setelah cicilannya beres, dia tak akan memakai paylater lagi. Theresia juga tak akan lagi “jajan” telepon seluler Rp 3 jutaan saat barang lamanya masih berfungsi. Nantinya dia membatasi belanja maksimal Rp 1 juta sebulan. “Kalau pakai paylater memang gawat, belanja bisa kalap,” ujarnya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo