Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Mengejar Ketinggalan Kurs

Suku bunga pinjaman antar bank melonjak. Setelah kurs rupiah merosot. BI tampaknya berusaha mengejar ketinggalan kurs. (eb)

8 September 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PASAR uang di Jakarta mendadak bagai kena setrum. Tingkat suku bunga pinjaman antarbank, untuk pinjaman yang menginap: semalam (overnight), tiba-tiba melonjak dari pukul rata 20% jadi 30% sampai 45%. Pergerakan luar biasa pekan lalu itu terjadi beberapa hari sesudah pemerintah menyatakar bahwa pemutihan modal bis dilakukan lewat deposito berjangka. Hari-hari terakhir pada bulan lalu itu, tidak seperti biasanya, rupiah sangat sulit dicari. Padahal,biasanya, untuk mendapatkan rupiah ratusan juta guna mengatur posisi likuiditas secara lebih baik, bankir tinggal angkat telepon. Bunga kemudian ditetapkan berdasarkan negosiasi. Tapi pada hari-hari itu, berbagai bank dan lembaga keuangan bukan bank bagai menghadapi kesulitan serupa: likuiditas mereka terganggu karena puluhan nasabah mendadak saa menank dana secara besar-besaran. Untuk pemutihan modal? Kemungkinan itu tampaknya kecil. Sebab, jika upaya itu dilakukan, penyediaan dana rupiah di pasar uang tidak berkurang volumenya. Kata seorang bankir, kenaikan luar biasa bunga pinjaman antarbank (call money) pekan lalu itu menyerupai situasi menjelang rupiah didevaluasikan 30 Maret tahun silam. Sehari sebelum devaluasi, bunga pinjaman antarbank, yang memang sudah merayap pelan-pelan, tiba-tiba meroket menjadi 50%. Rupiah saat itu bagai menguap, sesudah pelbagai kalangan berduit ramai-ramai mengkonversikan mata uang itu dengan dolar AS. Gelombang menubruk dolar itu mencolok saat kurs tengah rupiah terhadap dolar yang ditetapkan Bank Indonesia, ternyata, berada jauh di bawah kurs di pasar bebas. Tanda-tanda seperti itu tampaknya kini terulang lagi: rupiah dianggap berlebih nilainya (over valued) terhadap sejumlah mata uang kuat Eropa Barat. Menghadapi kenaikan nilai dolar, sejak Maret 1983 sampai pertengahan Agustus lalu. rupiah ternyata hanya merosot 6,7%. Sedangkan DM Denmark dan gulden Belanda, pada periode yang sama, merosot lebih dari 20%. Belakangan ini, menurut Ny. S.R. Dwianto, preslden direktur lembaga keuangan bukan bank (LKBB) Inter. Pacific Financial Corp., BI tampak berusaha mengejar "ketinggalan kurs" itu. Dari pertengahan Agustus sampai 3 September itu, kurs tengah BI kelihatan bagai dipercepat turunnya: hanya dalam tempo 18 hari, agak luar biasa, rupiah sudah kehilangan 14 point melawan dolar. Karena kurs dolar masih terus saja naik, tidak heran, "Jika masyarakat hari-hari ini juga masih memburu dolar," ujar Ny. Dwianto. Kata seorang pengamat, cepatnya kemerosotan kurs rupiah dalam periode itu, yang dianggap jadi biang keladi mengeringnya rupiah di pasar uang, terjadi tak lama sesudah volume penjualan minyak Indonesia merosot tajam. Jenis kondensat, yang tak masuk kuota OPEC, misalnya, belakangan ini mulai sulit dijual. Menyusutnya penerimaan dolar dari minyak itu, katanva. akhirnya membuat kedudukan rupiah jadi terpojok. Keadaan pasar uang akhirnya makin bertambah ketat, tatkala sejumlah pengusaha elektronik ikut-ikutan menarik rupiah simpanan mereka di bank untuk memenuhi modal kerja mereka. Langkah itu, demikian B. Ichsani, ketua Gabungan Pengusaha Elektronik, terpaksa dilakukan karena modal mereka banyak yang macet di tangan penyalur. Apa boleh buat, tindakan nasabah semacam itu pada akhirnya menyebabkan likuiditas bank jadi kacau. Untuk memulihkan posisi, mereka sebenarnya bisa lari ke BI, yang menyediakan fasilitas pinjaman diangka pendek (diskonto) untuk dua sampai empat minggu atau dua sampai empat bulan. Karena "gengsi", berbagai lembaga keuangan bukan bank terutama, ternyata lebih suka mencari dana rupiah dari masyarakat - dengan menawarkan tingkat bunga lebih tinggi dari sebelumnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus