Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Dalam pengertian yang sederhana, akad wakalah dapat diartikan sebagai tindakan pemberian kuasa dan juga tanggung jawab perintah atau arahan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Secara garis besar, akad wakalah mencakup sebuah perjanjian di mana terjadi kesepakatan bahwa suatu wewenang atau tugas yang diberikan dari satu pihak kepada pihak lain dalam berbagai hal yang akan diwakilkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berikut ini informasi lebih lengkap terkait apa itu wakalah, dasar hukum, hingga jenis-jenisnya.
Pengertian Wakalah
Definisi wakalah telah dijelaskan dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor: 1 26/DSN-MUI/VII/2019 yang membahas Akad Wakalah Bi Al-Istitsmar. Wakalah adalah perjanjian yang mengizinkan pemberian kuasa oleh muwakkil kepada wakilnya untuk melaksanakan tindakan hukum tertentu.
Dalam konteks fatwa tersebut, muwakkil merujuk pada individu atau pihak yang memberikan izin untuk melaksanakan wakalah, dan ini dapat berupa individu atau bahkan badan hukum yang memiliki status hukum atau tidak.
Sementara itu, wakil merujuk kepada pihak yang menerima izin untuk melaksanakan tindakan wakalah, yang juga bisa berupa individu baik badan hukum atau bukan badan hukum.
Berdasarkan Buku Ajar Fiqih Muamalah Kontemporer, konsep akad wakalah dapat dinyatakan sebagai memberikan kuasa kepada pihak lain untuk melakukan tugas tertentu dalam situasi di mana pemberi kuasa tidak mampu atau tidak dalam kondisi untuk menjalankannya.
Akad wakalah digunakan oleh seseorang ketika ia memerlukan bantuan orang lain atau dalam situasi di mana ia tidak memiliki kemampuan untuk melakukan tugas tersebut sendiri, dan karenanya ia meminta orang lain untuk melaksanakannya.
Dasar Hukum Wakalah
Dasar hukum wakalah dalam ajaran Islam terdapat dalam QS. Al-Kahfi ayat 19. Surat ini mengizinkan untuk menerapkan wakalah, hal tersebut berkaitan dengan kisah Ashabul Al-Kahfi.
Al-Kahfi ayat 19 menjelaskan bahwa Allah telah menetapkan wakalah. Faktor ini timbul karena manusia memerlukan mekanisme ini. Hal ini muncul sebab tidak semua individu mampu untuk melaksanakan segala urusannya.
Sehingga, konsep ini menjadi penting sebagai sarana untuk mendelegasikan mandat kepada pihak lain. Wakalah dijalankan sebagai wakil yang bertindak mewakili pihak lain.
Landasan hukum wakalah juga terlihat dalam QS. Yusuf ayat 55. Surat ini memaparkan peran Nabi Yusuf yang menyatakan kesiapannya untuk menjadi wakil.
Dia bersedia memegang tanggung jawab dan melaksanakan tugas, terutama dalam hal ekonomi di negara Mesir.
Selain itu, pandangan para ulama juga sejalan dalam bentuk ijma (konsensus), yang menyatakan bahwa praktik wakalah diperbolehkan.
Bahkan, beberapa di antara mereka cenderung memandang wakalah sebagai tindakan yang dianjurkan, hal ini didasarkan pada prinsip tolong-menolong (ta'awun) yang berakar pada niat baik serta taqwa.
Rukun dan Syarat Wakalah
1. Rukun Wakalah
Menurut jumhur ulama, terdapat empat rukun dalam wakalah, yaitu:
- Pemberi kuasa (al-Muwakkil),
- Penerima kuasa (al-Wakil),
- Objek yang diwakilkan (al-Taukil), dan
- Kesepakatan yang dinyatakan (Ijab dan Qabul).
2. Syarat Wakalah
Syarat wakalah dijelaskan dalam Fatwa DSN No. 10/DSN-MUI/IV/2000. Berikut adalah kriteria-kriteria persyaratan wakalah:
- Pekerjaan atau tugas yang akan diwakilkan haruslah yang dapat dikuasakan atau dijalankan oleh orang lain. Oleh karena itu, tidak diizinkan untuk mewakilkan aktivitas-aktivitas ibadah seperti salat, puasa, dan membaca Al-Qur’an.
- Pekerjaan yang akan diwakilkan haruslah dimiliki oleh pemberi kuasa pada saat akad wakalah terjadi. Oleh sebab itu, tidak diperbolehkan mewakilkan untuk menjual sesuatu yang belum dimiliki.
- Pekerjaan yang diwakilkan haruslah jelas dan terdefinisi dengan baik. Oleh karena itu, tidak valid untuk mewakilkan sesuatu yang masih samar, misalnya, “Aku menjadikan kamu sebagai wakilku untuk menikahi salah satu anakku.”
- Perjanjian wakalah harus diungkapkan dengan kata-kata yang menyiratkan tindakan perwakilan dan dilakukan dengan kesepakatan dan kerelaan dari pemberi kuasa. Contohnya, “Saya mempercayakan tugas ini kepada kamu untuk melaksanakan pekerjaan ini,” dan diterima oleh penerima kuasa. Dalam pernyataan penerimaan (qabul), arti dari pernyataan tersebut haruslah jelas. Jika penerima kuasa tidak menyatakan secara terang-terangan, namun perjanjian diterima, itu tetap dianggap sah.
Jenis-Jenis Wakalah
1. Wakalah al-Mutlaqah
Wakalah al-Mutlaqah merujuk pada bentuk wakalah yang memberikan kuasa secara mutlak atau tanpa batasan, yakni memberikan kewenangan untuk melaksanakan tugas tanpa batasan waktu dan jenis urusan.
2. Wakalah al-Muqayyadah
Wakalah al-Muqayyadah adalah pemberian kuasa yang diarahkan untuk tindakan atas nama pemberi kuasa, namun terbatas pada urusan-urusan tertentu.
3. Wakalah al-Ammah
Wakalah al-Ammah mengacu pada jenis wakalah yang memiliki cakupan lebih luas daripada al-Muqayyadah. Biasanya, ini terkait dengan tindakan urusan sehari-hari.
Hal yang Membuat Wakalah Berakhir
Berlandaskan artikel yang dikemukakan oleh Sa’diyah dan Aminnudin dalam "Al-Masraf" Jurnal Lembaga Keuangan dan Perbankan (Volume 4, Nomor 2) tentang wakalah, dijelaskan fakta bahwa wakalah dapat dinyatakan tidak berlaku karena alasan tertentu.
Berikut beberapa faktor yang dapat menyebabkan berakhirnya wakalah adalah sebagai berikut:
- Bila salah satu dari pihak yang terlibat dalam wakalah meninggal dunia atau mengalami kondisi ketidakseimbangan mental (gila).
- Jika maksud yang dijadikan dasar wakalah sudah berhasil dicapai atau jika niat dari pekerjaan yang diwakilkan telah dihentikan.
- Wakalah bisa berakhir saat salah satu dari pihak yang menerima kuasa memutuskan untuk menghentikan kesepakatan tersebut. Juga, berakhir saat pihak yang memberi kuasa kehilangan kontrol atau haknya terhadap objek yang diwakilkan.
- Apabila aktivitas atau pekerjaan yang menjadi fokus wakalah dihentikan oleh kedua pihak yang terlibat.
- Jika pemberi kuasa membatalkan perjanjian wakalah terhadap penerima kuasa, asalkan penerima kuasa mengetahuinya tentang pembatalan tersebut.
- Jika penerima kuasa memilih untuk mundur dari tanggung jawabnya dengan sepengetahuan pemberi kuasa.
- Wakalah dapat dicabut jika pemberi kuasa kehilangan hak kepemilikan atas barang yang diberikan.
Itulah penjelasan mengenai pengertian wakalah, dasar hukum, syarat, jenis, dan berakhirnya akad wakalah.
RISMA KHOLIQ