Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebut sedang dalam masa pengujian untuk program biodiesel B50. Dirjen Energi baru Terbarukan dan Konversi Energi Eniya Listiani Dewi berharap sektor transportasi partisipatif dalam road test B50.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kapan mandatory B50? sekarang sedang diuji, dites, nanti mohon bantuan juga dari sektor transportasi untuk bersama-sama,” katanya dalam acara Toyota Beyond Zero: Mobilitas untuk Netralitas Karbon di Gambir Expo, JIExpo, Kemayoran, Jakarta, Jumat, 14 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Apa itu B50?
Biodiesel B50 adalah jenis bahan bakar campuran yang terdiri dari 50 persen biodiesel dan 50 persen bahan bakar diesel konvensional. Biodiesel sendiri merupakan bahan bakar nabati (biofuel) yang dibuat dari minyak nabati, lemak hewan, atau limbah minyak goreng melalui proses transesterifikasi.
Proses tersebut terjadi saat trigliserida dalam minyak nabati atau lemak hewani bereaksi dengan alkohol (metanol atau etanol) dan katalis (biasanya natrium hidroksida atau kalium hidroksida) untuk menghasilkan metil ester (biodiesel) dan gliserin sebagai produk sampingan.
B50 mengandung 50 persen biodiesel yang berasal dari sumber terbarukan dan mengandung 50% bahan bakar diesel berbasis fosil yang tak terbarukan. Dengan komposisi tersebut, B50 diklaim menghasilkan emisi karbon yang lebih rendah dibandingkan dengan diesel murni. B50 juga diharapkan dapat mengurangi polusi udara karena kadar sulfur yang lebih rendah.
Selain dari segi lingkungan, B50 diharapkan bisa memperkuat sektor agribisnis Indonesia, terutama kelapa sawit, menciptakan lapangan kerja baru, dan memperkuat ketahanan energi nasional. B50 juga diklaim bisa mendukung sektor pertanian dan mempercepat transisi Indonesia menuju energi terbarukan.
Dari segi teknikal, B50 diklaim bisa meningkatkan sifat pelumasan mesin sehingga dapat memperpanjang umur mesin diesel. B50 juga memiliki kandungan energi yang lebih tinggi dibandingkan biodiesel dengan campuran lebih rendah seperti B20 atau B30, tetapi lebih rendah dibandingkan solar murni.
Sementara itu, dilansir dari laman resmi ITS, B50 memiliki beberapa kekurangan, salah satu yang paling mencolok adalah titik nyala B50 yang lebih tinggi dibandingkan solar. Kondisi ini membuat B50 berpotensi merusak mesin karena ketidaksesuaian antara spesifikasi mesin dengan bahan bakar. Suatu mesin pastinya sudah dirancang sesuai karakteristik bahan bakar tertentu. Ketidaksesuaian karakteristik akan mengganggu proses di dalam mesin.
Sejumlah kajian telah meningkatkan bauran biodiesel. Direktur Bioenergi Kementerian ESDM Edi Wibowo mengatakan Indonesia membutuhkan tambahan tujuh hingga sembilan pabrik pengolahan minyak kelapa sawit atatau crude palm oil (CPO) menjadi biodiesel untuk dapat memproduksi bahan bakar jenis B50.
Penambahan pabrik pengolahan CPO ini bertujuan untuk menutupi kekurangan pasokan biodiesel untuk B50. Berdasarkan hitungannya, kebutuhan biodiesel untuk B50 mencapai 19,7 juta kiloliter, sedangkan kapasitas produksi Bahan Bakar Nabati (BBN) saat ini baru mencapai 15,8 juta kilo liter.
Sebelumnya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengatakan kementeriannya tengah menyiapkan rancangan konsep pengembangan bahan bakar biodiesel hingga biodiesel 100. Hal ini, kata Bahlil, merupakan upaya untuk mewujudkan swasembada energi yang digagas oleh Presiden Prabowo Subianto.
Berdasarkan roadmap Kementerian ESDM, rencana terdekat untuk menuju program B100 tersebut adalah penerapan B40 yang dilaksanakan Januari 2025. Kemudian, dilanjutkan dengan penerapan B50 yang akan dilakukan setahun setelahnya.
Hammam Izzuddin dan Ilona Estherina berkontribusi dalam penulisan artikel ini.