PERTAMINA, bekerja sama dengan Direktorat Metrologi Departemen
Perdagangan, lagi menggusur pompa merk Tokheim dari pasaran.
Kedua instansi itu berharap, penggantian 1.060 unit Tokheim yang
terpasang pada lebih dari 700 SPBU (Stasiun Pengisian Bahan
bakar untuk Umum) di seluruh Indonesia dapat diselesaikan paling
lambat akhir Juni 1983.
Sebetulnya sejak 1983, Tokheim tidak boleh dipakai lagi. Pompa
buatan Belanda itu menunjukkan kecenderungan minus dalam
penyerahan bahan bakar. "Selalu merugikan konsumen," ujar Usman
Iskandar, sopir bemo di Surabaya. Karena itu Usman gembira, SPBU
di Jalan Sikatan, Bagong, dan Wonokromo, sudah memakai pompa AH.
Pertamina memilih Avery Hardoll (AH) buatan Inggris dan Tatsuno
dari Jepang, melalui pengujian dan penelitian Direktorat
Metrologi. Kedua jenis pompa itu dilengkapi dengan pemisah udara
yang berdiri sendiri. Ia juga memiliki filter untuk mencegah
udara dan uap bahan bakar masuk ke dalam meteran. Pompa AH
berkapasitas 45 liter per menit, Tatsuno 50 liter per menit.
Pemakaian listriknya 400 uatt, dengan tegangan 220 volt.
AH dan Tatsuno dipesan khusus untuk kondisi Indonesia. Karena
itu dari pabrik pompa tersebut sudah memakai cap Pertamina.
Adapun pompa merk Schwelm (buatan Jerman Barat) dan Bennet
(Italia), yang juga dipakai di Indonesia, belum ada rencana.
Melainkan sekadar diawasi agar tidak merugikan pembeli. Tapi
para pengusaha SPBU tampaknya tidak mengelu-elukan pompa baru
ini. Mereka lebih merisaukan pemasukan, yang konon kurang,
setelah kenaikan harga BBM 7 Januari lalu. Sebelumnya, dari
harga bensin Rp 240 per liter, pengusaha mendapat keuntungan 3%,
setelah dipotong MPO 1 %. Artinya keuntungan bersih Rp 7,20 per
liter.
Kini, dari harga Rp 320 per liter, pengusaha diperbolehkan
mengambil 2,5%, artinya Rp 8 per liter. Tetapi mereka harus
membayar pajak sendiri. Perbandingan yang sama berlaku pula pada
minyak solar dan bensin super. "Peraturan itu cukup memberatkan
pengusaha," ujar Sumitro, sekretaris PD Hiswana Migas (Himpunan
Wiraswasta Nasional Minyak & Gas) Jawa Tengah.
Para pengusaha itu pun mulai mengungkit-ungkit prosedur
pendirian SPBU, dan lemahnya kedudukan mereka. Seluruh SPBU
dibangun oleh, dan menjadi milik Pertamina. Pengusaha
menyetorkan bonus tunai, besarnya 50% dari seluruh modal, dan
bertindak sebagai pengelola SPBU. "Untuk membangun SPBU
sekarang ini bonus tunai itu berjumlah sekitar Rp 50 sampai Rp
60 juta," ujar A. Pandris pimpinan Unit Pemasaran III
(UPMS-III) Pertamina. Itu tidak termasuk tanah, sebab tanah
milik pengusaha.
Namun, "kontrak bisa dicabut Pertamina jika SPBU lalai akan
fungsinya," kata Suyitno, pemilik pompa bensin di Surabaya.
Misalnya, jika SPBU sering kosong, atau kurang baik menjaga
lingkungan. Suyitno mendirikan sebuah SPBU miliknya delapan
tahun lalu, dengan modal Rp 10 juta, di luar harga tanah. Kini
omsetnya 6.000 liter premium sehari semalam. Dan itu termasuk
sepi.
Sementara itu tidak sedikit pengusaha SPBU yang memandang pompa
AH dan Tatsuno dengan was-was. Penggantian itu mereka nilai
cenderung merugikan pengusaha. "Tidak benar," sanggah R. Haroen
direktur Metrologi kepada pers pekan lalu. Ia lalu menyebut UU
No. 2 tahun 1981, yang "menjamin kebenaran ukuran untuk
kepentingan konsumen, dan produsen melalui penjual, sehingga
tidak merugikan salah satu pihak."
Yang jelas, beberapa pengusaha mengeluhkan pompa AH yang
"gampang rusak." Di SPBU Jalah Sikatan, Surabaya, sejak tiga
pekan lalu alat itu tidak berfungsi dengan baik. Padahal baru
dipasang 5 bulan. "Pompa ini repot, Mas," ujar seorang petugas
SPBU di Jalan Ahmad Yani, Magelang, awal bulan ini.
Keluhan ini tampaknya dipahami oleh pihak Pertamina. "Pompa ini
lebih peka, sehingga sering rusak," ujar Dwi Kusmono, montir
Pertamina di Unit Pemasaran IV, Jawa Tengah. Kalau rusak, hanya
montir Pertamina yang diizinkan melakukan perbaikan. Hal ini
dimaksudkan agar kerusakan, betapa kecil pun, ditangani tenaga
ahli. Sehingga pompa awet dan segel-segel Direktorat Metrologi
tidak putus dan rusak.
Untuk pemasangan pompa AH dan Tatsuno ini, Pertamina
mengeluarkan biaya sekitar Rp 5,1 milyar. Itu belum termasuk
ongkos pasang. Di Unit Pemasaran III saja, yang meliputi daerah
Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Kalimantan Barat, terdapat 24 SPBU
dengan 802 unit pompa. Belum di unit pemasaran lainnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini