Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Menggusur tokheim

Pertamina bekerjasama dengan direktorat metrologi dep. perdagangan, mengganti pompa merk tokheim yang terpasang pada spbu di seluruh indonesia, dengan merk "ah" buatan inggris dan tatisuno dari jepang. (eb)

21 Mei 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERTAMINA, bekerja sama dengan Direktorat Metrologi Departemen Perdagangan, lagi menggusur pompa merk Tokheim dari pasaran. Kedua instansi itu berharap, penggantian 1.060 unit Tokheim yang terpasang pada lebih dari 700 SPBU (Stasiun Pengisian Bahan bakar untuk Umum) di seluruh Indonesia dapat diselesaikan paling lambat akhir Juni 1983. Sebetulnya sejak 1983, Tokheim tidak boleh dipakai lagi. Pompa buatan Belanda itu menunjukkan kecenderungan minus dalam penyerahan bahan bakar. "Selalu merugikan konsumen," ujar Usman Iskandar, sopir bemo di Surabaya. Karena itu Usman gembira, SPBU di Jalan Sikatan, Bagong, dan Wonokromo, sudah memakai pompa AH. Pertamina memilih Avery Hardoll (AH) buatan Inggris dan Tatsuno dari Jepang, melalui pengujian dan penelitian Direktorat Metrologi. Kedua jenis pompa itu dilengkapi dengan pemisah udara yang berdiri sendiri. Ia juga memiliki filter untuk mencegah udara dan uap bahan bakar masuk ke dalam meteran. Pompa AH berkapasitas 45 liter per menit, Tatsuno 50 liter per menit. Pemakaian listriknya 400 uatt, dengan tegangan 220 volt. AH dan Tatsuno dipesan khusus untuk kondisi Indonesia. Karena itu dari pabrik pompa tersebut sudah memakai cap Pertamina. Adapun pompa merk Schwelm (buatan Jerman Barat) dan Bennet (Italia), yang juga dipakai di Indonesia, belum ada rencana. Melainkan sekadar diawasi agar tidak merugikan pembeli. Tapi para pengusaha SPBU tampaknya tidak mengelu-elukan pompa baru ini. Mereka lebih merisaukan pemasukan, yang konon kurang, setelah kenaikan harga BBM 7 Januari lalu. Sebelumnya, dari harga bensin Rp 240 per liter, pengusaha mendapat keuntungan 3%, setelah dipotong MPO 1 %. Artinya keuntungan bersih Rp 7,20 per liter. Kini, dari harga Rp 320 per liter, pengusaha diperbolehkan mengambil 2,5%, artinya Rp 8 per liter. Tetapi mereka harus membayar pajak sendiri. Perbandingan yang sama berlaku pula pada minyak solar dan bensin super. "Peraturan itu cukup memberatkan pengusaha," ujar Sumitro, sekretaris PD Hiswana Migas (Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak & Gas) Jawa Tengah. Para pengusaha itu pun mulai mengungkit-ungkit prosedur pendirian SPBU, dan lemahnya kedudukan mereka. Seluruh SPBU dibangun oleh, dan menjadi milik Pertamina. Pengusaha menyetorkan bonus tunai, besarnya 50% dari seluruh modal, dan bertindak sebagai pengelola SPBU. "Untuk membangun SPBU sekarang ini bonus tunai itu berjumlah sekitar Rp 50 sampai Rp 60 juta," ujar A. Pandris pimpinan Unit Pemasaran III (UPMS-III) Pertamina. Itu tidak termasuk tanah, sebab tanah milik pengusaha. Namun, "kontrak bisa dicabut Pertamina jika SPBU lalai akan fungsinya," kata Suyitno, pemilik pompa bensin di Surabaya. Misalnya, jika SPBU sering kosong, atau kurang baik menjaga lingkungan. Suyitno mendirikan sebuah SPBU miliknya delapan tahun lalu, dengan modal Rp 10 juta, di luar harga tanah. Kini omsetnya 6.000 liter premium sehari semalam. Dan itu termasuk sepi. Sementara itu tidak sedikit pengusaha SPBU yang memandang pompa AH dan Tatsuno dengan was-was. Penggantian itu mereka nilai cenderung merugikan pengusaha. "Tidak benar," sanggah R. Haroen direktur Metrologi kepada pers pekan lalu. Ia lalu menyebut UU No. 2 tahun 1981, yang "menjamin kebenaran ukuran untuk kepentingan konsumen, dan produsen melalui penjual, sehingga tidak merugikan salah satu pihak." Yang jelas, beberapa pengusaha mengeluhkan pompa AH yang "gampang rusak." Di SPBU Jalah Sikatan, Surabaya, sejak tiga pekan lalu alat itu tidak berfungsi dengan baik. Padahal baru dipasang 5 bulan. "Pompa ini repot, Mas," ujar seorang petugas SPBU di Jalan Ahmad Yani, Magelang, awal bulan ini. Keluhan ini tampaknya dipahami oleh pihak Pertamina. "Pompa ini lebih peka, sehingga sering rusak," ujar Dwi Kusmono, montir Pertamina di Unit Pemasaran IV, Jawa Tengah. Kalau rusak, hanya montir Pertamina yang diizinkan melakukan perbaikan. Hal ini dimaksudkan agar kerusakan, betapa kecil pun, ditangani tenaga ahli. Sehingga pompa awet dan segel-segel Direktorat Metrologi tidak putus dan rusak. Untuk pemasangan pompa AH dan Tatsuno ini, Pertamina mengeluarkan biaya sekitar Rp 5,1 milyar. Itu belum termasuk ongkos pasang. Di Unit Pemasaran III saja, yang meliputi daerah Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Kalimantan Barat, terdapat 24 SPBU dengan 802 unit pompa. Belum di unit pemasaran lainnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus