DALAM waktu dekat, obat warisan Dana Moneter Internasional (IMF) yang dilepeh pemerintah akan bertambah. Pintu ekspor rotan yang terbuka sejak krisis akan segera ditutup. "Drafnya hari ini sudah jadi," kata Menteri Perindustrian dan Perdagangan, Rini M.S. Soewandi, Jumat pekan lalu. Larangan akan dituangkan dalam selembar surat keputusan bersama Menteri Perindustrian dan Perdagangan serta Menteri Kehutanan.
Penutupan pintu ekspor rotan merupakan buah "lobi" para pengusaha mebel rotan. "Kita sudah minta itu sejak dua setengah tahun lalu," ujar S. Tanangga Karim, Direktur Eksekutif Asosiasi Mebel Indonesia (Asmindo). Pemicunya adalah jatuhnya pangsa pasar mebel nasional belakangan ini. Tengoklah Cirebon, sentra industri pengguna rotan terbesar di Indonesia. Rekor ekspor para pemebel di sana, yang pernah mencapai 2.000 kontainer per bulan, selama kuartal pertama tahun ini turun drastis hingga 900 kontainer.
Kelesuan juga menghinggapi para perajin rotan di Jawa Tengah, seperti Rembang. Tahun lalu, nilai ekspor mereka hanya mencapai US$ 254,6 juta, atau anjlok 45 persen dari tahun sebelumnya. Di pasar internasional, mebel bikinan Indonesia sedang terengah-engah bersaing dengan produk asal Cina. Ironisnya, rotan yang digunakan membuat mebel Cina justru datang dari Indonesia.
Volume ekspor rotan asalan?belum diolah?memang menunjukkan grafik menanjak. Pada 2003, volume ekspor mencapai 28.500 ton, hampir dua kali lipat dari tahun sebelumnya (16.250 ton). Hampir seluruh rotan asalan yang diekspor itu tersedot ke Cina. "Masa, ada perusahaan di Guangzhou punya stok rotan sampai 25 ribu ton," kata Tanangga. Persediaan sebanyak itu, konon, mencukupi kebutuhan bahan baku perusahaan tersebut selama lima tahun.
Kendati rotan asal Indonesia menyumbang 80 persen dari total produksi rotan di dunia, Tanangga mengeluh banyak anggota Asmindo yang kesulitan mencari rotan di era bebas ekspor rotan. Padahal, nilai tambah ekspor yang didapat industri mebel jauh di atas rotan asalan. Ekspor satu kilogram mebel, menurut Tanangga, akan menghasilkan devisa US$ 2-2,5, lebih dari dua kali lipat dibanding hasil ekspor rotan asalan.
Toh, tak serta-merta pihak industri dimenangkan pemerintah. Ferry Yahya, yang baru dirotasi dari Direktur Ekspor Produk Hasil Pertanian dan Pertambangan menjadi Kepala Kantor Perdagangan dan Ekonomi di Taipei, Taiwan, mengakui keputusan pelarangan ekspor diambil setelah lebih dari dua tahun. Kalau pemerintah terlihat gamang, itu karena kebutuhan industri mebel akan rotan jauh lebih kecil daripada potensi produksi.
Sentra penghasil rotan alam di Indonesia?Kalimantan Timur dan Tengah serta Sulawesi Tenggara dan Tengah?berpotensi menghasilkan rotan hingga 900 ribu ton. Padahal industri mebel dalam negeri paling banyak hanya mampu menyerap 250 ribu ton. Pasokan dengan kebutuhan yang menjomplang membuat para petani rotan menjerit kala mendengar rencana larangan ekspor. "Mengapa saat harga membaik, ekspor rotan malah disetop?" kata Hildan, petani asal Desa Baruang, Kabupaten Barito Selatan.
Tak hanya petani, Bupati Kotawaringin Timur, Wahyudi Anwar, pun tak habis pikir dengan rencana pelarangan ekspor. "Ini rasanya tidak adil," ujar Wahyudi. Johanis, Ketua Perkumpulan Petani dan Perajin Rotan, yang mewadahi sekitar 200 petani di Kutai Barat, memperkirakan pelarangan ekspor akan membuat harga rotan kembali rontok.
Kala ekspor rotan dilarang, 1987-1998, harga rotan basah di tingkat petani sempat terjerembap hingga Rp 250 per kilogram. Petani enggan memanen rotan karena ongkos yang harus ditanggung jauh lebih tinggi dari hasil yang didapat. Kalau situasinya seperti itu, para petani yang tak mampu beralih ke jenis tanaman lain, seperti karet, akan tergiring menjadi penebang kayu. "Apalagi mereka yang tinggal di dekat hutan," tutur Johanis.
Pemerintah sendiri kabarnya akan menempuh jalan tengah. Mengingat pasokan dan kebutuhan tidak seimbang, yang dilarang hanyalah rotan jenis alam. "Rotan budidaya masih boleh diekspor," ucap Ferry. Namun, pintu ekspor rotan budidaya akan dibatasi selama empat tahun saja.
Thomas Hadiwinata, M. Syakur, Karana W.W. (Palangkaraya)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini