Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sinyal Pasar

Tak Lagi Serakah Ketika Pasar Cemas

Yopie Hidayat
Kontributor Tempo

22 Agustus 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi: tempo/ehwan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI pasar finansial, reputasi Warren Buffett sebagai panutan investasi sungguh luar biasa. Jika ia tiba-tiba mengambil langkah yang rada berbeda dengan biasanya, pasar pasti menaruh perhatian. Itulah yang terjadi ketika laporan profil investasi Berkshire Hathaway, perusahaan induk pengelola investasi Buffett, terbuka kepada publik sebagai persyaratan transparansi pasar.

Demikian aturan main di Amerika Serikat. Semua lembaga pengelola dana senilai lebih dari US$ 100 juta harus melaporkan komposisi investasinya secara kuartalan kepada regulator, yang kemudian mengumumkannya. Laporan yang terkenal sebagai Formulir 13F Security Exchange Commission ini salah satu sumber informasi penting bagi investor. Dari sini ada petunjuk saham atau instrumen investasi apa yang sedang menjadi favorit lembaga investasi besar. Tak sedikit investor yang lantas menggunakannya sebagai rujukan untuk meracik komposisi investasi masing-masing.

Dalam laporan itu terlihat, selama kuartal II 2020, Berkshire melepas saham lembaga-lembaga keuangan Amerika Serikat, seperti JPMorgan Chase, Wells Fargo, dan Goldman Sachs. Totalnya senilai US$ 6 miliar. Sebaliknya, Buffett justru membeli saham perusahaan tambang emas Barrick Gold senilai US$ 500 juta. Bagi pasar, ini kejutan menarik, setidaknya karena dua alasan.

Pertama, Buffett selama ini tidak pernah suka berinvestasi di emas, yang ia anggap hanya seonggok logam tak produktif. Kedua, Buffett punya pegangan berinvestasi yang tak lazim: takutlah ketika yang lain serakah, tapi serakahlah ketika yang lain sedang ketakutan. Pembelian saham Barrick Gold oleh Berkshire menimbulkan interpretasi bahwa Buffett pun mulai mencari aman, masuk ke aset yang tidak produktif. Berlawanan dengan doktrinnya, Buffett tak lagi serakah ketika pasar sedang ketakutan.

Pasar finansial global belakangan ini memang makin cemas menimbang masa depan dolar Amerika Serikat. Marwahnya perlahan menyusut. Dolar sedang kehilangan landasan nilainya atau mengalami debasement karena The Federal Reserve begitu gencar mencetak dolar tanpa batas demi mendorong ekonomi Amerika yang tengah terpuruk karena wabah.

Itulah salah satu penyebab harga emas belakangan ini meroket tak keruan, sudah naik 28,1 persen sejak awal tahun. Pelan-pelan banyak negara mulai mencoba mencari alternatif, mengurangi ketergantungan pada dolar yang masih bertakhta baik sebagai mata uang cadangan devisa maupun alat pembayaran transaksi internasional yang paling utama.

Rusia dan Cina jadi contohnya. Untuk pertama kalinya, selama satu kuartal, porsi penggunaan dolar Amerika dalam transaksi perdagangan Rusia-Cina merosot di bawah 50 persen, persisnya tinggal 46 persen. Ini data per kuartal I 2020. Keduanya kini menggunakan euro, sebanyak 30 persen dari total transaksi, sisanya mata uang masing-masing. Bagi negara-negara yang punya hasrat melepas ketergantungan pada Amerika, merosotnya penggunaan dolar ini bisa menjadi inspirasi bahwa penggulingan dolar Amerika dari takhtanya bukan sesuatu yang mustahil.

Kendati demikian, dalam konteks perdagangan global, dedolarisasi secara luas masih akan membutuhkan waktu panjang. Tak mudah menggusur dolar begitu saja. Sekitar 60 persen cadangan devisa global juga masih tersimpan dalam dolar Amerika. Ada banyak kelebihan dolar yang tak dipunyai mata uang lain. Selain inflasi yang terkendali, ekonomi Amerika masih yang terbesar sedunia. Ini jangkar kokoh untuk dominasi dolar. Pasar keuangan Amerika yang sangat dalam dan terbuka bagi investor sedunia juga belum tersaingi.

Masalahnya, menurut data Bank for International Settlements, nilai dolar saat ini memang sudah terlalu tinggi alias overvalued jika dibandingkan dengan nilai tukar riil yang memperhitungkan neraca perdagangan. Dolar Amerika saat ini juga terlalu mahal 16 persen dibandingkan dengan euro secara kesetaraan daya beli atau purchasing power parity.

Pergerakan Indeks Dolar, pengukur nilai dolar terhadap mata uang mitra dagang utama Amerika, mencerminkan kondisi itu. Indeks Dolar merosot sekitar 10 persen sejak Maret lalu. Tak mengherankan jika Warren Buffett sedikit memodifikasi rumus investasinya. Tak ada salahnya sesekali ikut cemas ketika pasar sudah ketakutan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus