Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEJUMLAH organisasi masyarakat sipil dan lembaga kemahasiswaan menolak rencana pemerintah memasukkan pendidikan militer ke kampus. Koordinator peneliti Imparsial, Ardimanto Adiputra, menilai rencana itu berpotensi memasukkan budaya militeristik, termasuk melanggengkan perpeloncoan, di kalangan mahasiswa. “Merusak iklim budaya pendidikan demokratis,” katanya pada Selasa, 18 Agustus lalu.
Ardimanto menilai aksi bela negara tidak hanya melalui pelatihan militer, tapi bisa dengan meningkatkan kualitas dan prestasi mahasiswa. Peneliti dari Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat, Wahyudi Djafar, meminta pemerintah mengevaluasi kurikulum pendidikan kewarganegaraan daripada menerapkan pendidikan militer. Sedangkan koordinator bidang sosial-politik Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia, Rozy Brilian Sodik, meminta pemerintah memperjelas tujuan pendidikan militer, karena bela negara memiliki aspek luas dan bisa dilakukan dalam banyak hal.
Pada Ahad, 16 Agustus lalu, Wakil Menteri Pertahanan Wahyu Sakti Trenggono mengatakan pendidikan militer bersifat sukarela dan akan dimasukkan ke penilaian satuan kredit semester. Menurut dia, program itu bertujuan agar anak muda bisa lebih mencintai negara dan bangga menjadi orang Indonesia. Wahyu mengatakan rasa cinta kepada negara bisa ditunjukkan dengan bergabung sebagai komponen cadangan, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara.
Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Paristiyanti Nurwardani mengatakan lembaganya sudah berkoordinasi dengan Kementerian Pertahanan untuk membahas petunjuk teknis penerapan pendidikan militer di kampus. Ada kemungkinan pendidikan militer dimasukkan saat penerimaan mahasiswa baru di kampus. “Memang (kampus) diimbau memasukkannya ke proses penerimaan mahasiswa,” ujar Paristiyanti.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mudarat Pendidikan Militer
PENDIDIKAN militer untuk komponen cadangan diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara. Rencana pemerintah menerapkan pendidikan militer di kampus bisa berdampak negatif.
Syarat Komponen Cadangan
• Pasal 33 ayat 1:
Setiap warga negara berhak mendaftar menjadi calon komponen cadangan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
• Pasal 33 ayat 2:
Setiap warga negara yang mendaftar menjadi calon komponen cadangan harus memenuhi persyaratan:
(1) Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
(2) Setia kepada NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
(3) Berusia minimal 18 tahun, maksimal 35 tahun.
(4) Sehat jasmani dan rohani.
(5) Tidak memiliki catatan kriminalitas.
• Pasal 37 ayat 2:
Calon komponen cadangan berstatus mahasiswa selama menjalani pelatihan dasar kemiliteran tetap memperoleh hak akademisnya dan tidak menyebabkan kehilangan status sebagai peserta didik.
Dampak Negatif Pendidikan Militer di Kampus
- Tak dibutuhkan karena negara tidak dalam keadaan darurat militer atau berkonflik.
- Berpotensi meneruskan budaya kekerasan di kampus.
- Berpotensi mengikis daya kritis mahasiswa.
- Bisa membungkam ekspresi anak muda dalam jangka panjang.
- Bukan solusi untuk masalah rendahnya rasa nasionalisme generasi muda. Anak muda muak terhadap korupsi dan ketidakadilan hukum.
Densus 88 Tangkap Istri Ali Kalora
TIM Detasemen Khusus Antiteror 88 Markas Besar Kepolisian RI meringkus Ummu Syifa, 28 tahun, istri pemimpin Mujahidin Indonesia Timur, Ali Kalora. “Dia menyembunyikan informasi soal keberadaan sejumlah buron kasus terorisme,” ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal Awi Setiyono, Selasa, 18 Agustus lalu.
Syifa ditangkap di Jembatan Puna, Kasiguncu, Poso Pesisir Selatan, Sulawesi Tengah, pada 29 Juli lalu. Densus 88 juga menangkap YS, anggota Mujahidin Indonesia Timur, di Desa Tangkura, Poso.
Awi menjelaskan, YS diketahui berperan mengantarkan calon anggota Mujahidin Indonesia Timur dan menyuplai logistik. “Ada uang Rp 1,5 juta dan makanan untuk membantu kelompok teroris,” katanya.
Sejumlah aktivis memegang cermin dan poster menolak RUU Cipta Kerja di depan Gedung DPR, Jakarta, Selasa, Juli 2010. TEMPO/M Taufan Rengganis
Rp 90,4 Miliar untuk Pesohor
INDONESIA Corruption Watch menemukan beberapa kementerian dan lembaga pemerintah membayar pemengaruh (influencer) atau pesohor di media sosial untuk mempromosikan kebijakan, program kerja, dan penggiringan opini. Peneliti ICW, Egi Primayogha, mengatakan anggaran itu terus naik sejak 2017. “Dalam enam tahun terakhir, pemerintah sudah menggelontorkan Rp 90,4 miliar untuk influencer,” ujar Egi, Kamis, 20 Agustus lalu.
Angka itu didapat dari riset di kanal Layanan Pengadaan Secara Elektronik. Ada 133 paket pengadaan yang berhubungan dengan aktivitas digital dan 40 di antaranya merupakan anggaran pemengaruh sebesar Rp 90,4 miliar.
Deputi II Kantor Staf Presiden Abetnego Tarigan belum menjawab ihwal temuan ICW ini. Sebelumnya, dia menampik kabar bahwa pemerintah membayar artis untuk mendukung salah satu rancangan aturan bentukan pemerintah, yakni Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja.
IDI Protes Pemilihan Konsil Kedokteran
IKATAN Dokter Indonesia melayangkan surat protes kepada Presiden Joko Widodo terkait dengan pelantikan anggota Konsil Kedokteran Indonesia. “Pelantikan itu menyalahi prosedur,” ujar Wakil Ketua Pengurus Besar IDI Slamet Budiarto, Selasa, 18 Agustus lalu.
Slamet menjelaskan, anggota Konsil Kedokteran Indonesia periode 2020-2025 tidak merepresentasikan perwakilan organisasi profesi. Menurut dia, ada dua nama yang tidak berasal dari organisasi profesi kedokteran seperti Ikatan Dokter Gigi Indonesia serta Persatuan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. Empat kandidat yang diajukan IDI ditolak pemerintah.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kementerian Kesehatan Widyawati mengatakan usul IDI ditolak karena tak memenuhi persyaratan hingga batas waktu yang ditentukan. “Kami sudah memberikan dua kali perpanjangan waktu,” ujarnya.
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri di kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Februari 2020. TEMPO/M Taufan Rengganis
Sidang Etik Firli Bahuri
DEWAN Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi akan menggelar sidang dugaan pelanggaran etik Ketua KPK Firli Bahuri pada Selasa, 25 Agustus. “Kami di Dewas serius untuk melakukan ini,” kata Ketua Dewan Pengawas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean, Rabu, 19 Agustus lalu.
Firli dilaporkan Masyarakat Antikorupsi Indonesia karena dianggap bergaya hidup mewah dengan naik helikopter saat menuju Baturaja, Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan, Juni lalu. Ia juga tak memakai masker saat berinteraksi dengan anak-anak. Firli menyangkal melanggar protokol kesehatan. Namun dia tak merespons pertanyaan tentang penggunaan helikopter.
Dewan Pengawas menduga Firli melanggar sejumlah kode etik, yaitu tak menjaga citra KPK, bergaya hidup hedonis, dan tak memberikan teladan. Peneliti Indonesia Corruption Watch, Kurnia Ramadhana, menyarankan Dewan Pengawas memberikan sanksi berat kepada Firli, yaitu memintanya mundur sebagai Ketua KPK.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo