Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Mengira-ngira modal sendiri

Menteri Radius Prawiro mengeluarkan keputusan mengenai perbandingan antara utang dan modal. Banyak pengusaha yang merasa terancam, khususnya dari sektor industri jasa & para pedagang. (eb)

1 Desember 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MENJELANG tutup buku tahun ini, mungkin, bakal banyak pengusaha kena darah tinggi. Korban pertama agaknya akan muncul dari sektor industri jasa, yang selama ini memutarkan usahanya dengan uang hampir seluruhnya dari pinjaman. Ancaman itu mendadak nongol, sesudah Menteri Keuangan Radius Prawiro mengeluarkan keputusan mengenai perbandingan antara utang dan modal sendiri, untuk menentukan besarnya laba kena pajak. Mulai 8 Oktober itu, setiap perusahaan hanya diperbolehkan mempunyai utang maksnmum tiga kali modal sendiri. Utang di situ adalah utang jangka pendek dan jangka panjang, kecuali utang dagang. Sedangkan modal sendiri adalah modal yang sudah disetor penuh. Dengan penetapan itu, pengusaha dan petugas pajak diharapkan punya kesatuan bahasa dalam menetapkan besarnya bunga, yang bisa dianggap sebagai biaya untuk menghitung laba kena pajak. Menurut penjelasan pemerintah, ketentuan dikeluarkan untuk menghindarkan terjadinya pembebanan biaya tidak wajar sebagai akibat adanya modal sendiri, yang dimasukkan dalam perkiraan utang perusahaan. Jika dibiarkan, tindakan itu mengakibatkan bunga yang dicantumkan sebagai biaya, bukan tak mungkin, merupakan bagian dari laba yang seharusnya kena pajak. Memang belum ada perusahaan tertangkap basah melakukan penggelapan laba dengan cara ini. Kendati ketentuan itu akan terasa pahit, Rostian Syamsudin, direktur pelaksana PT Amana Jaya, menganggapnya cukup positif, terutama, untuk menertibkan pengusaha perkantoran yang suka main spekulasi. Kata dia, belakangan ini-banyak orang membangun gedung perkantoran dengan mengandalkan pinjaman dari bank, karena tidak memiliki modal sendiri secara memadai. Supaya bisa pinjam, pengelola gedung macam ini menilai harga tanah miliknya (sebagai modal sendiri) dengan harga kelewat tinggi. Modal sendiri pengusaha jenis ini, biasanya bergerak dari 10% sampai 25%. Ketika suku bunga masih anteng, dan pemerintah tidak membuat banyak ketentuan baru di bidang perpajakan, pemberi jasa perkantoran ini bisa mengantungi cukup banyak keuntungan. Tiga tahun lalu prospek industri jasa di sektor ini memang cukup cerah. PT Papan Sejahtera, yang membangun gedung perkantoran delapan lantai di Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, dengan modal sendiri hanya 25% (Rp 1,25 milyar), misalnya, tentu tak menyangka pemerintah bakal mengeluarkan ketentuan baru itu. Gedung perkantoran seluas 8.000 m2, yang 75% dibiayai dengan dana pinjaman berjangka 12 tahun itu, memang dibangun dengan sebuah optimisme. Tapi siapa sangka, suplai ruang perkantoran bakal ramai seperti tahun ini? Untung bagi Amana Jaya, ketika membangun Panin Bank Building beberapa tahun lalu, menggunakan modal sendiri sebesar 42,5% (Rp 3,5 milyar). "Perbandingan pembiayraan gedung itu masih cukup ideal, himgga ketentuan pemerintah itu tidak mempengaruhi usaha kami," ujar Rostian. Tapi, bagi seorang pengusaha pelayaran samudra, ketentuan baru itu jelas merupakan ancaman cukup serius. Sulit bagi pengusaha pelayaran memenuhi ketentuan perbandingan modal sendiri dan utang seperti dimaui pemerintah, mengingat investasi di sini biasanya herjangka 15 sampai 20 tahun. Karena investasinya juga butuh dana besar, pengusaha biasanya hanya menyediakan modal sendiri 10% sampai 20%. Secara terus terang, pengusaha pemberi jasa ruangan kapal ini mengaku, tingkat utang perusahaannya setiap tahun rata-rata mencapai empat kali modal sendiri. Tingkat itu dianggapnya cukup sehat untuk menghadapi beban kenaikan bunga pinjaman, yang setiap enam bulan sekali perlu ditinjau. Kendati sumber dana perusahaan cukup baik, perputaran dananya nyata sering goyang, apalagi setelah memasuki masa resesi dua tahun terakhir ini Besar kemungkinan pencicilan bunga akan ditunda. Karena alasan itu, dia lalu mempertanyakan, "Apakah cukup adil ketentuan itu diberlakukan bagi semua sektor usaha?" Pernyataan serupa juga dikemukakan seorang pengusaha yang bergerak di bidang manufaktur. Dia beranggapan, ketentuan itu juga tidak tepat jika diberlakukan bagi para pedagang, yang umumnya hanya punya modal sendiri 10%. Kata dia, pedagang sesungguhnya hanya memutarkan usahanya dengan piutang yang diberikan industri manufaktur kepadanya. Atau, bisa dikatakan secara kasar, para pedaan sesunuhnya hanya hidup dari jasa memutarkan barang orang lain. Untuk mencapai rasio utang seperti dimaui pemerintah, bukan tak mungkin, mereka akan mengurangi jumlah piutang atau jumlah barang pesanannya. "Kalau itu terjadi, perdagangan 'kan bisa turun," katanya memperingatkan. Karena alasan itu, dia lebih setuju jika ketentuan itu diberlakukan untuk sektor industri penghasil barang jadi atau barang setengah jadi - industri manufaktur. Karena ketentuan pembiayaan di sini sudah ketat sejak sebelum investasi, mereka biasanya punya rasio utang tidak terlalu besar. Contohnya PT Semen Cibinong. Penghasil semen Cap Kujang ini, rasio utangnya terakhir 55%. September lalu ratio utangnya masih 49%. Perubahan terhadap struktur sumber dana segera terjadi ketika Cibinong menarik utang baru untuk meningkatkan kapasitas pembuatan semen dari 1,2 juta jadi 1,5 juta ton setahun. Supaya perusahaan tahan menghadapi gejolak suku bunga, Cibinong selalu berusaha menjaga rasio utang tidak lebih dari 60%. "Kami memakai prinsip manajemen yang biasa dipakai berbagai perusahaan konservatif di Amerika," ujar Rachmand Mohammad, direktur muda Cibinong. Sikap konservatif, tentu, hanya bisa dilakukan jika pihak manajemen tak punya ambisi melakukan ekspansi melampaui daya dukung perusahaan. Tapi, siapa sih yang tak ingin besar dalam waktu singkat, dengan sedikit modal sendiri?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus