JANGAN buang oli bekas kendaraan Anda. Walau kotor dan menjijikkan, si hitam pekat itu sebentar lagi bisa ditukar dengan fulus walau tak semahal oli baru, tentu. Sebuah pabrik pengolahan oli bekas bakal berdiri di Cibitung, Bekasi. Disaksikan Menteri Negara Lingkungan Hidup Sarwono Kusumaatmadja, Selasa pekan lalu, pengusaha kelas kakap Sudwikatmono, Ibrahim Risjad, dan Henry Pribadi di bawah bendera PT Wiraswasta Gemilang Indonesia memancangkan tiang pertama pabriknya. Sebenarnya, sudah lima tahun lalu rekomendasi Pertamina diberikan untuk PT Wiraswasta Gemilang Indonesia dan PT Sinar Pejambon Indah serta Elnusa milik Pertamina. Tapi baru Wiraswasta yang mampu mencari modal US$ 59 juta atau sekitar Rp 118 miliar. Kendalanya adalah teknologi yang mahal. Pertamina mensyaratkan, oli yang dihasilan harus mencapai standar internasional American Petroleum Institute (API). Nah, untuk mendapatkan registrasi dari API saja dibutuhkan biaya US$ 300 ribu atau Rp 600 juta. Jadi, menurut Doktor Herman Sadeli, direktur proyek pabrik oli bekas itu, pihaknya membutuhkan waktu cukup lama sebelum memutuskan bekerja sama dengan Pennzoil, perusahaan pengolah oli dari Houston, Amerika Serikat. Rencananya, dalam setahun, Wiraswasta akan menjual 85 ribu ton oli dengan merek Pennzoil. Bisnisnya tak hanya jual oli bekas (yang baru), tapi residu pun ternyata bisa menjadi duit. Hasil sampingan berupa 9.800 ton residu tiap tahun akan diolah menjadi cat antikarat. Pemodal dari Napan Group itu tahu benar memanfaatkan peluang usaha. Dengan namanya yang begitu tenar, tak mengherankan kalau tiga bank terkemuka Asia Development Bank, Commonwealth Development Corporation, dan ASEAN Finance Corporation mau mendukung bisnis bekas ini. Share tiga bank tadi sekitar 18%. Pabrik ini akan beroperasi penuh pada 1995. Ditargetkan, empat tahun kemudian modal akan kembali. Bisnis ini sebenarnya sudah dilarang Pemerintah sejak 1983. Alasannya, pemalsuan merek dan penjualan oli bekas ketika itu sudah merajalela. Konon, kerugian gara-gara oli bekas saat itu sudah mencapai miliaran. Belum lagi dampak lingkungannya karena oli termasuk bahan yang sulit diuraikan tanah. Bisnis pemalsuan oli memang untungnya menggiurkan. Minyak pelumas bekas dari bengkel harganya Rp 200 per liter atau Rp 40 ribu per drum. Pengolahannya gampang. Oli bekas hanya disaring, diendapkan, dan ditambah dengan zat pewarna yang sekaligus menghilangkan bau. Walhasil, untuk satu drum oli palsu ini hanya dibutuhkan modal sekitar Rp 60 ribu. Lantas, dijual sebagai oli N-150 seharga Rp 190 ribu sedrum, yang menyaingi Mesran 40 keluaran Pertamina seharga Rp 400 ribu sedrum. Untungnya lebih dari dua kali lipat modalnya. Setiap tahun sekitar 15 juta liter atau 5% dari pasok pelumas Pertamina diserobot oleh oli palsu ini. Ini bisnis besar. Maka, pemalsu berbahan baku oli bekas ini seperti tak habis-habisnya. Di Desa Geluran, Kecamatan Taman, Sidoarjo, pernah ada pabrik gelap yang beroperasi lebih dari 10 tahun dan menyabet omzet Rp 180 miliar. Sekarang masih ada di Kalideres, perbatasan Jakarta-Tangerang. Juga di Bekasi, Cirebon, Subang, bahkan sampai Jawa Tengah. Jaringan pemalsuan ini, kabarnya, merebak ke kota-kota besar. Alhasil, pabrik di Bekasi tadi hanya akan menyerap oli bekas 70 ribu ton atau 18% dari total pelumas bekas tiap tahun. Sisanya? Ya, masih digarap pemalsu oli. Indrawan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini