Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DERU ratusan mesin jahit memenuhi ruangan pabrik tas merek Exsport di Jalan Bihbul Raya 68, Kopo, Bandung. Di belakang mesin-mesin itu, para karyawan serius bertekun: menjahit bagian belakang, depan, kantong, pegangan, ritssluiting, dan seterusnya. Ada juga yang merapikan sisa-sisa benang yang menempel di bekas jahitan.
"Saya mengawali usaha ini dengan dua mesin jahit merek Butterfly," kata Ronny Lukito, 42 tahun, Presiden Direktur PT Eksonindo Multi Product Industry (EMPI), produsen Exsport. Anak ketiga pasangan Lukman-Kurniasih ini masih ingat, pada 1979, ia terpaksa melego barang-barang miliknya, seperti radio tape, untuk membeli dua mesin jahit itu. Kekurangan modalnya ditambal dari arisan dengan rekan-rekannya.
Dengan modal awal Rp 300 ribu, Ronny memulai usaha pembuatan tas punggung dengan merek Exxon. Brand ini dipilih setelah Ronny bertemu dengan sahabatnya yang baru pulang dari Amerika dan membawa buku berisi daftar merek terkenal. Setelah melihat merek Exxon, Ronny langsung terpikat. "Wah, merek ini bagus," kata pria kelahiran Bandung ini mengenang.
Ternyata usaha yang dijalankan di kawasan Jalan Saad, Bandung, itu mulus. Omzetnya terus melonjak. Agar mampu memenuhi pesanan, mesin harus ditambah hingga mencapai 100 buah. Begitu pula karyawan: dari semula cuma dua orang menjadi 100 orang. Di tengah bisnisnya yang makin moncer, eh, timbul masalah.
Pada 1982/1983, perusahaan minyak Exxon di Amerika Serikat mengajukan komplain karena namanya dipakai sebagai merek tas. Tak mau ambil risiko, Ronny memilih mengalah. Dipilihlah nama baru, Exsport?kombinasi "Exxon" dan "sport". "Tambahan kata 'sport' itu menunjukkan produk tas kita cocok untuk kalangan muda yang sportif," kata Ronny, yang mewarisi naluri bisnis dari orang tuanya sebagai pedagang tas di Jalan ABC, Bandung.
Masalah merek beres, nama baru pun bisa diterima pasar. Permintaan produk yang terus meningkat, sementara kapasitas produksi di pabrik lama tak lagi memadai, memaksa Ronny memindahkan lokasi usaha. Pada 1987, ia mendirikan pabrik di Kopo, yang terus bertahan sampai sekarang. Kini ayah empat anak itu mengelola pabrik seluas 6.000 meter persegi yang diisi 400 mesin jahit dan 600-an karyawan. Untuk menggelar beragam produknya, sebuah showroom dibuka di Jalan Sumatera, Bandung.
Menurut Kaharuddin, 40 tahun, General Manager PT EMPI, produksi tas Exsport mencapai 70 ribuan buah per bulan, dengan harga Rp 75 ribu-Rp 115 ribu. Produknya tak lagi melulu tas punggung, tapi ada tas kasual, selempang, dan sebagainya. Dari total produksi, sekitar 10 persen dilempar ke pasaran ekspor: Libanon, Singapura, Filipina, dan Jepang. Mengenai omzet, baik Ronny maupun Kaharuddin hanya menyebut "miliaran rupiah" per bulan.
Selain memproduksi Exsport, perusahaan yang bertahan dari gempuran krisis moneter setelah melakukan konsolidasi dan menerapkan keuangan mandiri alias tak mau memakai uang pinjaman bank ini melakukan diversifikasi. Dilemparlah ke pasar merek Eiger, Body Pack, dan Neosack. Dengan bahan berkualitas yang diimpor dari Korea dan Taiwan, plus model yang selalu up-to-date, semua merek mendapat tempat di masyarakat?bahkan bisa dibilang merajai pasaran.
Agar produknya tak "saling memakan", pangsa pasarnya dibedakan secara tegas. Jika Exsport untuk kalangan muda yang sportif, misalnya, Eiger ditujukan bagi mereka yang gemar bertualang. Namun 25 tahun perjalanan bisnis Ronny tak sepenuhnya mulus dan berbunga-bunga. Pria yang beristrikan Meiliana ini sempat jatuh-bangun untuk membuat produknya diterima dan dipasarkan di berbagai gerai pertokoan dan supermarket.
Sebelum bisa menembus pertokoan Matahari, sekadar contoh, ia sempat ditolak hingga 13 kali. Tapi peraih Upakarti Award sebagai pionir dalam pengembangan industri skala kecil pada 1992 ini tak patah semangat. "Untuk menjadi pengusaha tangguh, kita harus gigih, bermental baja, dan berwajah stainless," katanya, "Bahkan kita harus siap dipermalukan."
Dwi Wiyana (Bandung)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo