Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Teka-teki Gula Selundupan

Ribuan ton gula selundupan harus dimusnahkan. Belum satu pun pelaku ditangkap.

26 April 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KAPAL perang KRI Teluk Peleng bergerak perlahan meninggalkan dermaga Komando Lintas Laut Militer Tanjung Priok, Jakarta, Kamis siang pekan lalu. Tak seperti biasa, kali ini yang diangkutnya bukan pasukan atau pelbagai senjata tempur, melainkan ribuan ton gula dari lima peti kemas berukuran 20 kaki?yang akan dimusnahkan. Di dermaga, Menteri Perindustrian dan Perdagangan Rini M.S. Soewandi, yang memimpin pelepasan kapal, menerangkan seluruhnya terdapat 162 peti kemas gula selundupan seberat 3.450 ton yang harus dienyahkan. Semuanya diharapkan bisa rampung diangkut kapal yang sama dalam 10 kali perjalanan menuju lokasi pemusnahan di Pulau Laki, kawasan Kepulauan Seribu. "Di sana (gula itu) akan dibakar," kata Rini. Berbeda dengan upacara pelepasan, yang ramai dihadiri pejabat, wartawan, dan 2.000-an petani tebu dari berbagai daerah di Jawa, pembakaran tak boleh diliput media massa. Permintaan perwakilan Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) untuk ikut dan memastikan pemusnahan gula asal Thailand dan India itu pun ditolak. Inilah yang disayangkan Ketua APTRI Arum Sabil. "Kami berkepentingan memastikan gula haram itu benar-benar musnah," kata Arum. Itu pula yang menjadi alasan ribuan anggotanya datang ke Jakarta. Pembakaran ini juga berubah dari rencana. Sebelumnya, Kepala Badan Reserse Markas Besar Kepolisian RI Komisaris Jenderal Suyitno Landung Soedjono, yang dihubungi TEMPO, menerangkan bahwa pemusnahan akan dilakukan dengan menenggelamkan gula itu di sekitar perairan Ujung Kulon, Banten. Cara itu dinilai paling aman dibandingkan dengan membakarnya atau membuangnya ke tempat pembuangan akhir (TPA) sampah. "Asap pembakaran gula sangat berbahaya," kata Suyitno, "Kalau dibuang di TPA, air rembesannya akan membahayakan penduduk sekitar." Belakangan beredar kabar bahwa penenggelaman ditolak Menteri Negara Lingkungan Hidup karena dikhawatirkan merusak ekosistem laut. Arum tetap saja tak puas, mengingat selama ini muncul dugaan adanya penyusutan jumlah peti kemas hasil tangkapan Bea Cukai itu. Menurut dia, awalnya gula yang masuk Tanjung Priok itu 325 peti kemas. Tapi belakangan jumlahnya menyusut menjadi 179 peti kemas ukuran 20 kaki. Artinya, ada 146 peti kemas yang tak jelas ke mana. Direktur Jenderal Bea dan Cukai Eddy Abdurrahman menepis dugaan itu. Ia menjamin tak satu pun peti yang dinyatakan ilegal bisa keluar dari terminal mereka tanpa proses yang jelas. Suyitno pun memastikan, jumlah gula yang pemeriksaannya diserahkan oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan kepada mereka hanya 179 peti. Dari jumlah itu, 12 peti merupakan tangkapan tahun sebelumnya dan berstatus tak bertuan. Karena itu, oleh Bea Cukai, ke-12 peti tersebut diserahkan kepada Menteri Keuangan untuk diputuskan apakah dimusnahkan atau dilelang. Dari 167 peti yang tersisa, 17 peti diakui oleh PT Perkebunan Nusantara II sebagai gula produksi mereka. "Kami masih memeriksanya apakah benar gula itu produksi lokal," kata Suyitno. Jadi, 150 peti gula impor bersama 12 peti tangkapan tahun sebelumnya itulah yang Kamis pekan lalu dimusnahkan. Namun benarkah pemusnahan dilakukan? Satu sumber yang memiliki banyak anak buah di wilayah perairan itu memastikan, tak ada pembakaran apa pun di Pulau Laki sampai Jumat petang pekan lalu. Bahkan ia menyangsikan pengangkutan 162 peti gula itu selesai dengan gampang. Paling sedikit butuh 30 kali bolak-balik kalau kapalnya sama dengan Teluk Peleng. "Anak buah saya melaporkan gula itu sudah diambili penduduk Kepulauan," katanya. Lebih aneh, kata Arum, hingga kini polisi tak kunjung menangkap satu pun tersangka penyelundup. "Padahal sudah jelas ada yang mengaku sebagai pemilik gula itu." Mereka adalah lima distributor, antara lain PT Raja Tawon, PT Jaya Sakti, dan PT Inti Rimba Alam, yang merupakan distributor PT Perusahaan Perdagangan Indonesia di Sumatera Utara. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Sudar S.A., memastikan pelakunya tak jauh-jauh dari para importir gula di Tanah Air. "Kami tahu ada pemain gula yang baik dan yang nakal. Cuma, tidak gampang membuktikannya," katanya. Tomi Aryanto, Syakur U., Anastasya A. (TNR)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus